Kamis, 05 November 2009

Pengalaman Februari 2004

24 Pebruari 2004

Selasa malam menjelang Hari Rabu Abu
Aku sedang sakit demam yang diperkirakan demam berdarah, yang mulai aku rasakan sejak hari Sabtu sebelumnya. Sebab hari sebelumnya berkumpul di rumah pak Mardayat yang kedatangan pak Ulu Emanuel yang sudah pindah ke Atambua. Hari-hari itu memang aku sering kehujanan, selain digigit nyamuk siang sewaktu berkebun. Pada Selasa malam itu tanggal 24 Pebruari 2004, mungkin aku agak mengginggau. Namun yang aku rasakan adalah bahwa Tuhan Yesus "memanggilku" yang sedang berkumpul dengan beberapa orang, dalam rangka persiapan perayaan Hari Rabu Abu. Saat itu rasanya kami sedang seperti mengadakan doa bersama, dan sewaktu akan menyalakan lilin dengan korek api, aku lihat bahwa nyala api itu berasal dari api yang dibawa oleh Bunda Maria. Bunda Maria tersenyum lembut melihatku yang kaget. Suasana seperti itu kelihatannya biasa saja, seperti yang sudah sering terjadi bahwa Bunda Maria selalu menyertai kami.

Panggilan Tuhan Yesus yang perlu disampaikan kepada semua orang seperti dalam Surat Matius adalah :"Bertobatlah dan percayalah kepada Injil." Gambaran yang aku rasakan adalah setiap waktu kita harus selalu "menyapu" hati kita dari segala macam kotoran debu. Dosa atau kesalahan selalu kita perbuat, walaupun salah itu hanya kecil saja dan sering kita lupakan bahwa kita telah berbuat salah. Kotoran yang kita sapu tadi setelah kita kumpulkan, sepertinya menjadi kumpulan-kumpulan sebesar bola kecil bagaikan onggokan rambut hitam. Penebusan dosa dengan menyapu hati tadi diminta agar dilakukan terus menerus, karena manusia adalah sumber salah. Kelihatannya Tuhan Yesus mengingatkan bahwa pertobatan harus dimulai dari hal yang kecil-kecil.

"Igauan" atau impian tentang pertobatan tersebut terulang lagi pada tanggal 25 Pebruari 2004 yang bersamaan dengan hari Rabu Abu. Pesan yang saya tangkap adalah :"Ingatlah pesan tanggal 24 tentang pertobatan."
Dalam igauan itu isteri saya agak marah, karena sewaktu tidur saya berdiri dan dipegangi isteri supaya tidak jatuh. Saya tidak sadar kalau saya berdiri, namun rasanya seperti ada yang menghambat atau mengganggu sewaktu saya menerima pesan Tuhan. Rasanya pada waktu itu badan saya penuh dengan energi listrik yang bisa membahayakan orang lain. Kira-kira saya berkata begini :”Bu, jangan dipegang nanti kesetroom! Jangan diganggu! Ini ada pesan Tuhan untuk kita semua, dengarkan dulu! Tolong, nanti kalau bertemu orang lain, sampaikan pesan Tuhan Yesus itu. Ini penting. Semua orang diminta untuk bertobat dan percaya kepada Kabar Baik ini.”

Setelah mengikuti Misa Rabu Abu untuk anak-anak sekolah, selanjutnya aku istirahat di rumah sakit St Yusup sampai tanggal 1 Maret 2004 karena Demam Berdarah. Pulang dari rumah sakit, ketemu pastor paroki dan ditanya siapa yang akan membawakan ibadat jalan salib. Karena tidak tahu, aku bersedia untuk bertugas dan sore harinya membawakan Ibadat Jalan Salib di gereja. Aku merasakan betapa berat hari itu membawakan jalan salib, berjalan, berdiri, berlutut, berdiri dan seterusnya. Sewaktu berlutut selesai sepertinya tidak akan kuat untuk berdiri,.
“Terima kasih Tuhan. Engkau memberikan karunia pada hari itu, untuk merasakan Salib-Mu. Saya yakin Tuhan lebih menderita dibandingkan apa yang aku alami.“

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jagalah kesantunan dalam berkomunikasi, walaupun diselimuti kemarahan, kejengkelan, tidak puas dan sejenisnya.