Selasa, 17 November 2009

Pengalaman Juli 2009

27 Juli 2009

Malam Minggu itu setelah latihan koor, datanglah pak Pudjono setelah dari rumah pak Linus Chandra. Di rumah pak Mardayat ada pak Sumeri, pak Yohanes dan aku sedang ngobrol. Ibu-ibu sudah pulang duluan. Tiba-tiba pak Pudjono mengatakan bahwa ada yang hadir berpakaian Jawa dengan ikat kepala model Jawa Timur. Dia mengaku sebagai Ki Tunggul Wulung, yang boleh dikatakan sebagai nenek moyangku.

Karena tidak siap untuk mencatat, maka malam itu kami hanya ngobrol dengan Ki Tunggul Wulung, dan bertanya tentang segala sesuatu. Yang bisa aku ingat dan aku tulis disini antara lain sbb.”

 Ki Tunggul Wulung hidup pada zaman Brawijaya I s/d III, kuburannya berada di puncak gunung Lawu membujur ke selatan. Sekarang sedang berkelana ke daerah pantai utara. Sepertinya di pesisir utara ada perselisihan antar kelompok.
 Raja Jayabaya adalah ratunya ratu pada waktu itu, yang mendapat penglihatan dan mencatatnya. Dia raja yang jujur dan bersih yang begitu dekat dengan rakyatnya. Catatan tersebut seperti yang kita kenal sebagai jangka Jayabaya.
 Dia mengaku sebagai nenek moyangku namun bukan keturunan langsung. Nenek moyangku berasal dari kakaknya, yang berkarya di Jawa Tengah, sedangkan dia di Jawa Timur. Dikatakan aku trah dari Solo sedangkan dia trah Jawa Timur.
 Dia berkata :”Gustimu karo Gustiku pada, lan aku uwis ana papan minulya. Aku durung ketemu karo Gusti Yesus secara langsung. Amarga ora ana sing ngancani, mula aku teka ana kene arep wawan guneman karo kowe kabeh.”
 Dia memberi simbul calon presiden terpilih adalah simbul huru BBB yang berarti bapak-bapak berbudi. Aku sudah menangkap yang dimaksud pasti pasangan SBY- Boediono. Jika tidak salah dengar dikatakan hanya satu putaran sudah selesai. Simbul tersebut hampir sama sewaktu aku berdua dengan pak Pudjono yang diberi simbul B, kemudian gambar SBY sedang berpidato.
 Simbul selanjutnya di Jawa Timur sedang berpesta bersama pasangan nomor dua. Pasangan nomor satu di Jawa Tengah sedang berkumpul seperti sedang rapat evaluasi. Pasangan nomor tiga sedang memegang sebuah bata merah dan dipecah menjadi dua, kemudian dibuang.
 Setiap orang yang hadir diberi simbul rohani untuk saat itu, dan simbulku dompet kecil dan suara :” Sing ati-ati, aja boros.” Kemudian simbul seperti karung gandum yang isinya tinggal sedikit dan diikat. Memang bulan-bulan waktu itu banyak pengeluaran. Yang aku tangkap adalah bukan berhubungan dengan materi, namun imanku yang melemah, karena gampang tergoda oleh nafsu duniawi. Saat itu aku baru kesengsem bermain internet dan kebablasan.
 Kami bertanya tentang roh-roh yang sudah meninggal, namun tidak semuanya dijawab.
1. Roh pak Harto masih kerasan tinggal di bumi, seperti ada yang ditunggu
2. Roh Bung Karno membuatnya bingung, karena di atas ada namun di Kediri juga ada. Entah sedang berkarya apa
3. Roh orang tua kami dan maupun teman-teman yang baru meninggal tidak diberi jawaban.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jagalah kesantunan dalam berkomunikasi, walaupun diselimuti kemarahan, kejengkelan, tidak puas dan sejenisnya.