Kamis, 29 Oktober 2009

Pengalaman 8 Oktober 2009

8 Oktober 2009
Malam Jumat Klwon kami berkumpul di rumah pak Mardayat. Yang hadir pak Yohanes, Agus Budianto. Sumadi, Andil Bukit, Abarham, Sumeri, Pudjono, Weking, Wahyanto dan aku sendiri.

Setelah doa pembukaan oleh pak Wahyanto, yang kelihatan pak Pudjono seperti bumi berputar yang dikelilingi lingkaran kabut. Kemudian berubah menjadi cincin perempuan. Kemudian terlihat kepala harimau menjulurkan lidah.

Sekitar pukul 21.45 Tuhan Yesus berkenan hadir dan kami semuanya mengucapkan terima kasih atas perkenan-Nya. Tuhan Yesus masih kelihatan jauh dengan aura di kepala-Nya.

“Apa penjalukmu tak turuti. (aku bertanya tanda datangnya roh jahat atau roh baik, karena sebelumnya ngobrol tentang itu) Yen batinmu nolak kuwi ala, yen batinmu sarujuk kuwi becik. Kuwi mung salah sawijine ciri.”

Pak Yohanes bertanya tentang ajaran di Manado yang main tampar. “Becike ajaran kuwi ora kok gugu, wong kowe ora ngerti tenane. Mengkone mundak ngaco pikiranmu. Wong ajaran-Ku wae durung nganti entek, kok mikirake kuwi.”

Kemudian datang pak Dibyo dan pak Hartono. Mereka diminta berdoa sebentar kemudian diberi komuni oleh Tuhan Yesus sendiri.


Pertanyaan pak Pudjono yang melihat gambaran di Mekah, dipuncakNya Tuhan Yesus tersalib. Orang yang ingin naik dan membuka paku berjatuhan. :”Salib-Ku, salib Kristus ora mung kanggo kowe ananging kanggo uwong kabeh. Dheweke ora bisa nyentuh epek-epek-Ku, mulane padha tiba. Uwong-uwong kuwi padha ndhekem kepengin dijamah ananging nganti saiki Gusti durung kersa. Kahanan kuwi uwis berlangsung suwe ananging kowe ora tau nggatekake.”

Pertanyaan masalah urutan gempa bumi dari Tasik sampai Padang apakah alami atau kehendak Tuhan :”Aja nggandheng-gandhengake mengkono mundhak Gustimu ora kanggo. Uwis menenga wae, mengko rak tundhuk. Aku kepengin mbagekake ananging jiwane durung tekan nderek Gusti.”

Pertanyaan tentang doa „Ya Yesus terkasihku aku berdoa ......” :”Kuwi asale saka santo Paulus amarga dheweke ndhisik ya kaya kuwi. Aku nerusake dongane kanggo kowe kabeh.”

Penjelasan tentang Pengkotbah :”Urip sing diarani sia-sia kuwi uwong sing ora bisa ngrasakake urip. Yen kowe bisa nggoleki Gustimu kuwi sing disebut anugerah. Sing ana bahagia sukacita lan tentrem. Sia-sia kuwi malah bisa dadi sial. Sing jenenge sial kuwi rekasa donya. Yen wis mati kabeh tentrem. ananging dalane beda-beda. Ana sing suwe ana sing cepet amarga ajaran jarene Gustine beda-beda.”

Pertanyaan pak Hartono bahwa kami bertiga belas, apakah kehendak Tuhan :“Jare angka 13 kuwi pageh mulane yen kurang ya ana ijole tetep dadi 13. Angger-angger dhawuh Dalem wis ditemtokake yen kuwi 13. Dadi yen kurang siji kudu dijangkepi dadi 13.”

Pertanyaan tentang isteri hanya satu, perceraian :“Gusti wis nemtoke yen bojo kuwi mung siji. Sing milih kowe dhewe, sing nemtokke kowe dhewe, koq banjur diulihake nyang wong tuwane. Janganlah terjadi kecemburuan, janganlah terjadi ketidak adilan. Yen sing takon wong wedok jawabane beda. Yen ana wong wedok jawaban-Ku tetep ora oleh, wong wis pilihane dhewe. Bab selingkuh, becike balia ana dalan sing sak mesthine, aja mbok lakoni. Kena apa mesthi pisah ranjang. Becike dikandhani kon balik.”

Pesan untuk paguyuban Durpa :”Sebab kowe uwis ngerti sapa Gustimu lan Aku ngerti sapa kowe. Mula kowe padha kumpul. Bumi kuwi bunder dadi ora ana kiblat, Gustimu ana tengah. Bengi iku becike aja turu dhisik. Roh Kudus bakal rawuh. Mengko yen Roh Kudus rawuh, tandha-tandhane ana sing ngrasakake kupinge semenging. Terus kandhanana yen Roh Kudus wis rawuh. Mengko tandha-tandhane hening. Nek ana sing kemrungsung kepengin ndang bali , becike ngadeka dhisik.”

Kami berdiri dan masing-masing diberi sesuatu oleh Tuhan. Aku diberi tanda salib di dahi kemudian diberi cincin tidak kelihatan yang aku pakai di jari kelingking kanan.

Kemudian ada acara makan malam dan satu persatu mulai pulang. Kami tinggal berempat dengan pak Pudjono, pak Mardayat dan pak Sumeri. Karena mengantuk dan sudah pukul 02.45 aku dan pak Sumeri mendahului pulang. Pagi itu ada gempa di Sukabumi. Ada gambaran bahwa Yogyakarta masih akan terkena gempa lagi.

Pengalman Mei 2009

Pengalaman Rohani di bulan Mei 2009

13 Mei 2009

Hari Selasa malam pak Pudjono datang dari Yogyakarta dan aku jemput, langsung mampir ke rumah pak Mardayat. Kami ngobrol di teras rumah dan pak Pudjono mengatakan bahwa Tuhan Yesus hadir dengan pakaian putih, namun tidak turun untuk menghampiri kami. Sepertinya Dia hanya memberikan tanda bahwa selalu menyertai kami dan kemudian kondur ke atas. Akhirnya pak Pudjono menginap malam itu di rumah pak Mardayat dan aku pulang ke rumah.

Keesokan harinya aku datang lagi untuk mengantar pak Pudjono mengambil uang pensiun. Secara kebetulan bapak ibu Suyono datang menengok keponakannya, bapak ibu Mardayat yang sudah lama tidak berjumpa. Kami ngobrol di teras rumah dimana ibu Suyono bercerita begitu banyak. Kemudian sebelum pamit ibu Suyono berkata ingin berdoa terlebih dahulu. Setelah selesai berdoa, pak pudjono mengatakan bahwa ada yang dilihat bahwa di meja ada photo Tuhan Yesus dan sebuah lilin menyala. Ibu Suyono kaget koq bisa melihat yang tidak kelihatan, bagaimana caranya. Rencana pamit diundur dan kami ngobrol kembali panjang lebar. Ibu Suyono berdoa kembali dan kemudian yang dilihat pak Pudjono sudah berubah, lilin masih menyala dan ada patung Tuhan Yesus seperti dibuat dari lilin seukuran manusia normal di hadapan bu Suyono. Karena tidak ada bisikan yang terdengar, kami ngobrol tentang simbul-simbul tersebut dengan pikiran dan nalar yang kami perkirakan.

Akhirnya mereka berdua pamitan dan mengundang kami untuk singgah di rumahnya di daerah Setiabudi atas dan kami sanggupi. Kamipun pamitan kepada keluarga pak Mardayat untuk mengambil uang pension dan pulang ke Girimande.

Rabu malam itu aku dan pak Sumeri berkumpul di rumah pak Pudjono bertiga, ngobrol berbagai macam tentang novena yang baru saja kami selesaikan. Tidak ada utusan yang kelihatan rawuh namun ada suara dan simbul-simbul yang didengar pak Pudjono, apabila kami bertanya sesuatu. Saat tersebut kami manfaatkan untuk bertanya tentang permohonan doa yang diminta oleh saudara-saudara sewaktu novena. Ada keluarga yang sudah tiga belas tahun mendambakan anak, ada calon legislative yang ingin berhasil dan yang lainnya lagi termasuk saudara pak Yohanes yang sakit di Ngawi.

Kemudian kami bertanya tentang simbul-simbul kami secara pribadi pada saat itu. Pak Sumeri dengan keluarganya maupun pak Pudjono diberi simbul bermacam-macam dan ada suara yang menjelaskan secara samar dari simbul-simbul tersebut. Aku sendiri diberi simbul linggis, alu penumbuk padi, kemudian simbul mengumpulkan bambu yang dipotong-potong diikat seperti membuat konstruksi. Kemudian simbul mengumpulkan balok kayu yang juga diikat seperti membuat konstruksi dan yang terakhir simbul jala ikan. Kami mengira-ira maksud simbul tersebut dan ada suara yang berbunyi :”Niat ingsun gawe becik.” Mungkin ini suatu doa pendek yang harus selalu aku ucapkan.

Setelah selesai dengan simbul, kami bertanya kira-kira ada tulisan apa di rumah kami masing-masing, karena ibu Suyono menceritakan bahwa dia memasang gambar Tuhan Yesus di ruang makan apakah diperbolehkan. Beliau berdua sebagai umat dari GKI yang jarang memasang gambar-gambar, kecuali photo keluarga. Dalam pandangan pak Pudjono di gambar Hati Kudus Tuhan Yesus yang Mahakudus ada tulisan yang tidak begitu jelas, sepertinya sosiete (?) of Yudea.

Rumah pak Pudjono maupun pak Sumeri ada tulisan yang diberikan dan maksud ungkapan tersebut disampaikan, untuk dikupas masing-masing. Biarlah itu menjadi renungan pribadi dari setiap keluarga.

Dalam pandangan pak Pudjono di rumahku ada tulisan :”Home of candidate” dan terdengar banyak orang yang meneriakkan kata-kata :”Hoya - hoya - hoya.” Aku bingung dan bertanya apa maksudnya dan ada jawaban :”Neptune ketemu.”

Kemudian ada tulisan seperti bahasa Latin :”Huma we Ave Curate Ole Home (?)” Apakah tulisan itu betul atau salah karena kurang begitu jelas. Kemudian kelihatan ada simbul lingkaran bulat tiga buah (000). Hal ini mengingatkan aku akan simbul Allah Tritunggal yang Mahakudus.

Simbul kami bertiga pada malam itu adalah kata-kata :”Wong telu temu widi” dan kami agak bingung. Kemudian suara lagi :”Wong telu sawitri asih” yang menambah bingung. Maklum bahwa bahasa Jawa kami tidak begitu bagus sehingga tidak mengerti maksud kata-kata Jawa lama. Kemudian dijelaskan dengan suara :”Saling ana kasih”

Kami juga bertanya tentang perkembangan rencana mendirikan gereja di Gedebage, bahwa masih ada dua orang yang menghambat. Simbul yang diberikan adalah dua orang tersebut dirangkul dikiri dan dikanan. Kemudian simbul banyak orang yang sedang saling berangkulan. Setelah itu muncul simbul sedang toast mengangkat gelas ke atas bersama-sama. Jika ingin disyarati dengan sarana, maka cukup rempela ati ayam dibungkus dengan ususnya dipendam di sawah yang ada di tempat itu.

Pagi sudah menunjukkan pukul 02.30 maka kami pamitan pulang, karena pagi harinya akan ada acara lain yang harus kami lakukan.


14 Mei 2009

Kamis malam aku, pak Pudjono, pak Sumeri dan bapak ibu Mardayat pergi ke rumah bapak ibu Suyono untuk bersilaturahmi. Ibu Suyono bercerita banyak sekali tentang pengalaman kesaksian hidup yang dialami serta menceritakan seluruh anak cucunya. Selesai makan malam kami mulai berbicara tentang firman Tuhan. Dan kita diminta untuk membuka Alkitab. Tuan rumah mengajak membuka Amzal 5:15 yang ditafsirkan bahwa air kencing sendiri sebagai obat penyembuhan, kemudian menceritakan kesaksian-kesaksian penyembuhan.

Karena bercerita tentang firman, maka membuka Injil Yohanes yang bercerita tentang Firman sebagai awal mula kejadian. Pak Pudjono bertanya kepada yang di atas apakah yang dimaksud dengan firman itu, dan dijawab yang kurang lebih :”Firman iku janji sing kudu ditepati. Yen ora ditepati, jenenge kuwi mung krungu. Sing sapa nampa kudu diestokake. Mula kowe kabeh kudu wani ngestokake. Firman kuwi ana telu, kang kapisan Gusti piyambak. Kapindho manungsane kang nampa, lan katelu kuwi kesepakatan antara manungsa kaliyan Gusti.”

Untuk kita yang berkumpul :”Kanggo kowe kabeh ya sing uwis kok wetokake ana atimu.”

Kemudian dalam penglihatan pak Pudjono datang seorang perempuan yang mengaku bernama ibu Subandi. Dia berkata yang kurang lebih :”Aku dongakna gen endang diswargakake.” Hal ini cukup membuat bingung untuk bapak ibu Suyono dan bertanya apa maksudnya. Kemudian kami berdoa spontan masing-masing kepada Tuhan, mendoakan ibu Subandi yang masih ada hubungan keluarga dengan keluarga besar pak Mardayat maupun ibu Suyono. Pak Sumeri sendiri yang berdoa kepada Bunda Maria dan hal ini mengingatkan aku bahwa penampakan Bunda Maria di Fatima dan di rumah Pasirimpun sewaktu retreat.

Berkisar pukul sembilan malam Gusti Yesus kersa rawuh piyambak, berdiri di tengah-tengah kami menghadap ke ibu Suyono. Ada suara yang didengar pak Pudjono :”Saiki Aku sembahen” Hal ini disampaikan kepada ibu Suyono dan ia bertanya siapa yang akan disembah karena kata Gusti saja dianggap bisa berarti ganda, yang bisa dipakai untuk orang-orang di kraton. Dia mengatakan harus komplit Gusti Yesus. Kami semua turun dari kursi ke lantai untuk menyembah-Nya dan berdoa masing-masing.

Tuhan Yesus berkata :”Aku aja kok unek-unekke. Aku ora perlu disangsikan. Sing rawuh ya Gusti Yesus.” Kemudian Tuhan Yesus menjauh ke belakang ke dekat tembok untuk memberi kesempatan ibu Suyono bercerita. Yang kelihatan kemudian adalah selendang putih yang menjulur dari atas ke bawah. Dalam pikiranku yang terbayang Bunda Maria, namun aku bertanya maksud dari selendang seperti sutera tersebut dan dijawab :”Dalan sumbering urip iku saka ndhuwur. Kuwi mau rak gantine Aku.”

Kemudian Dia berada di depan ibu Suyono kembali dan menjadi kecil, seperti patung di atas meja. Kami mempersilahkan kepada ibu Suyono untuk ngobrol dengan Tuhan, jika ada uneg-uneg yang akan disampaikan. Kemudian bu Suyono berdoa panjang sekali untuk anak cucunya. Tuhan Yesus kemudian berbalik arah menghadap ke pak Sumeri dan sejenak kemudian berkata :”Uwis cukup, Aku tak kondur.” Setelah itu tidak kelihatan lagi.

Kemudian pak Pudjono bertanya simbul iman kami masing-masing untuk malam itu. Simbul untukku malam itu yang dilihat pak Pudjono sepertinya aku memakai seperti stola sedang memberkati banyak orang satu persatu dengan tanda salib. Simbul kedua sepertinya aku membawa Kitab Suci tetutup yang ditumpangkan ke kepala kepada banyak orang. Simbul ketiga sepertinya aku sedang merangkul seseorang dan membisikkan sesuatu ke telinganya. Demikian seterusnya kepada banyak orang. Simbul kepada yang lainnya biarlah menjadi renungan dan rahasia pribadi masing-masing.

Kemudian kami pamitan pulang karena sudah hampir tengah malam. Kurang lebih enam jam kami berkumpul bersama untuk ngobrol yang rohani.

Terima kasih Tuhan Yesus, terima kasih Bunda Maria bahwa beberapa hari ini kami dipertemukan dengan orang-orang Katolik maupun Protestan yang membutuhkan bantuan kami. Kami hanya bisa berbicara yang semoga sesuai dengan firman yang telah diajarkan. Amin.


15 Mei 2009

Jumat malam itu aku ke rumah pak Pudjono karena dia sendirian di rumah. Kami ngobrol tentang pengalaman rohani di rumah keluarga pak Suyono, antara lain kehadiran arwah ibu Subandi yang minta didoakan. Aku juga menghubungi pak Bachtiar menyampaikan penampakan dan pesan untuk rencana pembangunan gereja di Gedebage.

Dalam pembicaraan berdua kami bertanya-tanya bagaimana sebenarnya orang-orang suci yang berada di surga itu. Yang kita lihat selama ini bisa berpakaian macam-macam, malahan ada yang berwujud seperti binatang yang mungkin hanya simbul. Akhirnya kami bertanya kepada Tuhan Yesus sendiri tentang pemikiran kami selama ini. Dan pikiran kami membayangkan bagaimana jika kita ketemu saudara tua yang meninggal sewaktu anak-anak, dan kami sekarang sudah berkisar enampuluhan tahun. Apakah saudara tua kita itu tetap anak-anak dan kita sudah tua. Nyatanya Gusti berkenan menjawab pertanyaan kami, walaupun tidak ada wujud yang kelihatan.

:”Pakaian kaswargan ikut putih kabeh lan nempel ana kulit. Iku kang disebut kulit kajang. Kabeh kulite padha. Kulit surgawi, kulit putih resik, ora ana abang ora ana ijo”

Mengapa yang kami lihat dengan mata rohani seperti orang biasa?
:”Ya kuwi kulit kang ngetoki kowe, gen kowe bisa ngerteni, maknani, saka ngendi asale. Pokoke ana swarga kuwi ora ana lanang lan wedok, cendhek dhuwur. Kabeh putih resik. Umur ya mangkono, kabeh padha, ora ana tuwa ora ana enom, kabeh padha.”

Tentang mekrad Dalem Gusti :”Lha yen kuwi tandhane beda, supaya kowe bisa mangerteni endi sing kudu disembah. Lha mengko yen Gusti rawuh, kowe malah lali. Kuwi pathokane kaya sing diajarake gereja.”

:”Yen kanggone Gusti, kabeh kuwi padha. Lha yen kowe rak isih kudu milah-milahake, endi sing kudu digugu, sing kudu ditolak. Mula kuwi kowe kudu ngerti Gusti sing kudu disembah, gen ora kleru.”

Kami bertanya bagaimana menjawab orang yang belum bisa melihat meragukan pengalaman rohani ini dan dijawab :”Jawabane ana rasa. Yen uwis dirasakake terus dikunyah, diudhari, bener tenan apa ora, banjur dicocokake nganggo ajaran kang wus kok tampa. Lha neng kono ajaran spesial, ajaran kuwi mau kanggo meyakinkan yen Gustimu rawuh. Bab warnane, rupane, asale kudu dilalekake. Intine Gusti wus rawuh ana ngarepmu. Yen kowe nganggo rupa, asal, malah mundhak kesuwen, malah lali intine. Banjur matura :Gusti, manunggala kaliyan kita. Banjur ana kono Roh Kudus sing bekerja.
Mula sing jenenge wening kuwi penting. Ngerti yen Gusti rawuh, uwis manunggal, uwis meresap. Banjur munia :Gusti kula aturi ngendika. Jawabane ana atimu, aja kok jawab nganggo pikiranmu, karepmu lan sateruse. Jawaban kuwi secara spontan ora muasake kang takon, sebab jawaban ora ilmu, ora ilmiah ananging rasa kang susah diandharake. Wis, pikiren dhisik.”

“Biarlah Roh yang berbicara. Dadi Gusti rawuh kuwi Roh sing guneman, dudu kowe. Mulakna kowe isa nampa lan isih isa omong karo Darmono”

Kami ngobrol kembali merenungkan pesan ini dan kami teringat tulisan yang di gambar lukisan Tuhan Yesus di rumah ibu Suyono (societe of Yudea). Kami bertanya tentang makna tulisan tersebut, yang kelihatan malah tulisan kembali :”Yudea show in marite (?) of guide. Galilee was Sodom, Galilee was gerand (?)” Hal ini malah membuat kami semakin bingung dan bertanya apa yang dimaksud dan dijawab :”Tegese sugenge, utawa purba wasesane. Swargane uwong Yahudi dudu Galilea ning Yudea. Ya kabeh ketemu ana kono. Memang ajarane Gusti berkembang lan ditampa ana kono. Wiwitane Gusti mijil rak ya ana kono.
Bait Allah kuwi bisa ora ana, nanging mujizat tetep langgeng. Yerusalem kuwi rak tempate ziarah, dudu mujizat. Yerusalem kuwi tempat ziarah lan ibadat. Dadi sucine ya ana Yehuda. Yehuda kuwi rohe, Yerusalem panggonane. Yerusalem Baru kuwi hidup yang membahagiakan. Tegese Yerusalem baru kuwi lepas. Yerusalem Baru kuwi lepas saka belenggu urip. Yen kowe bisa nemokake Yerusalem Baru, kuwi mukti. Mukti kuwi dudu kadonyan. Yen kowe nggoleki swarga, kudu donyane dhisik. Dadi loro-lorone ora bisa lepas.
Yerusalem kuwi didelok nganggo mata, yen Yerusalem Baru didelok nganggo rasa ing jero ati”

Yang terlihat untuk simbul Yerusalem adalah tempat yang bertembok seperti kerajaan. Sedangkan simbul Yerusalem Baru adalah : orang atau anak yang dipangku oleh orang yang bersila kemudian terus didudukkan di tempat agak tinggi. Simbul kedua orang bersila tersebut sedang merias si anak, kemudian diletakkan berdiri di sisinya..

Kemudian kami bertanya tentang Amzal 5:15 dan dijawab :”Uwong kuwi asale saka uyuh, mati karo urip njaluka saka uyuh. Mula yen nambani nganggo uyuhe dhewe, dudu uyuh jaran. Uyuh kuwi suci. (air kencing dan air mani) Loro-lorone suci, kari butuhe lan d inane.”

Kami bertanya kalau kencing di tempat yang dianggap angker dan dijawab :”Kuwi rak mung galak gathung. Paribasane diisingi. Tegese diisingi kuwi mung dipledhingi.”

Perihal ampuh mana antara ludah dan air kencing dijwab :“Sing marahi temama dudu barange, ning niate.”


19 Mei 2009

Pagi hari itu aku berdua dengan pak Pudjono ngobrol dan akan menengok Jack Hallan yang sedang sakit. Siapa tahu Tuhan berkenan menerima doa-doa kami untuk membantu dia. Sepertinya Tuhan sudah mengatur sedemikian rupa, karena keluarga Jack masih di rumah, malahan pak Weking, saudaranya dari Dumai bernama Asro dan Jhoni sedang berkumpul memasak ikan.

Jack Hallan kelihatan kurus dan berpikirnya mulai lambat. Isterinya bercerita bahwa dari asam urat yang berlebihan berdampak ke ginjal dan akhirnya ke jantung. Aku bercerita bahwa pengalamanku dengan ketumbar yang disangrai atau goreng sangan dan ditumbuk untuk dibuat minuman cukup menyembuhkan. Dalam penglihatan pak Pudjono malahan butiran jagung yang disangrai dan dimakan. Kemudian malah disuruh banyak memakan ikan bukan daging.

Pak Weking yang menjadi juru bicara sewaktu aku bertanya asal mula bertumpuknya penyakit. Rasa percaya diri yang jauh turun karena hasil tulisannya yang belum bisa masuk cetak, ditambah karena diberhentikan sebagai guru di yayasan dimana anak-anak semakin banyak membutuhkan biaya. Dalam pendengaran pak Pudjono ada suara yang meminta buku bab satu diperbaiki dan diperpanjang ceritanya. Kemudian Jack diminta untuk lebih percaya diri bahwa kehidupan ini memang harus tetap dijalani walaupun berliku-liku naik turun. Selama masih mau berjalan, pada saatnya pasti akan sampai ke tujuan.

Kemudian pak Weking menanyakan tentang kehidupan Asro yang sudah belasan tahun belum mempunyai anak. Dia pernah sakit karena ketakutan tertular virus sars (?) sewaktu di Singapur dan cukup parah, padahal dari hasil diagnose tidak apa-apa. Dalam penglihatan pak Pudjono, ada tembok besar yang menghalangi yang harus ditembus. Asro sendiri berkata bahwa sudah pasrah karena sekarang sudah empatpuluhempat tahun umurnya. Pak Pudjono sendiri bercerita bahwa sebelumnya didatangi roh yang melayang-layang mengaku bernama Lisa. Lisa sudah pernah berbentuk janin namun digugurkan oleh ibunya dan sekarang ingin masuk kepada siapa yang membutuhkan. Kemudian Asro diminta untuk menelan telur mentah yang mungkin sebagai simbul, kemudian diminta untuk menengadahkan tangan menerima Lisa tersebut.

Aku berkata jika memang Tuhan menghendaki, segalanya bisa terjadi. Dan aku mengingatkan bahwa Abraham menantikan kelahiran anaknya yang dijanjikan selama belasan tahun. Kemudian simbul yang dilihat pak Pudjono ada boneka perempuan di atas meja. Kami berdoa bersama mengucap syukur akan kebaikan Tuhan dan dilanjutkan dengan makan siang bersama. Aku dan pak Pudjono merasakan bahwa bulan ini menjadi bulan yang penuh berkat.

20 Mei 2009

Pagi-pagi aku ke rumah pak Pudjono karena akan mengunjungi keluarga pak Suyono. Sebelum berangkat kami mampir dulu ke rumah pak Mardayat untuk memberi tahu. Pak Mardayat sendiri sudah berangkat ke rumah sakit untuk kontrol kesehatan dan kami hanya lapor kepada ibu Mardayat.

Kedatangan kami berdua disambut dengan penuh sukacita bagaikan tamu yang tidak disangka-sangka. Kami ngobrol macam-macam tentang Kitab Suci dan ibu Suyono yang lebih banyak bercerita tentang kesaksian-kesaksian yang dialami selama mengikut Tuhan Yesus, menjadi guru sekolah minggu, menarik banyak orang menjadi pengikut Kristus serta kehidupan anak-anaknya yang empat orang.

Sewaktu selesai makan siang bersama, pak Pudjono mengatakan bahwa ada simbul gajah yang kita kenal sebagai Ganesha. Saya katakan bahwa selama ini simbul gajah memberi makna sebagai ilmu pengetahuan yang duniawi maupun rohani. Karena tidak ada tanggapan, kami tidak membicarakan kembali untuk menggali mengapa yang kelihatan simbul Ganesha.

Setelah beberapa waktu ngobrol, pak Pudjono mencoba untuk bertanya kepada Tuhan yang tidak kelihatan, kira-kira pesan apa untuk keluarga bapak ibu Suyono. Suara yang terdengar kurang lebih :
“:Tamakna antepe atimu kanggo uwong sing mbutuhake. Dongakna kanggo uwong lara lan kecumpen. Ujarna kanggo uwong kang ora krungu, ndhak malah dadi watu sandhungan. Tutugna anggonmu silih kasih. Gatekna pangeram-erame Gusti, kabeh mau bakal kaleksanan. Tuhan memberkati. Gulawenthahen anak-anakmu kang uwis kok tampa.”

Pak Pudjono mengatakan bahwa kami berdua sebagai saksi bahwa pesan tersebut telah disampaikan untuk keluaga ibu Suyono. Kemudian pak Pudjono meminta bapak ibu Suyono gantian menjadi saksi untuk kami berdua, kira-kira pesan apa yang akan disampaikan Gusti untuk kami. Pesan untuk pak Pudjono :”Terusna karyamu. Kudu bisa nglalekake omah. Nuruta dhawuh-Ku, rezeki kuwi uwis ana dhewe saka Aku. Age-agea menyat, akeh uwong kang nunggu, kang nggoleki lan mbutuhake. Gong-mu uwis ana.”

Kemudian pesan untukku :”Wengkunen uwong kuwi, ben karyane akeh lan lancar. Dora sona ilangna (aja sok ambeg). Atimu anyar kudu kok bukak kanggo nylametake uwong. Gustimu bakal rawuh sadurunge kowe padha turu. Laksanakna, Tuhan memberkati”

Kemudian kami pamitan karena ingin menjenguk Budi Prakosa saudara pak Pudjono yang sakit kanker usus. Karena di rumahnya kosong, kami langsung ke RS Adven walaupun belum jamnya. Aku begitu kaget dan trenyuh karena anak remaja tersebut begitu kurus tinggal tulang dan kulit. Pak Pudjono meminta aku untuk mendoakan dan memberkati walau keluarga tersebut muslim. Aku berdoa memohon kepada Tuhan Yesus maupun Bunda Maria, kemudian aku memberkati seperti prodiakon, bukan sebagai imam. Semoga Tuhan memberikan yang terbaik bagi keluarga tersebut. Sebagai manusia, aku mengharapkan mujizat agar Tuhan semakin dipermuliakan.

Malam itu aku menghubungi ibu Pudjono biar berbicara langsung dengan pak Pudjono, dan seperti sudah diatur oleh Tuhan. Acara sembahyangan seribu hari ibunya pak Pudjono diundur seminggu, sehingga pak Pudjono bisa mendampingi adik misannya.


21 Mei 2009
Kamis malam Jumat Kliwon seperti biasa kami berkumpul bersama di rumah pak Mardayat. Yang hadir pak Andil Bukit, pak Weking, pak Yohanes, pak Abraham, pak Sumeri, pak Sumadi, pak Pudjono, pak Siahaan dan aku sendiri. Jadi bersepuluh.

Kami ngobrol macam-macam termasuk musibah pesawat Hercules yang membawa banyak korban, para calon presiden yang sudah mulai kampanye. Berkisar pukul sembilan malam acara aku buka dengan doa dilanjutkan makan malam. Selama doa tersebut, yang kelihatan oleh pak Pudjono dan pak Sumeri orang berpeci hitam. Dari pengalaman selama ini, sepertinya simbul bahwa akan ada yang meninggal dan kita kenal.

Pada malam itu sepertinya Roh Kudus berkenan hadir ke dalam diri pak Sumadi, yang kemudian berbicara memberi petuah-petuah. Simbul yang kelihatan sepertinya ada sinar putih yang masuk ke diri pak Sumadi.

Malam itu memang tidak ada yang kelihatan kecuali suara yang dapat didengar oleh pak Pudjono. Karena hari itu pas peringatan kenaikan Tuhan Yesus diangkat ke surga, maka kami bertanya tentang kenaikan tersebut. Jawaban yang kami terima lewat pak Pudjono kurang lebih sbb. :”Mati, banjur wungu lan ora mati maneh amarga uwis dikalahake. Yakuwi kang disebut Tuhan beserta kita. Allah saka Allah, Roh saka Roh. Roh Allah kang Mahakuwasa kang nyembadani kowe. Dadi Roh kang turun. Yen ora katon, kuwi dudu urusanmu.”

“Roh kang mudhun menyang sawijining uwong iku kang disebut karunia.”

“Ya mung Gusti Yesus kang dipanjingi Roh kang Mahasuci”

“Roh Kudus kuwi sing duwe Aku, tumurun ana Gustimu, mula kuwat ngemban parentah Bapa ing swarga. Mula disebut Putra Kinasih. Kowe mung putra sembaran (?), putra kadonyan, diwengku didadekake siji untuk dipulihkan. Gampangane gen bisa munggah swarga. Dadi Gurti Yesus Putra-Ku dhewe, lank kowe disebut putra aran. Ana kene sing penting janjimu menyang Aku, kang paring rupa, paring warna lan sipinunggalane. Pokoke sing milih kowe kuwi Aku, mula tak ajak mrene.”

Pak Pudjono bertanya tentang omongan kami berdua sewaktu dia berbicara, apakah mungkin sudah dirawuhi Gusti tetapi tidak diajak masuk ke dalam surga. Apakah itu kekawatiran atau kesombongan rohani. Dan dijawab :”Ora perlu kok ucapake maneh. Kuwi urusan-Ku. Kuwi jengenge ngilani. Mengko kowe mundhak malah kesandhung. Kena apa isih padha bimbang? Kudune rak malah manteb.”

Pak Pudjono bertanya lagi mengapa hanya ada suara, tidak ada yang rawuh, dan dijawab :”Durung wayahe.”

Kemudian Roh Kebijakanaan, Roh Mengajar masuk ke diri pak Abraham. Tetapi pak Abraham diam saja, hanya mengatakan bahwa tangan kirinya ada enerji yang masuk. :”Sajake Abraham durung siap nampa. Roh kang apik mlebu ana papan kang apik. Tangan kiwamu ana apane?”

Pak Pudjono bertanya arti Putra ontang anting dan dijawab :”Putra ontang-anting kuwi putra kan ora dianakke (tidak diperanakkan). Allah yang kudus, Roh kang kudus ana piyambake. Dadi yen ana pawongan sing nyebut suci, kuwi goroh. Tri Tunggal yang Mahakudus, liyane ora. Liyane kang ngaku kudus ora ana.”

:”Pandelenganmu ora tekan.”

:”Anak aran kuwi syarate gampang, mung saling mengasihi.”

Kami bertanya tentang kelompok Durpa, apakah sudah boleh disebut anak aran, dan dijawab :”Iya, berkah-Ku ana panggonanmu. Berkah-Ku tak pawehke menyang awakmu. Aku ora milih-milih, aja wedi.”

Kemudian ada perintah untuk pribadi masing-masing dan aku dikatakan :”Sasi iki lagi cupet, ora susah mulang dhisik.”

Kami bertanya tentang Injil Markus yang dibacakan pada pesta kenaikan Tuhan tadi pagi dan dijawab :”Injil iku diwartakake amarga kabar sukacita, kabar keselamatan. Aku ora ngudokake, ning panyuwun-Ku kowe kabeh melua Aku. Niru apa kang tak lakoni. Dibaptis kuwi sing percaya. Becike dibaptis amarga kuwi dadi tandha. Ajaran Katolik kuwi ajaran kebenaran, mula kudu dadi Katolik. Yen mung apik-apik wae ning ora bener, kuwi dudu Katolik.”

Pertanyaan baptis dan sunat
:”Nek kowe ora ngerti Gustimu ora apa-apa. Ning yen kowe ngerti Gustimu, kudu melu Aku, ngilangi bebendu gen slamet. Cekake mengkene, sunat kuwi ngilangi cilaka. Sing dikucuri banyu tegese slamet. Sing disunat njarag ora wani dibaptis. Sunat alami dudu sunat surgawi; sunat dhawuhe nabi dudu dhawuhe Gusti.”

:”Sunat dhawuhe Gusti kuwi kang wani nyirik, wani ora nglakoni sing dudu dhawuhe Gusti. Mulakna Sunat Batin kuwi luwih abot katimbang sunat alami, sebab ana janji wani nolak ora nglakoni. Dheweke bisa sak-emper karo kowe.”

:”Air baptisan kuwi tenanan, ora guyon. Sunat batin kuwi ngestokake dhawuh Dalem, ning ora wani baptis. Baptis kuwi paribasane yen sertifikate ana, bisa nyenyuwun kanggo munggah swarga. Sertifikat kuwi kanggo nyuwun slamet. Sertifikatmu patent, mesti munggah swarga.”

“Sing siji paribasane duwe sertifikat nanging durung di-cap. Mula kaya sing tak aturake mau, kudu nyenyuwun.”

Bagaimana dengan bayi yang dibaptis dan tidak dibaptis?
“Baptisane nylametake. Ora ana dina, ora ana tuwa, ora ana pakarya. Roh tetep bali munggah, roh kang suci”

Bagaimana dengan ajaran tentang dosa asal?
“Ora nganggo dosa asla. Dosa asal kabeh uwal. Dosa asal kuwi dosa kang tangeh lamun, ora ana ukurane. Dosa sawektu durung mengenal Allah. Dosa sing sejatine kowe ora ngerti.”

“Mengenal Allah kuwi mung mengenal angen-angen, durung ngerti wujude apa. Mengenal Kristus kuwi mengenal kang kuwasa, kang turun, kang nemoni. Dadi kowe luwih jelas lan ngerti, Gusti kang ketok, kang dinyatakake. Dadi Allah pada karo Kristus.”

“Dadi Allah kuwi tan kinira adohe, yen Kristus bisa digapai, ana tekane. Mula Gusti rawuh kuwi ana rasa. Sing peka ya gampang ketemu. Sing ora peka bisa ngrasakake karana liya; Ana soroting kalbu, banjur tuwuh rasa manteb, rasa percaya dhiri, rasa wani, rasa entheng, temama, rasa ana kancane. Conto liyane sing gampang yen lagi lara banjur sambat, Gusti nyuwun mantun, terus mari. Kuwi Gusti wus rawuh banjur ngurapi. Mung umume ora krasa.”

“Ora usah digagas, sing penting uwis duwe srtifikat.”

Pertanyaan pak Mardayat sewaktu berdoa terkadang bulu kuduk berdiri
“Gusti rawuh ora ngasta deduka ananging ngasta pepadhang, kudune ora wedi. Dadi rasane padha.”

Penglihatan tentang simbul-simbul seperti Semar atau salib
“Simbul Semar kuwi anggepen dewa kadonyan, dewa pengamping. Simbul salib kuwi jenenge sengsara, dudu musibah. Musibah kuwi thegseg. Yakuwi tingkatan kasangsaran, kurang senenge-ing ati, rasa penggalih dudu musibah, mung sawetara.”

“Musibah kuwi ana jadwale, ora bisa direka-reka, tekane dadakan njur thes. Kabeh kuwi ora bisa diukur nganggo akal, mula nyenyuwun tinebihna saking angkara.”

“Sing gawe musibah dudu Gusti. Musibah kuwi jane kahanan kang mengerikan, dahsyat. Kuwi ana jadwale dhewe-dhewe, ora bisa dikarang.”

Ungkapan Siapakah aku ini?
“Gusti ngerti kowe sapa lan kowe ngerti Aku sapa.”

”Gusti mekrad dina Sebtu Legi. Loro-lorone ora bener (Katolik dan Ortodox). Umume yen uwong Jawa senenge Sebtu Legi. Sebtu Legi kuwi wening, mula dipilih Gusti nggo mekrad. Kemis kuwi dina pathokan, dudu mekrade. Kemis kuwi warsa, tengah-tengah.”

Jawaban mengagetkan dan kami berhenti istirahat :”Bunda Maria kuwi lahir tanggal telu Januari (03-01 ?).” Acara ditutup dengan doa yang dipimpin pak Sumadi. Jam sudah menunjukkan pukul 01.12 pagi.

Simbul yang kelihatan sebuah huruf “I” kemudian “M” menjadi satu. Kami tidak tahu, apakah simbul tersebut dari Imanuel atau Iesus dan Maria? Aku pernah melihat simbul “IC XC” dari bahasa Yunani yang berarti Yesus kritus.


25 Mei 2009

Pagi itu setelah mengantar anak sekolah aku akan langsung ke Pasirimpun. Karena jalan macet maka aku memotong lewat Girimande, sekalian mengirim daun Ranajiwa untuk anak pak Pudjono. Kebetulan pak Pudjono masih di rumah, maka aku tidak jadi ke Pasirimpun malahan mengantar pak Pudjono menengok saudaranya yang sakit. Kami mampir dulu ke rumahku untuk ganti helm dan ngobrol sebentar dengan isteriku. Dia cerita bahwa ada surat dari True life in God Amerika. Aku buka dan aku bacakan sedikit tentang pesan Tuhan Yesus melalui Vassula. Ada mijizat di LA pada tanggal 18 Januari 2009 sewaktu Vassula sharing pengalaman. Bunda Maria berkenan hadir yang disaksikan banyak orang dan nyala lampu menjadi berubah warna keemasan (lihat di www.miracleinlosangeles.info).

Kemudian kami berdua pergi menengok yang sakit. Aku hanya bisa mendoakan dan menumpangkan tanganku ke dahi Budi Prakosa yang sakit, dalam nama Bapa, Putera dan Roh Kudus. Biarlah Tuhan sendiri yang berkarya, sesuai dengan kehendak-Nya. Sinar wajahnya sudah mulai redup karena hidup dari infuse yang bermacam-macam, warna hijau, bening, kuning dan putih susu bergantian.

Pulangnya kami mampir ke pondokan pak Sumeri, yang ingin bertemu dan kami ngobrol seperti biasa. Kemudian pak Pudjono bertanya kepada yang di atas, tentang persatuan gereja seperti pesan Vassula.

ada simbul Y dan suara :”Y iku Yahma (?), kuwi simbul umat Katolik. Lha yen Protestan simbule H kang tegese Habil. Habil kuwi ubah atawi muter. Simbul Ortodox O kang tegese orate, abdi utawi umat sing padha kumpul, tersohor. Paling kina.”

Kemudian pak Pudjono bertanya asal muasal yang berhubungan dengan Gusti sendiri. Yang terlihat oleh pak Pudjono simbul-simbul yang berurutan sbb.:

1. 2. kemudian huruf I dan M menjadi satu, 3. huruf P dan X menjadi satu, 4. telur putih, 5. simbul dua V yang satu terbalik menjadi satu ( spt XX), 6. kemudian XX tersebut di atasnya ada gambar bulat seperti wajah ada mata telinga mulut, 7. kemudian gambar orang laki-laki bersila,


1 ugil, Yahma kuwi mau
2 tegese mundhak satu tingkat, sampun gesang, sampun mandiri
3 sampun murba, sampun muncul, tegese gesang kang genep
4 tegese kari ngenteni, mudhal, ambegsa
5 sampun langkung sae malih, sampun dipun paringi asma, asmanipun I’llham…..
6 terus simbul O
7 terus nggoleki enggon kanggo mijil

8. kemudian orang tersebut berdiri merentangkan tangan ke bawah tangan tengkurab, suara “Mak jlug ke dunia”, yang 9. kemudian orang tersebut seperti berlutut berdoa tangan berpegang batu di hadapannya (di taman Getsemani?). 10. Kemudian terlihat gambaran orang sedang berjalan-jalan.

Setelah kami ngobrol lagi mencoba merenungkan apa yang kami terima, pak Pudjono melihat gambaran orang sedang bersila, sepertinya semadi atau sedang berdoa. Dan gambaran ini lama sekali, sampai kami pulang. Yang jelas kami semua bingung dengan simbul-simbul tersebut, apa makna sebenarnya, yang bisa ditangkap dengan mudah.

Minggu, 25 Oktober 2009

Oleh-oleh mengagetkan

Pengalaman Yogya-Solo
06-11-08

Hari Kamis pagi aku dan pak Sumeri berangkat ke Yogyakarta. Bus Budiman yang kami tunggu nyatanya tidak ke Cicaheum, sehingga kami berdua naik bus sambung-sambung sampai tiga kali. Sampai di rumah pak Pudjono sudah pukul 20.00 sehingga untuk mengikuti perjamuan Misa Kudus malam Jumat pertama di Ganjuran tidak terlaksana.

Karena sudah berniat ke Ganjuran, maka pada pukul 21.00 kami berangkat bertiga ke Ganjuran. Sampai disana pas bubaran misa kudus dan kami terus masuk dan duduk bersila di depan candi. Di sana ditahtakan Hosti Tubuh Kristus di dalam monstran. Dalam penglihatan pak Pudjono masih sepi-sepi saja. Mungkin suasana yang agak hiruk pikuk, para petugas yang menutup tempat gamelan, belum memberikan suasana sakral.

Sekitar pukul 23.00 mulailah terlihat Kitab Suci yang terbuka dan klinthingan. Kemudian kami pindah tempat dan Santo Petrus hadir sekitar pukul 23.05, malahan kami diminta untuk menghadap ke timur saja.

“Kowe wong telu ya uwis cukup mewakili kelompok Durpa. Kitab Suci sing katon mau, iku simbule sumbering urip. Ana kene sifate kapercayan sing ora dikudokake. Pancen, Gustimu sing milih. Kuwi kabeh gumantung ana uwonge dhewe-dhewe. Aku mung paring priksa yen Kitab Suci kuwi sumbering urip, sumbering dalan padhang. Madhepa ngetan wae, lan aja lali tanggale.

Kitab iki sumbering urip gantine ……. . Dadi uripmu, lakonmu ana perjanjian iki. Aku ora ngudokake urip. Ning kowe uwis ana ing sumbering urip. Dadi uripmu ora bisa lepas saka ajaran iki. Ora merga aku sing milih kowe, nanging kowe dhewe uwis sanggup ndherek aku lewat dalan iki, sing dadi dalane urip.”

Menapa amargi pak Petrus ingkang nyepeng kunci?
“Aku nggawa kunci, nanging sumbering urip ya ana Kitab Suci. Paribasane aku juru mbukak lawang. Sapa sing kepengin mlebu, tak bukaki lawang. Daftare uwis ana. Mengko yen Gusti uwis rawuh, aturna apa sing arep koq suwun, sing arep kowe slametake. ……… Saiki padha lerena dhisik.

Sejenak kami minum dahulu wedang rondhe. Kemudian kami kembali lagi dan ngobrol dengan pak Petrus. Kami bertanya tentang hukuman sedikit dan hukuman banyak, apakah berhubungan dengan Api Pencucian.

“Dhendane ing samengko amarga unsur kesengajaan, sing kapindho ana unsur selak. Sing katelu ana unsur mbodho. Ana kene dhendhane ora padha. Ning kabeh slamet. Sing kapisan ing unsur kesengajaan, biasane lali sedhela banjur bali maneh. Sing kapindho amarga mundur isin, lan iku rada angel. Ning Gusti isih nggoleki uwong mau, ngantu-antu baline. Sing katelu iku sing luwih angel. ana kono Gusti nglepasake. Ana kono uwonge jane ngerti, nanging selalu nrajang, selalu ingkar. Dhendhane malah kekal.”

“Kowe uwis ngerti Gusti Allahmu, ning kowe malah golek allah liya. Ing Ekaristi Suci sing dadi puncake, kowe malah metu. Kabeh padha nyembah kowe malah guyon. Iku contone sing sederhana. Sing jenenge Misa Kudus, Ekaristi, kudu wiwitan nganti bubar, kudu ana njero, kudu krungu kabeh.”

Lha kalau kita sedang ngalamun atau sedang blank dan sering dialami di dalam gereja?
“Jawabane ora ana.”

Lha kalau sakit jiwa?
“Yen babagan kuwi ora termasuk kelompokmu sing ngerti. Kuwi dudu kelompokmu, nanging kelompok sing diparingi welas asih karo Gusti. Justru berkate wutuh.”

“Api Pencucian kuwi dalan kang peteng, ora ana roh kang bisa nembus. Ora ngerti lor kidul, mung buneg anane. Sing bisa ngengakake dalan padhang, bisa metu, yen eling marang Gusti. Dadi siji-sijine dalan kang bisa nylametake, awakmu kang bisa ngudhari. Kudu bisa nyuwun marang Gusti. Gusti kang koq anut. Muga-muga suarane tekan marang Gusti. Banjur Gusti dhawuh mbukakake lawang, utawa lobang cilik kang ana sinare. Dadi Gusti kang paring pangapura. Roh kang ana Papan Pangentosan kuwi anane buneg, serba buntu. Malah sing isih urip sing bisa nduduhake, sing bisa nyenyuwunake marang Gustimu. Ya cepak atene kaya ngono.”

Bab mati suri atau cerita orang yang sudah mati kemudian hidup lagi.
“Intine lolos sukma sesaat, sawetara. Bab kedadeane beda-beda. Iku sifate alami. Mati suri ana unsur durung didhawuhi, durung ditimbali dening Gusti. Dheweke baline ya ora ngerti. Dheweke bisa crita sing dialami, ditemoni ana kana. Critane ora padha. Nanging dudu sowan Gusti.”

Kemudian mulai terlihat simbul segitiga piramid transparan, dua digandheng atau setangkep atas bawah.
“Kuwi tegese uwong telu kang dadi siji. Siji tujuane, siji lakune, siji kekarepane. Sing ndhuwur simbul urip, sing ngisor simbul kang urip. Sing ndhuwur simbul rohani, simbul dari atas. Sing ngisor simbul sing isih urip, ya uwong. Dadi kabeh mau kudu selaras, kudu seimbang. Dadi ana kene, simbul sing ndhuwur iku Tri Tunggal Kang Maha Kudus. Paribasan, kowe kuwi bayangane sing nduwur. Iku gambaran rohani, dudu duniawi.”

“Simbul uwong arep mati kuwi bayangane kuwalik. Sirahe ana ngisor.”

Kemudian sepi, dan ada simbul anak domba menghadap ke selatan dan ada bendera kecil warna merah tertancap di tanah. Simbulnya kemudian berubah menjadi kacamata dan ada selendhang warna kuning. Kemudian seperti gapura dengan tulisan DEO. Jika diperhatikan malah seperti gambaran gereja dari belakang atau dari dalam, tulisan DEO berada di risplang. Juga terlihat salib. Gambaran lain terlihat pohon palem dan blimbing wuluh. Kami merasakan bahwa Gusti kersa rawuh namun dengan gambaran yang agak berbeda dengan harapan kami. Kami bertiga berdoa memohon bagai saudara-saudara yang sudah meninggal dunia. Jawaban Gusti Yesus cukup pendek. “Uwis. Aturmu uwis tak tampa.” Kemudian berhenti sejenak dan ada kata lanjutan :”Uwis beres.” Matur nuwun Gusti.

Setelah ngobrol sejenak masuk tanggal 07-11-2008 pukul 01.40 terlihat simbul bulus besar agak hitam mulus. Dan kami menduga bahwa Bunda Maria yang hadir. Terus ada suara :”Koq gumyak temen, kowe saka ngendi?” Kami menjawab macam-macam.

Kemudian Bundha Maria terlihat memakai kerudung seperti berjilbab dan berdiri di depan kami.
Kemudian ada suara :”Ya kuwi yen uripmu angel, ning ora angel. Bundha uwis rawuh ning durung bentuk kasunyatan. Angka telu, iku telu-teluning atunggal. Mau rak uwis diparingi weweruh Gusti. Ora ana uwong kang luwih bisa njlentrehake. Sing bisa ya mung sing bisa nggoleki.”

Kita memohon agar banyak orang bisa berkumpul, berdoa bersama, membentuk kelompok rohani dan dijawab oleh Bunda Maria :”Kowe rak durung tau ndongakake mangkono ta? Mengko sedulurmu rak akeh. Rosario, sing penting akehe olehe ndonga. Aku ora njagakake rosariomu, nanging njagakake dongamu.”

Kemudian kami ngobrol yang sifatnya lebih pribadi yang berhubungan dengan kehidupan kami masing-masing. Pada intinya semua doa itu baik selama keluar dari hati jiwa dan akal budi. Tidak ada pakem bahwa yang baik harus begini dan begitu.

”wis saiki aku tak kundur dhisik.” Bunda kemudian hilang secara cepat tidak tahu arahnya kemana. Kami hanya bisa mengucapkan terima kasih. Waktu sudah menunjukkan berkisar pukul tiga pagi. dan kami tidur di bawah pohon kepel. Bangun sudah hampir pukul enam pagi, persiapan Misa Kudus pagi hari.


07-11-2008
Berkisar pukul 11.30 yang kelihatan buah pete satu lonjor yang sudah diambil dari pohonnya. Kami tidak tahu apa yang dimaksud dengan simbul tersebut. Yang jelas memang sedang musim petai.

Sator = sator arepo tenet opera ratos. Kata-kata ini yang diterima ibu Pudjono dari teman gereja. Kami tidak tahu apa maksudnya.

08-11-2008
Hari itu Sabtu sore aku, pak pudjono, pak Sumeri berkumpul di rumah mas Darmanto di Solo. Kemudian datang Edi dari Semarang yang sengaja aku undang. Kami ngobrol kesana kemari yang bersangkutan dengan pendalaman rohani. Kebetulan adikku Edi seorang muslim yang mendapat karunia lebih. Mungkin cenderung disebut paranormal. Banyak kesamaan pandang tentang yang rohani, walaupun kami berbeda agama.

Setelah hari sudah menuju ke hari Minggu, berkisar pukul 01.00, kami berdoa masing-masing. Edi pindah ke kamar untuk bertahajud. Setelah doa masing-masing termasuk yu Lasiyem isterinya mas Darmanto, ada suara dan Tuhan Yesus berkenan gadir sebentar. Katanya singkat :”Aja nyembah liya, mung sembahen Aku, Gusti Allahmu.”

Bagiku itu suatu penguatan iman yang bukan main, dan mengingatkan aku untuk tetap teguh kepada-Nya.


10-11-08
Hari Minggu setelah segala macam acara ke gereja, lamaran untuk adik selesai, kami berempat pergi ke Matesih dan menginap di rumah keponakan. Aku sendiri, mas Darmanto, pak Pudjono dan pak Sumeri. Malamnya sepi-sepi saja dan kami tidur berkisar pukul sebelas malam.

Senin pagi sekitar pukul 06.30 Santo Yusup berkenan hadir, memakai jubah putih dengan tali pinggang berwarna hitam. Kami bertanya macam-macam dan dijawab :”Yen ana donya kene sebutanku Ki Bromo Manunggal. Aku dadi bapake ana alam donya. Manggonku ana ngisor. Yen disebut sebagai malaikat aku iku Rafael. Yen mlaku kanggo kekuatan, sebuten aku, Yen ngusir setan ya cukup Mikhael. Aku ora lenggah amarga aku luwih dhuwur karo kowe. Secara jasmani aku seda sakuwise Gusti mekrad, secara rohani aku ora ana.”

Masalah orang sakit biasa dan biasanya kita doakan, sebaiknya bagaimana :”Ana kono ora ana peperangan, mula ditanggulangi secara duniawi.”

Terlihat bahwa di belakang Santo Yusup seperti ada malaikat yang bersayap, wajahnya tidak kelihatan hanya ada suara yang semakin keras :”Hooma..... Hooma.... .”

Pertanyaan tentang siapakah sebenarnya Sang Hyang Wenang dan dijawab :”Sang Hyang Wenang kuwi kekuatan duniawi.” Gambaran yang terlihat berbentuk bola berapi. Hal ini berhubungan dengan pertanyaan Edi di Solo.

Cara atau sebutan Bapak Yusuf :”Sebuten aku Santo Yusup wae, gen ora kliru karo wong liya, mengko ndhak kepotong dongane.”

Obrolan pagi itu terpotong karena ingin ke sungai di belakang rumah. ”Ora apa-apa, yen kepengin niliki kali. Anggepen variasi piye yen kepengin konsentrasi nganggo cara kungkum.”

Di sungai belakang rumah, pak Pudjono melihat ada orang yang menyeberang. Kemudian di belakangnya ada lagi seorang perempuan yang juga menyeberang ke selatan. Mungkin disitulah tempat penyeberangan bagi yang tidak kelihatan.

Malam harinya malah sepi. Pak Sumeri yang ingin mencoba kungkum di sungai tidak jadi karena hujan besar. Semuanya tidur sore, hanya aku dan mas Kardjo yang ngobrol sampai hampir pagi.

11 Nopember 2008
Hari Selasa pagi kami berempat pergi ke gua Bunda Maria di Tawangmangu. Perjalanan menuju ke sana nyatanya cukup berat. Jalannya cukup menanjak tinggi, yang membuat kaki dan nafas begitu berat. Di perjalanan entah di perhentian jalan salib ke berapa, kami didampingi oleh suster yang kulitnya agak kehitaman. Dia mengaku bernama suster Katrin dari Dompu. Katanya dia yang diutus piket mendampinhgi kami..

Setelah sampai ke gua, kami berdoa dan mengucap syukur.. Aku cuci muka dan mata karena kacamataku patah dan semua kelihatan tidak jelas. Aku tidak tahu mengapa gagang kacamata sebelah kiri patah sewaktu di Matesih setelah dari sungai di belakang rumah. Malamnya sewaktu mengunjungi makam Pangeran Samber Nyawa, yang sebelah kanan juga patah sehingga aku tidak berkacamata. Pak Pudjono mengatakan bahwa malam itu Pangeran Mangku Negoro ke empat datang menyambut kami, berpakaian kejawen. Anehnya juga, pak Harto juga selalu kelihatan dengan senyumnya yang khas. Dia malah duduk di kursi hanya mengenakan kaos singlet. Tidak ada komunikasi dengan mereka, karena semuanya tidak menjawab, sewaktu ditanya.

Di gua Tawangmangu kami dijemput oleh Santo Yusup dan kemudian Bunda Maria juga berkenan hadir. Dalam pandangan pak Pudjono sepertinya kami diminta membaca tulisan yang berjalan, seperti running-text di TV. Sayang tulisannya tidak begitu jelas. Apa yang tertulis di bawah ini mungkin betul mungkin salah karena tidak jelas.

“Youth of Matrix …….. Holl ae He we Ave ….. …. Ima … of the venture in centrum …. .. Holl ae He Ave ….. Holl ae He Ave ….. Holl ae He Ave ….. Holl ae He Ave ……”

Kemudian Santo Yusup seperti bicara :”Immanuel kuwi hamba Allah kang terpuji. Ya ana kene kuwi yen nggoleki. Padha karo papan liyane, ning ana kene luwih cerah.”

“The past venture of natural in Holl ae He Ave ….. fitures of manual to back ground of life ….. My movie in health the most control of life ….. The people of ceremony of Gregory.”

Kemudian seperti ada gambaran domba dan ada suara berbisik :”Entenana arep ana uwong siji sing ndherek.” Aku tidak tahu apakah yang dimaksud ibu-ibu muda berjilbab yang menjaga gua tersebut.

Kemudian ada gambaran seperti ceret untuk masak air, ada kursi singgasana tetapi masih kosong. Setelah itu ada gambaran menara berwarna kuning dan suara :”Homili” Sepertinya Santo Yusup yang berbicara :”Paribasan kowe uwong kang golek iwak. Nek arep oleh akeh ya ana kedhung. Mungkin angel anggonmu nggoleki utawa nyekel, uwong banyune akeh lan jero. Aku percaya yen kowe uwis duwe dalane. Ananging durung sempurna nyemplunge. Saka segi kualitas uwis mumpuni, ananging anggone nyekel iwak durung bisa, mula sering isih uwal.”

Kemudian ada simbul salib. “Underaning kamulyan kang sejati ana kono. Cekak aos nylametake.”

Kemudian running text keluar lagi.:“Measures of memory of your arbant (arbor?) of people …. graduated monolog ….. happy many people ….. moon the holy day …. we life of Son ….. we use comfort, commanded in your health ….. this is summary memory your venture …”

Kemudian ada suara :”Aku kepengin kupingmu, pandelenganmu luwih cetha, sebab iku bahasa sing kowe ora patek ngerti.” Kami menawar kenapa tidak bahasa Jawa saja dan dijawab :”Lha iya, mesthine saya suwe saya angel. Tembunge gen saya mateng. Kamardikan kuwi neng awakmu, ning Gusti ora meksa. Lerena dhisik, wektune isih suwe.”

Kemudian ada simbul gambaran mawar merah, dan Bunda Maria berkenan hadir dan berkata :”Aku kang diutus rawuh, aku kang diutus nemoni. Uwis jangkep, ana bapa ana ibu.”

Kemudian running text keluar lagi :” Kurahe (?) …….. . Uniform religious of dead (?) beautiful memory, like shine of beautiful of sun ….. Graduated most of loose the shine in this competence ….. at most many people. ….. You must most many grade to go up ….. .. We hope happy at new decade ….. This is memory to go on in circulation in the new main (?) my self ….. You must (most) spring help ….. no more time to the dead, because the more time was loose ….. . The Imma as use Emmanuel comfort …. many people we hope come back to God. ….. . You must increase happiness ….. Swallow ….. swallow ….. swallow ….. Holy memory like music in main (mind) …. .”

Kemudian sepertinya Bunda Maria pergi, tetapi Santo Yusup masih kelihatan berdiri dan suster Katrin mesih menunggui. Simbul mawar merah datang lagi, dan kemudian Bunda Maria hadir kembali.

Running text terlihat kembali :“The most situated (situation?) measure kindle (?) to break was loose ….. only sprayed with me ….. an adult ….. your health. …. You must like me to holy to got in curable critis (?) measure to God. ….. to use commanded to the world. ….. Deasure comfortable main ….. Declarated of holy …… submerge (?) on the world ….. Defactor immonolog cufier(?) (?) ….. Alto guard to go on ….. to use more time to loose ….. to corporate in mark means God or sample ….. This is principle to absent practice to use combine God memory or no …”

Kemudian ada simbul telapak tangan kanan :”means - name - life - your mainer - judge of break.” Ada suara :”Kuwi simbul tanganmu tengen.”

Kemudian ada simbul seperti botol minyak wangi pipih tetapi ukuran besar :”uniform, communities, in link, slank bed (bad?)in new decade. ….. To growth Ambassador ….. adverb ….. yes … yes … yes to yield.”

Kemudian ada simbul bintang :”umbilicus versus hum labratori ….. more most white to clean …. transferse ….. calibrate ….. in come.”

Pak Pudjono menangis mengeluarkan air mata terus ke gua dan berdoa sejenak. Kemudian kembali berkumpul dengan kami. Ada simbul topi pet yang transparant :”Suggest …. to use link life … underground level … many people ….. sub level very support of your main ….. you must upgrade with commanded to grow up ….. submerge in principal holly news ….. This is circle link …. the best … civilities (?) game double hole gape finish.”

Kemudian ada simbul seperti kukusan untuk memasak nasi :”Tape and voice to bring justice complete ….. Durable to comfort image zig-zag zig-zag (dan semakin tidak jelas, dan akhirnya kami menyerah)

Kami mengucap syukur dan berterima kasih, walaupun kami merasa tidak bisa apa-apa. Mungkin Santo Yusup dan Bunda Maria kecewa melihat kami yang begitu gampang menyerah.

Kami kembali pulang dan berjalan menuju Sepanjang yang jalannya begitu menukik tajam. Hari itu begitu istimewa bagi kami dan cuaca cukup lumayan bersahabat dengan kami. Begitu kami masuk ke rumah di Matesih, hujan deras seperti ditumpahkan dari langit. Barulah terasa bahwa sepanjang kaki merasa pegal-pegal, dari ujung pinggul sampai telapak kaki. Kami hanya bisa mengucap syukur dan berterima kasih kepada yang kudus.

oleh-oleh Ziarah

ZIARAH DURPA 2007


Pada hari Minggu pagi 20 Mei 2007 kami bertujuh, pak Mardayat, pak Saan, pak Sumeri, pak Yohanes, pak Sumadi, pak Andir Bukit dan aku (Darmono) melakukan perjalanan ke Yogyakarta, ke rumah pak Pudjono. Selama perjalanan diisi dengan canda tawa. Sampai tujuan berkisar pukul lima sore. Sewaktu berdoa rosario bersama Santo Petrus berkenan hadir, yang dapat dilihat pak Sumeri dan pak Pudjono. Sewaktu di Pasirimpun Bandung, Pak Petrus berjanji akan mendampingi kami berziarah

21 Mei 2007

Kami serombongan berdelapan pergi ke Kitiran Mas di daerah Pakem berkisar pukul 10.30. Setelah kami berdoa masing-masing, simbul yang dilihat pak Pudjono agak aneh. Kemaluan laki-laki. Dan suara yang didengar pak Pudjono setelah diminta dalam doa, :”Amarga saiki sing teka kabeh uwong lanang. Simbul kuwi tegese luwes lan luas, bisa dijabarake akeh banget. Simbul kuwi bisa kanggo uwong sing mbutuhake keturunan, sing bisa nguatake iman gen ora ndelok kiwa tengen, bisa kanggo nyenengake tanda katresnan menyang bojo. Sing merlokake lan mbutuhake mrenea ana kene. Para pastur uga bisa padha sowan mrene, nyuwun kekuatan saka pacoben.”

Simbul gentha kliningan sapi kebo. Sepertinya kita diijinkan untuk mewartakan tentang tempat ziarah Kitiran Mas. Simbul yang terlihat pak Pudjono kemudian adalah satria pewayangan seperti Janaka dan Puntadewa. “Puntadewa iku satria sing bisa ngalahake kelanangane, lha yen Janaka sing bisa dadi lelanange jagad.”

Kemudian ada simbul bulus berwarna kuning kehijauan yang menutupi lubang sumur. Kami tidak tahu maksud simbl tersebut, walaupun rasanya kami pernah melihat simbul bulus sebelumnya

Bunda Maria hadir dengan bermahkota, pakaian putih, sebelah kiri kanan ada yang menjaga, seperti menghadap ke Bunda Maria. Mungkin malaikat penjaga. Kami bertanya apakah ada wejangan khusus bagi kami saat ini atau apapun saja dan dijawab :”Nek kanggo kowe kaya ora ana wejangan. Ning yen ana sedulurmu sing duwe masalah, ajaken mrene. Sumur iki sing diwastani sumur adi, sumur suci, sing bisa kanggo sarana. Kowe rak wis ngerti sing disebut sarana, ta. Wis ya, aku tak tindak, kabeh padha slamet.”

Setelah itu kami melanjutkan perjalanan ke rumah mertua pak Andil Bukit, ngobrol dengan keluarga serta menyampaikan informasi komunikasi rohani dengan Bunda Maria.

Sore harinya kami sembahyangan di rumah pak Pudjono untuk ibunya yang dipanggil setahun lalu pada waktu gempa bumi. Ibu Siti Aminah ibunya pak Pudjono dalam pandangan pak Pudjono sudah naik ke tempat kelanggengan. Kemudian kami ngobrol dengan pak Aloysius dan ketua lingkungan Druwo.

Malam harinya kami ngobrol, dan meminta petunjuk Bunda Maria tentang tadi pagi.

Bulus kuwi tegese pituture ibu kang mulus.”

“Bener sing kok aturke mau yen papan kuwi bisa kanggo tamba. Tamba kuwi ora tak pilah-pilah. Kanggo wong lanang sing nyenyuwun ana kono bakal oleh kemareman. Oleh kanugrahan, oleh kabingahan. Mesthi cespleng.”

“Kremasi ora apa-apa, uwong asale saka lemah bali menyang lemah, yen asale saka banyu bali menyang banyu.”

Kami diberi wejangan bahwa tempat ziarah itu disebut papan sejati, tempat sejati kasat mata yang sudah ditetapkan oleh hierarki. Sedangkan apa yang kami alami dalam komunikasi rohani disebut papan sejati brana. Dikatakan bahwa papan sejati brana lebih bernilai dari pada papan sejati. Papan sejati brana dapat terjadi dimana saja, terserah kehendak yang kudus.

22 Mei 2007

Di Tritis kami berdoa dahulu seelum jalan salib. Simbul selama jalan salib mulai pemberhentian perama, yang dilihat pak Pudjono adalah ayam jago hitam yang kami perkirakan bahwa Santo Petrus selalu mengawal kami. Demikian juga terlihat simbul bunga, entah bunga apa.

Yang terlihat oleh pak Pudjono, Santo Petrus berjubah seperti imam dalam perjamuan kudus :”Yen kowe golek wisik, mrenea. Wisik kanggo golek dalan padhang. Sing kaloro wisik kanggo nyadhong rezeki.”

Simbol seperti vas bunga yang belum diisi bunga. Atau seperti poci dan bulu. :”Iki lebokna ana catetanmu.”

Tuhan Yesus berkenan hadir bermahkota duri di salib. Kami berdoa sebentar dan Tuhan Yesus berkata :”Ya wis, nyedhaka rene tak berkati siji-siji. ..... Wis saiki padha matura siji-siji.”

Pemberian simbul

Pak Saan diberi upet. à sumber api yang tidak pernah mati

Pak Andir diberi kitiran à tidak aktif kalau tidak ada yang menggerakkan

Pak Sumadi diberi batang palem tetapi daunnya seperti daun pisang. à arepa palem bisa dianggo nadhahi tetesing embun, tetesing rejeki, katentreman

Pak Sumeri diberi genthong gede. à gentong sumber rejeki okeh ning yen digawa abot, mula neng kana wae, ora susah ana ngendi endi

Darmono diberi kemucing à dianggo ngresiki barang sing ketoke resik ning sejatine ora resik, mula kudu diresiki. Dadi bisa ngresiki barang nganti alus lembut. Darmono bisa.

Pak Pudjono diberi palem raja ukuran besar, daunnya hanya dua lembar à uripmu lempeng dedege dhuwur uwite alus, ning godhonge ora bisa akeh. Rezekimu ngenteni tetesing embun, ora imbang karo butuhmu

Pak Mardayat diberi gurameh mateng ukuran besar à Semuanya sudah siap sedia, mung kari diladeni. Iya ming kari nampa, kabeh melayani.

Pak Yohanes sendhok kecil à sendhoke ora oleh mengkureb, yen mengkureb tegese uwis bubar.

Pesan Tuhan Yesus kurang lebih :“Rekasa-Ku kanggo kowe kabeh. Dadi rekasamu uwis tak panggul ana pundhak-Ku. Dalan padhang uwis ana ngarepmu.”

Santo Petrus datang lagi namun tidak berbicara apa-apa. Beberapa pertanyaan dan dijawab oleh Tuhan Yesus.

“Injil Tomas iku ora kanggo. Mengko mundhak ngrubah acara sing wis katulis ana Injil. Matius , Markus, Lukas lan Yohanes. Mesthine ora disebut Injil ning buku pengetahuan rohani.

“Thomas kuwi pinter nulis perjalanan urip kang rohani, ning atine dhewe isih bimbang lan kurang percaya. Thomas kuwi saka Yerusalem, mulane wejangane pepak, isine lengkap.

Thomas merasa setiap ke ara-ara mesthi ketemu karo Gusti Yesus. Ya kuwi kelakuane Thomas, terus dientha-entha direkayasa manut nalare dhewe.”

Sewaktu nulis di tanah (perempuan berzinah) :”Aku mung nulis palang salib. Tegese wong saka lor, kulon kidul saka wetan, ketemu dadi siji neng tetunggule Aku. Uwong saka ngendi wae ora bakal sempurna yen ora ketemu Aku. Secara khusus wong sing wis kabaptis luwih ngerteni dalane marani tunggul marani kebenaran, marani kesempurnaan. Yen uwong durung dibaptis atas Nama-Ku, dheweke mung ngetutake amarga tumindakmu, amarga awakmu. “

Pertanyaan tentang ….. “Yakuwi sing jenenge pacoben. Yen menungsa ya dicoba dening menungsa. Sing bener, uwong dicoba dening uwong, banjur dhawah ana pelukane si jahat. Aku ora nyebutake Setan utawa Iblis, ning si jahat. Carane ya mung nganggo imanmu kang kuwat, kang bisa namengi. “

“Lha iki salah sijining pasujarahan iman (ziarah). Suk emben yen mrene maneh mbok ngajak uwong sing luwih akeh, gen tambah keampuhane doa bersama. “

“Celakalah sing ana Matius, iku rak tulisane Matius. Iki tak elingake marang kowe, aja nggawe cilakane uwong.”

“Kaya wis pepak ora perlu tak andharake maneh.”

Pertanyaan tentang murid terpilih :”Murid telu iku murid sing tatag, nggatekake lan wani.”

Pertanyaan mengusir setan dengan doa dan puasa :”Tuhanku-Tuhanku, Engkaulah sumber kekuatanku.” “Dengan menyebut Nama Tuhan, kowe wis eling karo angger-angger. Minimal kowe eling, lan Aku ora marengke si jahat makarya. Mesthine kowe bisa milah-milah, endi penggaweane si jahat, endi penggaweane manungsa.”

Kami mengucap syukur dan meneruskan perjalanan ke Wanasari, ke keluarga pak Mardayat. Selesai makan siang kami melanjutkan perjalanan, dan memberitahu isteri karena sudah sore. Kami mengubah acara dan mampir ke Solo ke rumah mertua dan minta tolong disiapkan makan malam oleh Kuwat Budiana. Sebelum ke Solo masih keuber ke Danan Baturetna, berziarah ke Sendang Ratu Kenya.

Di Goa Maria Sendang Ratu Kenya.

Sewaktu berdoa di depan patung Bunda, pak Pudjono melihat bahwa di kepala patung Bunda Maria terlihat lingkaran aura bersinar seperti mahkota.

Saat itu Santo Petrus juga hadir selalu mendampingi.

Bunda Maria memberi aku rosario dan kelihatannya mengingatkan aku untuk berosario

Pak Sumeri diberi bluluk, pak Mardayat batu hitam, pak Yohanes sendok, pak Sumadi diberi lilin, pak Saan diberi Kitab suci, pak Pudjono diberi kupluk dari bambu (dikudhungi wakul) dan pak Andir Bukit disuruh menunggu dahulu. Sewaktu aku bertanya tentang orang lain yang berada di depan gua, merekapun mendapatkan sesuatu.

“Gua kene iki jenenge Gua Udheg-udheg sing bisa kanggo donga sing lagi mbuyer. Gua udheg-udheg uwis wiwit jaman Jepang.”

Kemudian nenek moyang kami Ki Tunggul Wulung juga hadir dan memberi tahu bahwa namanya Ki Darsa Sentana. “Aku kepengin methukake kowe lan tak jaluk kudu gelem teka ana keputren.” Dalam perjalanan Ki Dasa Sentana mendahului di depan. Kami malahan dijemput serombongan penari dan disubya-subya. Penari dengan dua tambur. Kelihatannya ditunggu di kapel dan diterima bahwa semuanya selamat. Pengalaman baru dijemput dan di subya-subya seperti pembesar secara rohani.

22 Mei 2007 malam

Malam hari di rumah Solo, ngobrol di kapel, pak Pudjono, pak Mardayat, pak Yohanes mas Darmanta, Kuat Budiana dan aku sekitar hampir tengah malam Tuhan Yesus hadir. :”Aku Gusti Allahmu , dudu sebagai Imam Agung. Sembahen Aku. Uwis, saiki matura. “

“Kuat tak paringi tongkat kanggo memimpin. Mas Darmanta iki ana kalung tampanen gen tambah waspada. Duwit satus iki kanggo pak Yohanes. Pak Mardayat, iki ana caping nggonen gen ora panas. Darmono iki tak paringi selendang maneh. Ya gen stolamu akeh, ora dadi apa. Pak Pudjono iki tak paringi karuk (kembang jambu.).”

Kami mengucap terima kasih. Untuk ibu sesepuh bekas ketua lingkungan diberi simbul nanas sebagai obat dari sakitnya.

Kemudian terlihat simbul besek bambu.

Setelah itu terlihat sinar perak bentuk lamda, oleh pak Pudjono ditanya dan dijawab :”kowe mau rak lagi ngomong jimat ngomong aji. Ya ngene iki sing jenenge aji kaya thathit.” Sewaktu ditanya wujudnya seperti apa, yang terlihat seseorang yang berpakaian seperti pesilat. “Jenengku mbah Sura, aku bisa mlumpat kali mlumpat segara ning ora klelep. Aku bisa mlebu ana dhuwit kuningan.” Karena kami tidak membutuhkan sipat kandel seperti itu, kami tidak menyedotnya dan mbah Sura berkata :“Ya uwis, nek ora kanggo aku tak mulih.”

23 Mei 2007

Di gua Maria Majasanga.

Setelah mengikuti jalan salib, kami berkumpul di paseban memandang ke Bunda Maria. Yang hadir menemanai seorang imam dari Munich (?) namanya pst. William Scot. Ada suara yang menyebutkan :” Gua iki diarani Gua Maria Tembem. Ana kene sing dianggo akal budi, dudu berkat. Ana kene kanggo nyenyuwun sing arep golek pasangan, golek bojo.”

Pak Pudjono bertanya, mungkin ada simbul-simbul yang bisa dilihat. Simbul yang kelihatan adalah cincin kawin. Simbul kedua yang terlihat adalah kembar mayang. Simbul ketiga adalah pemberkatan dari imam dan begitu selesai disuruh pulang. Simbul makanan yang kelihatan bolu kukus.

Sore harinya

Di Pohsarang ada suara yang mengatakan bahwa namanya gua Samiaji. “Ana kene kanggo lurupan (luruban?).” Pemahaman kami adalah bahwa secara rohani, semuanya sama papan sejati. Hanya secara phisik sering kali kita mengatakan disana indah, disini lebih bagus dan sebagainya. Harus diakui bahwa begitu masuk ke Pohsarang, yang ada dalam benak mengatakan tempat bagus dan komplit, diorama jalan salib seukuran manusia. Namun secara rohani semua tempat peziarahan mempunyai nilai sama.

Malam hari kami menginap di rumah keluarga pak Sumeri di Pare. Dalam komunikasi rohani dikatakan oleh Tuhan Yesus, nama lain dari gua Samiaji adalah gua Pepesthi yang artinya mesti akan terjadi yaitu sekarat. Luruban berarti ditutupi dengan kain.

Diberitahukan juga bahwa di Tulungagung sebelah selatan akan ada gua baru, namanya gua Panguraban. Arahnya kurang lebih selatan Tulungagung, kidul margi.

Kami menginap di keluarga pak Sumeri selama dua malam agar bisa merasa segar.

25 Mei 2007

Kami serombongan berjalan menuju Klepu, Ponorogo ke sendang Waluyajatiningsih. Serombongan mengikuti jalan salib panjang, aku, pak Mardayat dan pak Saan berjalan salib pendek.

Pak Pudjono mengatakan ada suara yang memberitahu bahwa sendang tersebut dapat diberi nama Sendang Sampurna.

Kami berdelapan diberi :

Aku diberi seperti Cakra

Pak Pudjono diberi bunga mawar merah kecil dari Bunda Maria

Pak Mardayat diberi kentongan

Pak Sumadi masih diberi lilin

Pak Andir diberi lilin menyala

Pak Saan diberi pisang mateng

Pak Yohanes diberi pisang mentah

Pak Sumeri masih diberi bluluk

Kemudian kami mampir ke rumah teman pak Yohanes. Selanjutnya kami menginap di rumah pak Krisman adiknya pak Yohanes. Kami bertemu dengan keluarga besar Widadaren. Akupun berbicara dengan isteri pak Krisman yang berada di Hongkong, mengucapkan terima kasih. Disini kami merasa betul-betul capai dan cepat tertidur. Berkisar pukul 23.00 sudah terlelap.

26 Mei 2007

Kami serombongan ke sendang Rosa Mystica Banyuurip di Tuntang. Sewaktu mulai persiapan jalan salib aku memimpin doa dan bertanya serta memohon yang kudus menemani. Dalam pandangan pak Pudjono yang berkenan hadir malahan Bunda Maria sedang posisi berdoa menunduk, terus melihat kami. Santo Petrus berdiri di belakang. Terlihat oleh pak Pudjono mawar putih besar berada di sebelah kanan, mawar merah setengah mekar berada di tengah. Bunda Maria membawa buket bunga, tersenyum kepada kami, disebelah kiri terlihat seperti telur putih. Apakah mawar kuning yang masih kuncup?

Sewaktu hampir selesai perjalanan jalan salib, oleh pak Pudjono terdengar suara seperti Tuhan Yesus : “Ndadak ngapa nangis? Jenenge ora susah diganti gen ngono wae.” Maksudnya tetap Rosa Mystica.

Pemberian di Banyuurip

Darmono diberi ceret berisi air bening dan cangkir, “Akal budine jujur bening.” simbul kedua jeruk peres yang dipotong di cangkir.”Unjuken.” Kemudia ada Alkitab Perjanjian Baru berwarna biru.

Pak Mardayat terlihat santai merokok “Uwis plong. Tenang, deweke uwis berbuat banyak lan sanggup.”

Pak Sumeri terlihat masih bluluk. “Uwis genep. Coba mutera memburi.” Jawaban lain :”Tumbu oleh tutup. Uwis kersane”

Pak Pudjono diberi lilin kecil :”Ya, padhang cilik; uwis beres. Uculana karo wetonmu, ilangna tanggung jawabmu.”

Pak Saan diberi degan kambil ijo :”Pajek, didhendha. Wajib.” Simbul lain yang terlihat seperti orang membayar di loket.

Pak Sumadi terlihat sedang dolanan othok-othok debok. :”Lagi jaranan.”

Pak Andir Bukit diberi simbul sedang menimba air dengan ember :”Uwis kebak. Budayane uwis bisa diilangi.”

Pak Yohanes diberi simbul pengaron gedhe penuh air namun tanpa bunga.:” Sumingkira, ben dianggo dhewe.” Terlihat pak Yohanes sedang memberi berkat.

Kami mengucap puji dan syukur karena merasa bahwa kami sebenarnya tidak pernah ditinggalkan. Kemudian kami melanjutkan perjalanan kembali.

Di Gua Kerep :

Kami langsung ke gua Maria dan berdoa di depan patung Bunda Maria. Dalam pandangan pak Pudjono terlihat Bunda Maria hadir yang sepertinya malahan seorang biarawati Santa Angela atau santa Bernadet (?) pakai bandho merah. Diatas kepalanya terlihat seperti patung kecil Bunda Maria.

Simbul umum yang dilihat pak Pudjono gedheg dipasang diikat untuk membuat ruang. Simbul lainnya ngesuhi atau membuat pengikat sapu.

Yang terlihat adalah bulan sabit melengkung ke bawah, yang lama kelamaan semakin membesar, walupun masih agak remang-remang. Juga terlihat mawar kuning yang masih kuncup. :”Jenenge gua iki gua Seneng utawa gua Raharja. Kena uga diarani gua Lestari. Wis, mengko mundhak malah mbingungke.”

Simbul Durpa seperti model tugu tetapi dari lilin yang ujungnya lancip dan belum menyala. Suara yang terdengar :”Mengko isih sore.”

Pemberian dan simbul yang dilihat pak Pudjono

Pak Pudjono diberi simbul lilin menyala.

Darmono diberi simbul keris :”Lanang. Wujude ana.” Simbul lainnya malahan tumbak. :”Yen kepepet malah wani tur galak.” Simbul lainnya sibori kuning keemasan.:”Gen endang balia menyang Bandung lan edumna.”

Pak Mardayat sedang sarungan santai. “Ya ben leren.” Simbul lainnya adalah cincin mas dan kami tanya maksudnya. :”Ya, tandha kang uwis tak patri.”

Pak Sumeri diberi simbul sibori :”Kudu isa ngurmati jenenge dhewe dhisik.“ Simbul lainnya rosario kuning. :”Ya kuwi rencanamu.” Mungkin berhubungan dengan janji pribadi.

Pak Saan diberi simbul anglo kecil. Terlihat seperti orang bersila tertutup grahana.

Pak Sumadi terlihat sedang main akrobat, simbul lain pandai menghindar seperti petak umpet. :”Sangkan parane selalu ana.” Terlihat dia sedang sarungan tersenyum. :”Pokoke ana wae.”

Pak Andir Bukit, terlihat ada meja bulat memakai taplak putih tetapi di atas meja masih kosong. Simbul lain terlihat rantai cukup besar melingkar. :”Uwis tepung.”

Pak Yohanes malahan terlihat di depan seperti sedang mengajar.

Setelah mengucap puji dan syukur, kami melanjutkan perjalanan untuk menginap di keluarga pak Mardayat di Magelang.

27 Mei 2007

Pagi hari kami bersiap ke gereja untuk mengikuti Misa Kudus. Hari itu pas perayaan Pentakosta. Kami mampir ke gereja di Magelang, namun masih menunggu lama, dan selanjutnya kami melanjutkan perjalanan ke Temanggung. Kami mengikuti perjamuan kudus di gereja Temanggung selama dua jam. Di gereja pas ada tambahan acara pembaruan janji perkawinan bagi keluarga yang menikah pas bulan Mei.

Kami sarapan di alun-alun Temanggung dan melanjutkan perjalanan ke Rawaseneng. Di pertapaan Rawaseneng kebetulan sedang ada rombongan dari Surakarta dan Surabaya yang menginap. Mereka sedang mengikuti Misa Kudus dan kami berjalan-jalan sambil menunggu. Kami menginap di sana, namun pak saan pamitan pulang dahulu. Dia mengejar waktu untuk mengajar muridnya pada hari Senin. Mungkin hal ini berhubungan dengan simbul pemberian sewaktu di sendang Banyu urip, Tuntang.

Malam hari setelah makan, kami berkumpul sekitar pukul delapan malam kurang. Aku menyampaikan pesan pesan selama perjalanan yang telah aku catat, dan aku persilahkan untuk menjabarkan masing-masing pribadi. Kemuadian datanglah Bunda Maria sambil membawa bayi dan diserahkan kepada pak Sumeri. Setelah selesai, Bunda Maria berkata :”Wis ya, aku tak kondur.”

Percakapan dilanjutkan dan yang terlihat pertama oleh pak Pudjono, seperti penari Bali dan sedang menari. Suara yang terdengar dia sedang menghibur kami yang pikirannya penuh persoalan karena kepergian pak Saan. Dia berkata dari China dan berdiri di depan pak Sumeri. Suara yang terdengar pak Pudjono :”Apa ora ana sing kaya aku?”

Setelah itu ada seorang nenek namun berpakaian kebesaran dan tidak menyebutkan namanya. Dia datang bukan dari atas.:”Sebuten wae yen aku mbahmu.” Dia muncul datang dari arah selatan, dekat dengan pak Sumadi duduk. Pak Sumadi diminta menghadap ke selatan dan diberi tongkat dan suara yang terdengar :”Wis, mujur.”

Pak Mardayat diberi simbul alat suntik, pak Sumeri diberi simbul yang berhubungan dengan seorang bayi, yaitu bantal kecil dan dot. Darmono diberi simbul merokok di kursi goyang. Pak Yohanes diberi simbul ada pacul, senter, rengginang, intip goreng. Pak Pudjono diberi simbul buku skrip untuk mencatat.

Kemudian ada simbul kodok, setelah itu kutis dan ada suara :”Jawabanmu kurang titis.” Kemudian terlihat pak Saan seperti sedang mengayuh sepeda begitu berat.

Pak Andir Bukit diberi simbul …………., yang bersangkutan sudah tidur duluan.

Kemudian ada simbul terlihat anak kecil yang bermain di kursi, di depan pak Sumeri. Di depanku ada simbul bedog atau golok. :”Gen ditegeske dhewe, uwis ngerti.” Di depan pak Yohanes ada simbul brambang merah tunggal.

Kemudian ada SMS dari keluarga ibu Maria dan pak Pudjono berdoa rosario sendiri dahulu.

Aku menyelesaikan catatan ini namun lupa akan simbul untuk pak Andir Bukit.

Kami mengobrol kembali namun terasa sepi tidak ada apa-apa. Aku sendiri yang selama perjalanan tidur di lantai dan kursi, begitu tidur di kasur Rawaseneng malahan tidak merasa enak. Kepanasan dan gelisah tidak bisa tidur, mungkin sampai pukul tiga pagi.

Pagi harinya sewaktu sarapan bertemu seorang perempuan muda yang baru datang dari Malang. Namanya Maria. Aku memberi kenang-kenangan CD pengalaman rohani. Sebelum berangkat melanjutkan perjalanan kami berdoa sendiri-sendiri, pak Pudjono melihat bahwa Tuhan Yesus berdiri di jalan, seperti mempersilahkan kami, atau memberi berkat. Dalam mobil pak Sumeri mengajak berdoa kembali.

Selanjutnya kami melanjutkan perjalanan menuju Kaliori Banyumas, lewat Wanasaba dan melihat keindahan pemandangan dua gunung yang mengapit perjalanan kami. Kami istirahat di alun-alun Banjarnegara, namun dawet ayu kas Banjar belum ada yang uka. Tengah hari kami sampai ke gua Maria Kaliori. Sebagian langsung ke gua berdoa dan berosario, dan sebagian lagi melaksanakan jalan salib. Aku mampir sebentar ke rumah retreat untuk ngobrol dan aku tinggalkan CD pengalaman komunikasi rohani.

Sepertinya di gua Kaliori sepi-sepi saja atau karena kami sudah lelah dan terpecah dua kelompok.

Perjalanan diakhiri di rumah pak Sumeri untuk berdoa bersama di gua Maria Kramat, mengucap puji dan syukur atas pendampingan selama di perjalann ziarah.

Selama sembilan hari perjalanan peziarahan kami, ada sembilan Gua Maria yang kami kunjungi. Banyak wejangan dari yang kudus yang dapat kami terima, walaupun tidak semuanya tercatat dengan baik. Pak Pudjono mengatakan bahwa sebenarnya dia melihat simbul bunga mawar namun tidak dia katakan. Bunga mawar tersebut dalam pandangan pak Pudjono seperti terbuat dari gerenjeng atau kertas keemasan, seperti bukan mawar beneran. Bunga mawar berwarna keemasan!

Semoga perjalanan ini dapat berguna bagi orang lain yang bersedia membaca atau mendengarkan pengalaman kami.

Tuhan Yesus, Bunda Maria, Santo Petrus, terima kasih atas pendampingan selama kami berziarah. Semoga rahmat kasih, damai dan persatuan menaungi kami semua dan dunia. Amin!

Bandung 31 Mei 2007

J. Darmono.