Rabu, 08 Desember 2010

Durpa ke Jateng dan Jatim

Perjalanan Durpa ke Jawa Tengah dan Jawa Timur 2010
24 -30 November 2010



24 November 2010


Hari Rabu pagi-pagi sekali aku sudah ditelpon pak Sumeri. Sebagian kelompok Durpa akan berangkat ke Yogyakarta, yang terdiri dari aku, pak Sumeri, pak Yohanes, mas Agus Budianto, pak Sugeng dan pak Hartono. Yang pegang sopir mas Sugeng yang memang pandai mengendalikan mobil.

Sebelum tengah hari, kami sudah sampai di Wangon dan mencoba mencari gua Maria di daerah Wangon. Kenyataannya kami belum menemukannya, malah ditunjukkan oleh orang sekitar sana dengan peta. Peta tersebut ternyata malah mengarahkan kami ke gua Maria di Kaliori. Kebetulan sedang ada penguburan warga Katolik di kuburan Kaliori. Kebetulan mas Agus, mas Sugeng dan mas hartono belum pernah ke Kaliori. Maka kami melakukan permenungan perjalanan salib, dengan cara masing-masing.

Dalam perhentian X ketika Tuhan Yesus ditelanjangi, sewaktu aku meninggalkannya, sepertinya mulut patung Tuhan Yesus terbuka dan minta bantuan. Aku mendekat kembali dan menempelkan telinga ke dekat wajah patung Tuhan Yesus. Aku tidak mendengar apa-apa. Dalam perenunganku, Tuhan Yesus ditelanjangi, dihina dan dipermalukan habis-habisan. Dalam hatiku bertanya, apakah Tuhan Yesus meminta agar aku jangan ikut-ikutan mempermalukan Dia?

Berkisar pukul sembilan belas lebih, rombongan kami sampai di rumah pak Pudjono. Kami ngobrol sebentar dan makan malam, kemudian banyak yang istirahat tidur. Tinggal kami bertiga, aku, pak Pudjono dan pak Hartono. Pak Hartono bertanya tentang katuranggan simbul kupu-kupu hitam, dan kami saling berkomentar karena sudah lupa.

Kemudian pak Pudjono bertanya kepada yang kudus, tentang aura kami. Aura pak Pudjono berwarna putih tetapi masih berkabut. Suara yang terdengar :”Isih ana barang sing kowe durung ikhlas. Pokoke sumeleha dhisik. Mikire mbesok.”
Pak Pudjono bertanya tentang katuranggan jago hitam, jawaban yang didengar :”Ya dicekel dikurung, diingu, dianggo ngabotoh. Mulakna dudu wiring kuning itawa wido sikile kuning. Beda tegese, beda anggon-anggone. Dudu jago adon ning jago..”

Auraku berwarna putih transparan, tetapi masih ada kabutnya.
Aura mas Hartono berwarna putih tetapi masih ada kuningnya. Sewaktu bertanya tentang kupu-kupu hitam, dijawab kalau masih ada pamrih. Kemudian terlihat simbul kupu-kupu, di sebelahnya ada burung pengisap madu paruh panjang berwarna biru. Kami berkomentar dan kemudian ada suara :”Kupu-kupu putih wis wani los, wani gundhul, wani babak bundhas. Kupu-kupu kuning isih kurang persaja, isih diunggulke, isih golek alem. Kupu-kupu ireng tegese isih wedi kleru, isih kedhungsang-dhungsang. Lha yen dasi kupu-kupu putih tegese disisi sandhang pangan papan uwis langkep. Ilangna milike, rak malah sugih. Anggepen barang sing durung kecekel, durung bali, durung ketemu rampung.”

Pak Sumeri bangun dari tidur dan bergabung dengan kami. Setelah tengah malam, simbul Durpa yang terlihat adalah jamur yang sedang mekar. Suara yang terdengar :’Ya lagi berkembang, lagi sugih bala, puncaking karsa.”

Setelah beberapa saat, mas Hartono melihat roh yang keluar dari tubuhku, berbentuk orang berjubah putih yang disampirkan. Rambutnya tidak terlalu lebat dan berjenggot tidak panjang. Setelah beberapa saat kemudian berubah menjadi lebih tua membawa tongkat dan kunci yang diacungkan. (Santo Petrus)

Suara yang terdengar pak Pudjono :”Coba deloken, saiki rak wis berubah ta. Sing didelok mau kae isih Simon. Tegese isih menggembala, mengembara, golek pengikut, golek wong kang gelem melu. Gampangane golek kanca, jenenge durung murid. Yen wis sowan Gusti Yesus, jenenge murid, pengikut alias Amalia. Petrus kang saiki jenenge Bapa Pengawal, Bapa Pangayom, Bapa Baladara. Tegese melindungi kowe kabeh ben tatag, ben ora monga-mangu, ben tekan lampahe, becik suasane, luhur bebudene, gamblang piandele, tekan samubarange. Cekake Petrus kang madhep manteb, rosa, kuat penggalihe. Sampun.”

Apakah akan mendampingi perjalanan kami? Dijawab :”Ya kuwi, wis dadi kewajibane.”

Kemudian ada simbul dua buah jamur mekar yang payungnya disatukan, diatas dan dibawah seperti hanya dibatasi dengan kaca. Suara yang terdengar :”Tegese sak pemikiran, sak urapan, sak kedadean, sak paningal, ananging beda kahanan, beda asal panggonan. Kowe ana ngisor Aku ana dhuwur. Becike, secara pemikiran padha, kowe ana kono Aku ana kana. Mengko rak ketemu. Wis, bahasen dhisik.”

Aku bertanya mengapa santo Petrus muncul dari diriku? :”Jare dhalange kowe.”

Kemudian pak Pudjono melihat simbul jago dan babon, sedangkan mas Hartono melihat simbul salib. Suara yang terdengar :”Kuwi sing kanggo dudu salibe. Nggon palang kuwi ana gambare apa?” Pak Pudjono melihat seperti bulatan putih yang kemudian berubah gambar Tuhan Yesus dan gambar hati merah darah. Apakah simbul tersebut menandakan bahwa Tuhan Yesus hadir? Pak Pudjono sepertinya diperintahkan untuk mengambil air bening di gelas, berdiri dan dipersembahkan ke atas. Setelah diberkati, aku diminta untuk minum sebagian, kemudian pak Sumeri, pak Hartono dan dihabiskan oleh pak Pudjono.
:”Gusti rawuh ora suwe, sing penting piyandelmu, kekarepanmu, panggulawenthahmu neng sapa wae. Tutur aturmu, pasowananmu, mongkoging atimu lan panjalukmu, panuwunmu lancar lan kabul.”
Kemudian Tuhan Yesus memberkati kami dan kami jawab :Amin.
Berkisar pukul empat pagi kami istirahat.


25 November 2010

Hari Kamis pagi rombongan Durpa pergi ke lereng gunung Merapi, menengok para saudara yang tertimpa bencana. Kami mengunjungi keluarga mas Hartono yang sebelumnya jadi tempat pengungsian, walaupun akhirnya semuanya harus mengungsi. Setelah makan siang, kami melanjutkan perjalanan ke gereja Somahitan ingin bertemu romo Yatno. Kebetulan romo sedang istirahat dan pas hujan lebat. Banyak orang sedang membersihkan gereja, karena hari Minggunya aka dipakai untuk misa perdana pasca mengungsi. Perjalanan kami lanjutkan ke rumah pak Suyatno yang kebetulan sudah kembali dari pengungsian,. Rumah pak Sumadi masih masuk dalam lingkaran awas ring satu, sehingga kami tidak bisa kesana. Kami langsung ke rumah pak Kasmin yang sedang sakit. Ibu Kasmin bercerita bagaimana suasana pada saat itu sewaktu harus mengungsi, dengan tanggungan membawa pak Kasmin yang begitu besar dan berat. Aku mengajak para saudara untuk berdoa bersama bagi pak Kasmin

Kemudian kami kembali ke rumah mas Hartono untuk istirahat dan menginap. Kami ngobrol dengan pengungsi di sebelah rumah, yang dipakai untuk tempat evakuasi terdekat dengan Merapi. Semua orang sudah istirahat dan aku ngobrol dengan mas Hartono berdua. Kemudian pak Pudjono bangun dan menyusul kami untuk ngobrol bertiga. Kemudian menyusul pak Sumeri bergabung belakangan.

Waktu sudah melewati tengah malam, mas Hartono bertanya tentang penunggu gunung Merapi itu sebenarnya siapa. Jika bisa mbok jangan ada lagi bencana. Pak Pudjono mencoba berkomunikasi secara rohani, kemudian dari atas gunung seperti ada orang yang berjalan mendekati kami, berdiri di jalan. Sewaktu ditanya siapa namanya, dia mengaku bernama Ki Modjosongo. Sepengetahuan kami Modjosongo adalah nama daerah yang berada di Solo. Suara yang terdengar :”Modjosongo tegese padha karo Solo.” Yang terlihat ada gambaran seorang prajurit kraton. Ada penjelasan bahwa sebelum Ki Modjosongo yang menjaga bernama Ki Pandanarang dan masih dibawah penguasa gunung Lawu. Agar tidak terkena dampak bencana, maka ada syarat yang diminta, yaitu menanam pohon sukun. Mungkin menjadi kewajiban mas Hartono untuk mengkomunikasikan kepada para saudara dan tetangga di lereng Merapi.

Kemudian mas Hartono ingin mengetahui siapakah cikal bakal desa Tanggung dimana orang tua mas Hartono tinggal. Jawaban yang didengar pak Pudjono adalah Ki Demang Panulang, daerah selatan Watu Adeg, cedhak Jamblangan. Keturunan Demang Panulang adalah mbah Kerto, mbah Wiyono, mbah Dadi. :”Nggon kono ana keris Ki Bambang Panulang.”
Kami bertanya apakah bisa diambil, dan jawabnya :”Ben neng konoi wae. Jamblangan mengidul nggone wong sugih, nggone wong cekel gawe.”
Kami bertanya apakah mbah Martowiyono pendiri paguyuban Ngudi Utomo masih trah disitu? Jawabnya :”Ya, salah sijine kuwi.”

Kemudian kami ngobrol pengalaman sewaktu mengunjungi pak Kasmin, sepertinya ada roh yang menemani beliau. Pak Pudjono bertanya siapakah mereka dan ada jawaban :”Roh mau kang diutus romo Mangun. Sing nganggo beskap putih yakuwi Ki Demang Panulang. Sing nganggo beskap ireng, jenenge mbah Dadi. Romo Mangun dianggep romone wong tlatah kene.”

Kami bertanya bagaimana kaitannya dengan romo Mangun, dan ada jawaban :”Kowe sak brayat wong katolik. Yen dudu romo Mangun, ndhak diarani ora ilok. Mbah Demang Panulang lan mbah Dadi kuwi wong apik. Yen crita njemput, kuwi dudu urusanku; mung kepengin nemoni kowe. Kuwi urusane Gusti. Gusti kuwi sebutan Penguasa umum, sapa wae oleh ngarani. Sing kok kersakake rak Gusti Yesus. Yen Aku, Gusti wae. Gampangane disebut wae Romo kang Mahakuasa, gen padha. Pangerten kuwi luwih gamblang yen disebut Romo kang Mahakuasa.”

Bercerita tentang harta karun amanah, ada suara menjawab :”Kuwi mung pangentha-entha, ora bakal mijil. Kuwi mung guyone para penggedhe, ora perlu digali. Mengko bantuan rak teka dhewe.”

:”Panulang tegese gedhung kang dhuwur, kang kokoh.” Yang terlihat pak Pudjono seperti candi atau gunungan batu dengan pintu satu.

Bercerita dan bertanya tentang penguasa Merapi, penguasa laut dan kerajaan Mataram, suara jawaban yang terdengar :”Telung kraton, telung panguwasa beda. Gampangane ana penguasa laut, penguasa dharatan, penguasa hinggil. Ora ana crita kraton kok dihancurkan.”

Bagaimana dengan pengalaman bu Paimin? Dijawab :”Wong kedadean alam wis mengkono kok digathuk-gathukake. Kuwi mung pangentha-enthane wong saiki.”

Bagaimana dengan photo lahar merapi yang seperti salib? Diajwab :”Dudu, kuwi gambaran ladrang. Kristus kuwi raja, keris kuwi lanang, cekelane raja. Ladrang kuwi padha karo lanang, wani getih. Gayaman kuwi andhap asor, kurang wani muncul, mung isih ana greget, durung wani ngetokake.”

Kemudian seperti ada gambaran kera besar bercambang membawa buku, :”Kera bagus. Ya dongakna sedulurmu sing lara; sing liya gen ngegongi, sing ngamini. Aku tetep sing mau kae, Bapa Demang Panulang.”
Kemudian kami berdoa dan sepertinya mbah Panulang berubah menjadi wajah kera yang tadi, dan ada suara :”Aku mung wujud abdi.” Di belakang mbah Panulang sepertinya banyak orang yang juga ikut berdoa bersama kami.

Kami bertanya apakah mbah Demang Panulang sudah di surga? Jawabnya :”Aku ana papan kamulyan, mung, aku sing nyekel papan kene. Kaya ndhek kowe weruh bocah cilik ana Sukardja. Dadi aku ana kahanan kamulyan. Aku ora bisa njenengke uwong-uwong kuwi mau. Durung dikersakake ndherek karo Gusti. Mula bengi iki becik banget. Ateges kowe bisa nyowanake, ngaturake sukma-sukmane wong kuwi mau, kang dipimpin Ki Demang Panulang, diwiridi dening pak Sumeri, dimohonkan pak Sumeri dkk marang cekelanmu, keyakinanmu, lewat donga iki bakal slamet lan lancar. Gampangane tekan, ndherek mulya. Ananging Gusti Yesus rak durung rawuh ta? Mula jenenge wiridan, lagi penyuwunan.
Yen Gusti Yesus rawuh, kuwi jenenge pangeram-eram. Gusti rawuh jumeneng nata, jumeneng panglimbang-limbang, jumeneng Ratu Adil, jumeneng Bapa kang memba rupa …”God Year …. God Year …” Wis ngono wae.”

Bagaimana dengan orang banyak tadi selanjutnya ? Suara yang terdengar :”Pokoke komplit, sing krungu, sing weruh, nek kowe semedi. Aku arep kondur.”

Kemudian sepertinya orang banyak yang bersila ikut berdoa tadi berubah menjadi kuburan. Kemudian seperti ada simbul dua buah bunga warna merah bentuknya seperti bunga kecubung.

Hari sudah pagi dan aku belum sempat tidur. Semoga yang aku tulis tidak ada yang keliru.


26 November 2010

Jumat pagi itu aku diminta mas Hartono untuk ngobrol dengan mas Herry adiknya, tentang kehidupan keluarga. Mungkin bukan hanya aku, tetapi pak Sumeri dan pak Pudjono juga.

Kemudian kami pamitan untuk melanjutkan perjalanan ke Kediri. Dalam perjalanan ternyata tidak langsung ke Kediri tetapi mampir ke rumah teman sekerja pak Sumeri di Kalasan. Sepertinya sudah ada komunikasi sebelumnya tanpa memberitahu kami semua. Kami semua tidak masalah apabila harus menginap di Kalasan, berkumpul dengan pak Anton dan grupnya ngobrol berbagai hal.

Malam hari kami berkumpul bersama pak Anton, mas Agus dan mas Liliek yang terlibat sebagai sukarelawan Merapi. Acara yang tanpa persiapan ini malah langsung dibuka oleh pak Pudjono dengan mengajak doa bersama. Bagi rombongan Durpa yang sudah biasa tidak menjadi halangan, tetapi bagi kelompok Kalasan sepertinya agak kaget dan bingung.

Berkisar jam 21.30 pak Pudjono mengajak berdoa bersama, kemudian yang dilihat sepertinya simbul mata. Kemudian simbul seperti Tuhan Yesus, anglo untuk padupan. Suara yang tedengar :”Tuhan Yesus sing ana ngarep kuwi durung …… Gusti sing durung disalibkan.” Kemudian ada simbul salib kuning tanpa korpus, setelahnya ditengah salib ada warna kuning bulat.

Pak Anton dan yang lain mulai berkomentar, dan simbul simbul seblumnya berubah menjadi simbul keris.. Pak Sumeri dan pak Pudjono melihat simbul bulus dengan leher panjang. Kemudian ada simbul bulan, yang selama ini kami artikan sebagai simbul Bunda Maria sendiri.

Bunda Maria sepertinya menegur pak Pudjono dengan kata-kata :”Dongamu kurang lancar, becike kowe meneng.”

Pak Pudjono meminta sesuatu kepada Bunda Maria untuk kami yang sedang berkumpul ini. Sepertinya kami semua diberi sesuatu, kecuali dua orang. Biarlah itu semua menjadi rahasia pribadi masing-masing.

Bunda Maria :”Iki wis wancine, padha aturna panyuwunmu dhewe-dhewe.” Kemudian kami berdoa masing-masing secara bergantian.. Kelihatannya semua dikomentari oleh Bunda Maria, dan kepadaku dikatakan :”Mutiara sing kok tampa kuwi dumen, aja kok genggem dhewe.”

Kemudian terlihat oleh pak Pudjono seperti payung besar yang melingkupi kami semua. Setelah itu seperti ada kereta yang rodanya kurang satu.. Kemudian ada simbul tambir.

Mas Liliek diminta berdiri untuk memecut kami. Terlihat ada keris gayaman yang diberikan kepada mas Liliek, dimasukkan ke selendang yang telah diikatkan di pinggang, ditempatkan di depan.

Kemudian terlihat simbul-simbul yang saling bergantian : domino dengan angka 6:1  cowek tanah  sempritan  pisau (suara:diasah nganggo rosario esuk)  lilin menyala di tengah-tengah kami -- kendhil lemah (suara: Kuwi isine rereged, pak Anton, kuwi tendhangen)  lilin menyala di atas kain putih (suara : Wis; urusane wong wedok wis cukup)

Kami ngobrol dan berkomentar, tiba-tiba pak Pudjono berkata bahwa ada simbul salib.
Bunda Maria :”Bundha arep kondur, gen Gusti sing rawuh.”

Kemudian terlihat seperti bola berwarna putih berputar-putar, di dalamnya terlihat salib dan warna kebiruan. Pak Pudjono meminta aku berdiri untuk memberkati kami semua. Semuanya diminta berdiri. Aku diberi cidhuk berisi air dan aku angkat ke atas dengan doa. Kemudian aku menciprati semua orang yang ada. Suara yang terdengar :”Wis cukup, padha lungguha.”

Kemudian terlihat salib. Terdengar suara untuk pak Pudjono :”Kowe kuwi kesusu wae.”


27 November 2010

Kemudian terlihat gambar Tuhan Yesus sebatas dada, setelah itu tiba-tiba terlihat kaos kaki berwarna putih, dipakaikan kepada seseorang. Mas Liliek terngat kalau ada warganya yang baru saja minginggal. Dikenal sebagai pak Petrus. Kemudian kami berdoa yang dipimpin oleh mas Liliek untuk rohnya pak Petrus.

Tuhan Yesus :”Wiwit mau Aku kok durung krungu kidung ta?” Aku mencoba untuk melantunkan lagu. Terdengar suara :”Lha kidung pambuka rak durung.” Mas Hartonoi mencoba untuk melantunkan kidung. :”Ya wis.Ya ngono kuwi. Kowe mau ndonga kanggo sapa? … Ya wis, wis tak tampa.”

Kemudian mas Agus diminta berdoa dan mentransfer cahaya lilin paskah. Ada suara :”Sedhoten.” Setelah itu lilin sudah kembali ke atas.

Kami ngobrol dan berkomentar panjang lebar. Pak Pudjono kemudian mengatakan bahwa ia melihat gambaran transparan seperti orang bersila tangannya seperti berdoa. Gambaran tersebut berada di atas saya duduk. Suara yang didengar pak Pudjono :”Aku Gusti Allahmu, Aku sembahen.”

Pak Sumeri diminta berdiri dan disuruh untuk mencela kekurangan kami satu persatu.
Kemudian Tuhan Yesus berada di tengah-tengah kami.
Mulailah terjadi komentar panjang lebar tentang keberadaan Allah yang bisa dilihat dari kelompok Kalasan. Pertemuan agak kacau sedikit, walau tidak masalah.
Pak Pudjono melihat sinar kecil seperti kunang-kunang, dan mendengar suara :”Yen iki Roh Kudus.”

Aku perhatikan mas Agus Budianto mulai tidur, disusul pak Pudjono dan pak Sumeri yang keluar untuk berdoa rosario seperti biasanya. Pak Yohanes juga keluar. Kami tetap ngobrol dan kemudian mas Hartono dan mas Sugeng juga ikut tidur. Yang ngobrol tinggal aku, pak Anton, mas Agus dan mas Liliek.

Karena sudah pagi, mas Agus pamit duluan pulang ke rumahnya. Mas hartono bangun dan ikut kumpul kembali bersama pak Pudjono. Kemudian pak Pudjono keluar untuk berdoa lagi. Sewatu mas Liliek akan pamitan, sepertinya dia “kesurupan” gurunya, dan bertanya kepada pak Anton. Setelah itu mas Liliek pamitan juga. Waktu sudah pagi, obrolan sudah selesai.

Ternyata pak Anton masih ingin melanjutkan cerita sedikit panjang, tentang pengalaman selama di Dumai dan Pelentung (?). Dia ingin bertanya siapakah sebenarnya ibu-ibu gaib yang telah memberikan benda-benda yang selama ini masih disimpan.
Sebelum segalanya lupa saya memberitahu pak Anton tentang penglihatan dan pendengaran pak Pudjono, siapakah yang menjadi “gurunya” selama ini. Dia mengaku bernama Ki Domba yang dulu tinggal di Ngawi selatan. Boleh percaya boleh tidak. Tentang oret-oretan, yang terlihat gambar kepala yang diberi tanda silang. Kalibening cedhak candhi maksudnya blumbang cedhak omah. Blumbang dalam berbeda dengan kolam untuk ikan. Memang ada lingkungan Kalibening di Kalasan yang baru mengadakan misa arwah.

Bercerita pendengaran pak Pudjono yang mengatakan nama mbah Dimik, aku menjelaskan bahwa arti dimik adalah alat sebagai pengantara untuk menyalakan sesuatu.

Akhirnya kami pamitan semua untuk melanjutkan perjalanan ke Kediri.

Perjalanan ke Kediri sampai Sragen masih diliputi kegembiraan walau panas menyengat. Memasuki Jawa Timur kami dijemput oleh hujan yang begitu besar, walaupun sampai di Kediri malah sudah terang benderang. Kami dibawa ke rumah teman pak Sumeri yang sepertinya sudah ada janji ingin bertemu khususnya pak Pudjono. Teman tersebut adalah pak Subardja dan ibu Wiwik.

Kelihatannya ibu Wiwik ngobrol cukup panjang dengan pak Pudjono, sedangkan kami ngobrol dengan suaminya di luar. Aku sendiri masuk ke mobil untuk istirahat karena ngantuk. Perjalanan dilanjutkan ke rumah pak Sumeri untuk istirahat.


28 November 2010

Hari Minggu pagi. Rombomgan Durpa pagi-pagi sudah pergi ke gereja Pare untuk mengikuti Misa Kudus. Setelah sarapan, kemudian menjemput keluarga pak Subardja bu Wiwik bersama-sama berangkat ke Gua Maria Puhsarang. Rombongan terpecah dalam dua kelompok, aku bersama pak Pudjono, pak Sumeri, pak Yohanes dan keluarga pak Subardja berdoa masing-masing di depan patung Bunda Maria.

Kemudian kami melanjutkan dengan perenungan jalan salib bersama-sama, dan aku diminta untuk memimpin. Pada perhentian ke lima (Tuhan Yesus ditolong Simon dari Kirene), pak Pudjono melihat gambaran Puntodewo. Kemudian terlihat gambaran Semar yang menyangga Puntodewo. Suara yang terdengar kurang lebih :”Puntodewo iku orang lanang ora wedok. Sing nyonggo iku uga (Semar) ora lanang ora wedok.” Di perhentian ke enam (wajah Tuhan Yesus diusap oleh Veronika) yang terlihat tetap sama, Puntodewo disangga oleh Semar.

Pada perhentian ke delapan (Tuhan Yesus menghibur para perempuan yang menangisi-Nya), yang terlihat seperti ada simbul tambir yang berisi macam-macam, seperti kulit atau daging. Kemudian terlihat simbul kursi dan suara :”:Gek endang, wis ana sing ngenteni.” Kemudian terlihat simbul anglo kecil (tempat membakar arang). Dalam bayangan kami, anglo kecil biasanya untuk membakar kemenyan, sebagai simbul kematian.

Pada perhentian ke duabelas (Tuhan Yesus wafat di salib), pak Yohanes seperti melihat sesuatu di langit di atas salib Tuhan Yesus. Pak Pudjono mejelaskan bahwa memang terlihat gambaran Tuhan Yesus seperti sedang melayang di udara di atas salib.

Setelah selesai jalan salib, kami istirahat dan ngobrol. Pak Sumeri membuka SMS yang masuk yang mengabarkan bahwa tamunya di Bandung tidak jadi datang karena anaknya masuk rumah sakit. Aku, pak Sumeri dan pak Pudjono bergegas kembali ke perhentian ke dua belas. Aku berkata bahwa sepertinya ucapan orang yang disalibkan di sebelah kanan Tuhan Yesus berisi “rapal” atau mantra pujian dan permohonan yang membuat Tuhan Yesus berkenan. Aku tidak tahu isi SMS pak Sumeri, namun sepertinya kami ngobrol yang berkaitan dengan waktu pukul tiga sore. Saat kematian yang aku tangkap berkisar jam tiga sore, bisa kurang bisa lebih. Sewaktu aku tanyakan ke pak Sumeri, ia menerima kabar dari ibu Wiwik tentang angka tiga. Mungkin berhubungan dengan waktu, apakah 3 jam, 3 hari, 3 minggu atau yang lainnya.

Kami masih jalan-jalan di sekitar Puhsarang dan melanjutkan perjalanan untuk makan siang yang sudah lewat. Pada saat makan tersebut, pak Sumeri mendapat berita bahwa anak yang masuk rumah sakit sudah meninggal. Waktunya memang sebelum jam tiga sore, namun sudah lebih dari jam dua.

Kemudian perjalanan dilanjutkan ke rumah pak Subardja. Ibu Wiwik ingin menanyakan banyak hal yang “dilihatnya” kepada pak Pudjono secara berdua. Kami menunggu dan ngobrol dengan pak Bardja di luar. Teman teman yang lain malah istirahat di dalam mobil. Sewaktu mau pamitan, kelihatanya ibu Wiwik masih ingin bertanya lagi; maka berkumpulah kami berlima, aku, pak Sumeri dan pak Subardja., berbicara roh yang mengikuti ibu Wiwik. Akhirnya aku menawarkan doa untuk roh tersebut, agar bisa pindah ke tempat yang mulia. Di tempat tersebut pernah terjadi pembunuhan pembantu rumah tangga oleh penjahat yang masuk ke rumah. Kemudian kami menyiapkan air bening segelas dan lilin menyala, dilanjutkan doa permohonan dan doa Rosario. Sepertinya roh tersebut ikut berdoa bersama kami. Semoga Tuhan berkenan atas doa kami bagi yang kami doakan.

Setelah segalanya selesai, kami pulang ke rumah pak Sumeri untuk istirahat sejenak, karena tengah malam kami akan kembali ke Yogyakarta, mengantar mas Agus Budianto yang harus pulang ke Bandung karena harus bekerja.


29 November 2010


Kami sampai Yogyakarta berkisar pukul tujuh pagi dan setelah sarapan mengantar mas Agus Budianto ke stasiun. Rombongan kami melanjutkan kembali ke desa Tanggung di lereng Merapi untuk istirahat sejenak. Aku mengisi battery laptop yang sudah habis sambil menulis ini. Kemudian datang pak Sumadi, setelah menelpon pak Sumeri.

Sekitar jam 14.00 kami, aku, pak Sumeri, pak Sumadi, pak Pudjono, pak Yohanes, pak Hartono, pak Sugeng berangkat ke Gua Bunda Maria di Sriningsih.

Sepertinya santo Petrus menemani kami walaupun tidak menemui kami secara nyata. Pak Sumeri malah seperti melihat tumpukan wayang kulit, yang paling atas seperti Anoman.
16.30 terlihat simbul huruf I dan M menjadi satu (Maria Immaculata?)
17.00 terlihat seperti ada gardu bertangga untuk ke pintunya. Terlihat ada simbul huruf “O” Kemudian terlihat seperti burung kakaktua paruh betet, ekornya panjang, warna bulunya abu-abu kecoklatan. Kemudian terlihat piala ceper transparant seperti terbuat dari kaca.
Terlihat seperti seseorang keluar dari pintu dan membagikan hosti. Pak Pudjono dan pak Sumeri ikut menerimanya, kemudian aku menyusul. Kemudian orang tersebut masuk dan menutup pintu.

Terlihat seperti papan tulis yang memakai tiang penyangga. Tulisan yang muncul seperti running text :

1. Station higher
2. Visuality communication principle
3. Command privat numerical
4. Devide little commercial take home
5. Amen, amen, amen

Apa arti tulisan O. apakah bahasa Inggris atau Latin.
:”O kuwi tegese linuwih, agung. Kuwi basa karnaval (?)”
Terlihat huruf O tersebut berubah seperti kukusan yang runcing ujungnya.

Arti dari station higher, seperti ada lampu yang ditutupi, dikurung. Kemudian tutupnya dibuka dan lampunya malah padam, namun menyala lagi. Kemudian lampunya berubah menjadi salib yang bercahaya di tengah sambungan salib. Kemudian berubah menjadi sebuah lilin besar dan dikelilingi oleh lilin kecil yang banyak. Kemudian lilin besar menjadi besar dan tinggi, disekelilingnya banyak orang sedang bersujud. Masih berubah lagi menjadi piala ceper berisi anggur berwarna kuning encer seperti sampagne. Kemudian hanya diminum oleh seorang saja.
Sewaktu ditanya mengapa, ada suara :”Father is legal.”

Arti Visuality communication principle, terlihat tempat air suci, kemudian seperti piala atau sibori tipis cenderung seperti salib. Kemudian berubah menjadi Kitab Suci bersampul hitam, kemudian tempat dupa pakai rantai panjang (wirug). Setelahnya ada bejana berisi air untuk memberkati umat. Terlihat seperti ruangan sakristi yang ditutup. Sepertinya ada misa kudus. Terlihat seperti ada pastur yang merentangkan tangan, kemudian bersila seperti meditasi, dan menyembah. Kemudian pastur hilang dan berubah menjadi salib millennium. Berubah menjadi photo Tuhan Yesus dengan hati kudusNya; di sebelahnya ada cap. (:”Nggo nytempel tanganmu yen kowe mengakui. Ya gampangane yen kowe kuwi duweke.” terlihat sapi yang dicap pinggulnya)

Arti command privat numerical, di belakang tulisan seperti ada lukisan seperti huruf X dan ornament indah. Kemudian terlihat seperti rohaniwan bersabuk besar membawa Kitab Suci. Kemudian lampu yang pertama sepertinya dilingkari oleh banyak lingkaran berputar dan menyala bermacam-macam, kemudian berubah seperti bulan.

Arti devide little commercial take home, terlihat seperti orang banyak berdiri antri untuk menerima sesuatu; terlihat tangan kanan yang memberikan sesuatu (seperti bulatan putih) kepada yang antri. Yang antri tersebut berjubah putih yang pinggangnya ditali yang ada kantongnya di sebelah kiri. Yang diterimanya dimasukkan kedalam kantong. Dia berdiri di depan banyak orang bersila dan membagikan kepada yang bersila. Suara yang terdengan “moving… moving …moving …” Yang bersila banyak sekali, maka memerlukan waktu .Tulisan yang terlihat :”moving include A numeric Z”
(:”Sing dibagi kuwi akal utawa pengajaran yang disampaikan, yang datang dari Roh Kudus, lewat si pemberi itu tadi. Amarga Roh Kudus kuwi asale saka surga, ya bab surga. Bab papan lan mapan tentang surga, surga sebagai papan dan surga sebagai tempat tinggal. Papan kang indah amba ora ana bongkot pucuke ora ana ngisor ndhuwure; Ya papan kaya ngene iki, ananging ora ana siksa, ora ana aniaya, ora ana rubeda, ora ana kanisthan, ora ana palang tunjang lan langgeng ana ing Astane.
Apakah bisa dirasakan di dunia ini? :”Ana lan bisa.” Caranya bagaimana? :”Carane, kowe kudu bisa sak emper karo Gusti, dalam hal permasalahan, dalam hal perbuatan, dalam hal kesukaan, dalam hal nol.”

Contohnya dalam hal permasalahan. :”Barang ana kang ora ana dadekna ora ana  nol. Utang lan piutang padha tegese, nol. Sing abot urip lan mati, malah dadi = mati, nol. Guru lan murid = bodho, nol. Ora ana wong lanang ora ana wong wedok, ora ketok wong lanang ora ketok wong wedok = bujel.”

Contoh dalam hal perbuatan. :”Perbuatan mengkhayal. Perbuatan mengkhayal sing ora bakal kedaden lumarabna wae = lali = nol. Iki jenenge tentang khayal dhisik. Perbuatan nyata kang gampang ditiru; contone gawe padhang, ikhlas, sabaran, tumata, enjoy. Perbuatan yang agak abstrak, contone berbuat kasih, berbuat donor, berbuat mirang wani rugi, wani entek entekan, wani nombok, wani cilaka, wani gering, wani nggo tumbal, wani bablas (gambaran tanah). Conto sing gampang, ora males ora nyangkal, ora merangi, ora ngidoni (mencemooh), Lan sak piturute. Cekake mengkene:Nek kowe isa lahir batin lan pikiran dadi nol, ora duwe apa-apa, bisa materi, drajat, pangkat lan sak piturute,  tenang, sunyi, indah, sirep, gamblang, ketemu swargane.” Bila tidak sak emper dengan Gusti, tetapi dalam segala hal kecukupan :”Kuwi begundhale setan. Wong kang kok sebutke mau dadi susuhing keblat nolak Gusti Yesus.” Jika sudah mlarat tetapi mengeluh terus :”Mlarat ateges nelangsa, mlarat ateges nrima, mlarat ateges nyatria, mlarat ateges ora ana, mlarat ateges wani ndhadha, kuwi klebu sak emper Gusti.”
:”Kewalikane, mlarat ning nunjang palang, kemrungsung, sok nggrahita, nyumpahi, kuwi klebu melawan. Ya kabeh iki maui pengertian, pengajaran. Kabeh kuwi dudu mung pandelengan.”

Apakah akal budi model pak Xxxxxx?:”Kae wingi iku pengajaran sing kuwalik, pengajaran sing mbedhah angger-angger utawa nerak bener. Ajaran kang lumaku bapa durjana.”

:”Santhet kuwi energi saka uwong dilewatke benda, utawa lewat sesuatu, nempel uwong. Kuwi kanggone kowe lali keblat. Kuwi dudu musrik ning mung kelangan kiblat. Musrik kuwi mengharapkan sesuatu dari keampuhan benda supaya bisa merubah ke arah positif.”

Kesaktian, kadigdayan, menyembah sesuatu dianggap sama dengan menyembah Hosti .. :”Kowe sebagai umat Katolik menganggap benda benda rohani sing duwe kekuatan magic utawa kemampuan khusus, super, elegan, kuwi jenenge Sabda Dalem kang mijil, Sabda Dalem kang ditamakake, Sabda Dalem kang dimusadakake. Barange dhewe ora ampuh, Sabdane sing ampuh; Pengakuane Sabda sing ampuh. Selaras karo Sabda Dalem, dudu musrik. Bedane ana Sabda, nek musrik kemampuan barange.”

Sak emper dalam hal kesukaan? :”Umume kesukaan sing ateges kenikmatan = lali. Lali urip. Lali nikmat, lali urip, kosong.”

Mas Hartono bertanya bahwa prihatin dalam ziarah ini ujubnya ingin nywargakake anak bojo, bener atau tidak? :”Padha kersane Gusti”
Bagaimana jika lebih luas untuk banyak orang? :”Oleh lan padha. Umume saranane sing beda. Kanggo umum tantangane abot, godhane akeh, seling surube muncul, ora kapercayan. Gampangane durung mesthi wong percaya. Karepmu apik malah dianggep musuh.”

Bagaimana dengan keinginan nywargake orang banyak tetapi malah anak istri kapiran? :”Mung kurang tumata. Ngomah ditata dhisik banjur nyelaraske keinginan, kemauan anak bojoku luwih dhisik. Banjur liyane.”

Nywargake anak bojo? :”Isa ninggalke kebutuhanmu dhewe, kanggo kepentingane anak bojo. Becike kowe melua, dadi siji karo anak bojo; tinggalen urusane omahmu dhewe.”

:”Bojo kuwi pangimpening awakmu sing padha karo kowe. Yen beda, kuwi jenenge mung jodho.”

Beda keyakinan :”Yen koyo ngono ananging dalam kehidupan mengalami kebersamaan, senang, bahagia, ayem tentrem lan sakpiturute, sing kaya diimpekake, kuwi jenenge bojo.”

Suami istri itu yang benar jodho atau bojo:”Bebojoan kuwi luwih dhuwur tinimbang jejodhoan. Bojo kuwi dadi siji sehati sejiwa; Nek jodho kuwi dua kekarepan satu jiwa”

“Pengangkahe menungsa yen didadekake sakramen kuwi ora gelem.”

Pertengahan malam kami istirahat. Ada yang berdoa pribadi, ada yang ngobrol pengalaman rohani.

30 November 2010

Tengah malam berkisar jam 02.00 kurang, pak Sumeri seperti melihat atau mendengar suara tentang Setyaki. Aku katakan sebagai tokoh pewayangan yang menjadi patih Dwarawati, senjatanya gada Rujakbeling; Sering disebut juga sebagai Bima Kunthing. Seorang patih yang setia dan jujur, sakti dan berani. Kemudian kami masih ngobrol tentang pengalaman rohani, sewaktu berkunjung kesini tahun yang lalu. Di perhentian ke tujuh kami semua diberi komuni oleh romo Sasra Wardoyo.

Kami lupa untuk menanyakan siapakah yang tadi sore memberi kami komuni. Aku lihat semuanya malah tidur masing-masing. Pak Sumeri berdoa rosario dan menyanyi sendirian di depan patung Bunda Maria. Akhirnya aku juga tertidur seperti yang lain sampai pagi hari.

Keesokan harinya kami turun gunung bersama seorang temen yang ketemu di atas. Dia melanjutkan perjalanan ke Klaten, sedangkan kami kembali ke lereng Merapi mengantar pak Sumadi. Kami istirahat sejenak di rumah mas Herry adik mas Hartono.

Sekitar pukul dua siang kami melanjutkan perjalanan ke rumah sakit Palang Biru di Gombong, menjenguk istri mas Agus teman pak Pudjono yang sedang sakit. Kami berdoa untuk yang bersangkutan. Kemudian pak Pudjono kami tinggalkan di rumah sakit, menemani yang berjaga.

Kami melanjutkan perjalanan pulang ke Bandung. Kurang lebih jam dua pagi tanggal 1 Desember 2010 kami sampai ke rumah masing-masing. Acara istirahat di rumah, karena sore hari kami berdua belas sudah berniat untuk berdoa dua jaman saling bergantian..

Tuhan, terima kasih atas penyertaanMu selama ini. Dari berangkat sampai kembali ke rumah kami masing-masing. Amin.

Kamis, 04 November 2010

Pengalaman 1 November 2010

1 November 2010

Siang itu pak Sumeri memberi kabar akan ke rumah pak Pudjono yang akan pulang ke Yogyakarta sorenya. Aku menyusul dengan membawa tiga bungkus nasi Padang. Kelihatannya mereka berdua sedang berkomunikasi rohani dengan Bapa Paningal.

Berkisar pukul 13.00 ada simbul lilin besar menyala. Kemudian pak Sumeri bercerita tentang situs blog Murtadin yang agak mengagetkan. Maka saya bertanya apakah betul wahyu yg diterima Xxxxxx seperti itu. Suara yang terdengar :”Bathangen dhewe. Kuwi saka Gusti apa saka sapa?”

Kami berkomentar macam-macam, kemudian suara yang terdengar :” Kuwi turunane ular beludag.”

Aku agak heran sewaktu pindah duduk di lantai, aku hang ... tertidur cukup lama. Memang badan sedang capai, kurang tidur selama beberapa hari.

Jam 15.00 ada simbul gambar wayang raksasa besar sekali dan kelihatan dekat :”Dhanyange bumi metu.” Tidak ada terusannya.

Kami bertanya tentang orang yang baru saja meninggal, apakah tidak semua bisa menembus batas ruang dan waktu termasuk bahasa; seperti kami mendoakan orang yang berbeda agama, atau beda bahasa.
:”Wong kuwi durung bisa nampa donga kabeh. Sing digawa mung donga asline. Sing tak karepake, kuwi donga sing dingerteni wiwit cilik. Yen wong Kong Hu Chu didongakake nganggo cara KongHuChu. Wektu kuwi ya durung jumbuh. Kuwi etungane ora nganggo wektu, ning nganggo rasa..”

:”Nasibe padha. Umume wong Katolik iku wong pengertian. Sing dingerteni ya dongane dhewe. Didongakake sapa wae oleh ning ……. (hilang).”
:”Alang ujure kuwi ana cangkemku, dudu cangkeme sing donga. Mula kowe aja bimbang, ora usah sumelang. Bapa di surga wis pirsa. Air baptisan lan Komuni kuwi manjur, nylametake nyawa..”

:”Biasane yen wis mendekati 700-800 dina sakuwise mati, lagi bisa bahasa roh, bisa macem-macem, nampa pandongane wong akeh.”

Bagaimana jika untuk orang abangan?
:”Wong kang mangkono kuwi sing dideleng, sing dirakut dongane anakke utawa sedulure, sing dianggep bisa nulungi lampahe. Sebab kuwi dianggep sarana langgeng.”

:”Nek mbok Tasmini sing disenengi, sing diugemi, sing digelemi suarane pak Sumeri. Biasane cukup manthuk..”

Bagaimana doa yang terkena musibah bencana?
:”Sing dianggo tetep dongane sedulure, sebab kuwi sing dianggep jiarah. Gampangane dongamu mung ndandani. Tegese mung kabecikan, ikut bela sungkawa, ora ngrungkebi. Sing ngrungkebi sing jiarah. ……. Saat kuwi dongamu ora kanggo, sing kanggo sing masrahake.”

Apakah betul orang Kristen tempatnya di Api penyusian dan surga (maksudnya tidak akan ke neraka)?
:”Neraka ana, api penyucian ana, swarga ana. Pokoke neraka tetep ana, pacoben ana, swarga ana. Neraka, pacoben, swaga kuwi rak arahan papan panggonan sak-uwise mati. Gumantung pakaryane duk semana. Wektu urip.”

Mengapa Diana tidak bisa berkomunikasi rohani dengan mbah Baud?
:”Cekelane Diana kurang dhuwur, kurang transparan ing ati, kurang putih ana ati. Dadi kurang mau menerima,, ora gelem nampa sak kabehe, isih nganggo rasa. Gampangane ora gelem nampa, malah mbedhedheg atine..”

Bagaimana dengan model doa arwah sampai 1000 (seribu) hari?
:”Nek wong nyewu kuwi tegese kanggo ndongakake keri dhewe, dianggep sewu dina wis cukup membantu, menolong, nyengkuyung, age-age gesang langgeng, sing dimaksud slamet. Umume mung tekan sewu dina. Kuwi urusane menungsa, karepe sing isih urip. Sing ana kana, sing wus seda gumantung gandhulane sapa, ndherek sapa. Mbuh swarga, mbuh ….., apa swarga apa dahana mulat, “?”

Bagaimana dengan mendoakan setiap saat atau setiap tahun?
:”Ubarampe apa sing kok tumindakake kanthi prasaja, kanthi legawa kanggo swargi bapa biyung, mbuh wis pirang tahun kapundhut Gusti, cekak atine kang kok kirim donga, kang kok suwunke ngapura, mesthi ___ bakal manggih begja.”

Sebenarnya bagaimana dengan model seperti mbah Baud?
:”Papan Pangentosan dudu, Palerenan dudu, kelanggengan dudu. Ndherek sapa, Gustimu ora ngerti. Urip neng kono dhewe ya ora pirsa. Ya kuwi, gandhulane urip ndherek sapa.”

Apakah bisa didoakan?
:”Aja-aja neng omahmu dhewe ana sing tunggu. Nek ora njaluk, ora nemoni, ora mepet awakmu, ora perlu, ora usah.”

Terus namanya apa, Tuhannya siapa?
:”Sukma Dora Dahana ora ana. Panglipur Jiwa ora ana, pasiksan ora ana. Sangkal suwita ing Gusti ora ana. Wong kaya ngono kuwi waton tumindak leres, ora ana siksa. Jaman kuwi dianggep jaman „mbuh ora weruh” sing penting tumindake becik; Agemane ya ora ngerti, Gusti ana ngendi ya ora ngerti.”

:”Aja nyalahake Gusti Yesus. Nemoni kowe wae ora.. Kudune ngongkon kowe dhisik, wong sing isih urip. Banjur kok tuduhake dalane, kok suwunake. Boro-boro gelem, wong ana kana kepenak. Ora awan ora bengi, ora adhem ora panas.”

:”Mengko nek Kiamat, kabeh dikumpulake, sukmane ben ndhene, ben ngadhep dhewe, ben ngomong dhewe. Ya dalane ora nganggo dalan agama. Dalane dalan kanugrahan, dalane dalan welas asih. Jenenge Dalan Kendel Sepata. Tegese wis bubar, urusane tanpa syarat..”

Bagaimana yang kenal agama tetapi masih nglambrang?
:”Sing kaya ngono kuwi malah sing diarani Sukma nglambrang, ora ngerti panggonane, ora ngerti tujuane. Nanging ora kabeh mengkono. Ora njur dianggep kabeh ora tekan. Kuwi sing sok gampang kesahut, gampang kepikut. Gampangane kesaut melu roh jahat. Mesakake. Yen bisa sembadanana, nek ngerti jenenge, nek apal wonge, nek kowe lila atimu.”

Bagaimana dengan kelompok Amrozi atau model teroris seperti yang di Indonesia?
:”Kuwi rak di seberang jalan karo kowe, kok direka-reka. Wis nemu ajale mbok wis ben.”

Maksud kami kasihan, mungkin bisa didoakan
:”Memange kowe isa ngusir roh jahat, isa nglindungi dheweke saka kungkungan kejahatan? Dheweke wis dadi balane Si Jajul.”

Kami berdoa mengucap syukur, karena sudah petang dan pak Pudjono siap-siap. Saya mengantar sampai terminal.

Pengalaman 28 Oktober 2010

28 Oktober 2010

Kamis malam kami berkumpul di rumah pak Mardayat; aku, pak Pudjono, pak Siahaan, pak Abraham, pak Yohanes. Kemudian datang pak Sumadi, mas Agus Sudarno, pak Hartono dan pak Wahyanto.
Sebelumnya saudara pak Mardayat (pak Suwarno Kushadi) sudah konsultasi kesehatan untuk istrinya yang sakit payudara.

22.45 simbol yang kelihatan oleh pak Pudjono, gunung Merapi seperti digaru diratakan ke bawah. dan masih terlihat. Kami berdoa untuk para saudara di gunung Merapi. Kemudian kami bertanya kira-kira berhenti atau malah membesar, ada kurban atau tidak:”Ora ana liya sing ngerti sedulurmu dhewe. Nek kowe ora oleh weruh.. Yen wingi sagenggem, saiki sak tenggok.”

Apakah bisa disyarati untuk mengurangi jumlah kurban :”Syarate getih abang.” Yang terlihat simbul degan dipotong/ diparas. Selama ini menjadi simbul untuk orang mati.

Apakah ada yang menjaga gunung Merapi, tetapi tidak ada jawaban.
Simbul yang kelihatan malah simbul gunungan tetapi seperti ada lampunya.
:”sing dianggo sing mburi. Papan kamulyan Dalem arep turun, arep rawuh. Tegese cagak (yang kelihatan warna hitam) Ya pantes yen cagak kuwi ireng marga abot. Gen tetep dadi tunggul. Dadi kowe kabeh yen wis dadi panutan, kuwi abot. Aja nganti uwal, aja nganti bedhol. Dadi dudu Gusti Yesus sing rawuh ananging jiwamu dhewe-dhewe. Kajaba nyangga awakmu dhewe, nyangga kanan kering, kaya ucapanmu mau. Cagak kuwi mau kumpulaning atimu. Aja nganti goyah, ndhak ngisin-isini. Aja nganti liline mati. (sekarang cagak sudah berubah menjadi putih). Juru selamat masa kini, juru selamat ginawe ayu. Dadi kowe kudu bisa dadi juru selamat. Percuma Roh Kudus mapan, kowe aja ngguya ngguyu, ketoke rada maido.”

Menapa malih Gusti? Seratan utawi ungel2 menapa?
:”The first order, Son cum laude decide be size ”home side” guide homeless “

Sekarang yang terlihat seperti kitab tetapi tidak tebal dan masih baru.
:”Kitab cekelane para nabi gen bisa munggah swarga. Dadi duwe cekelan dhewe. isine darma mukti, darma wisuda. Kelakuanmu kudu kok tepakke ana awakmu dhewe, iso apa ora? (ada gambar cakar ayam, jago berjalan pincang) „

Simbol lainnya?
:”Gampangane anggepen wongliya kuwi ya awakmu dhewe. Nek nggawe susah wong liya, susahe dhewe. Nggawe rekasa wong liya rekasane dhewe. Nggawe ajal wong liya kena awake dhewe. Tangane wong liya anggepen tangane dhewe. Tegese yen ana wong nabok, ana wong milara, anggepen ora ana apa-apa. Gampangane ora oleh nekakke kuk, ora oleh ngewanke uwong. “

Gusti kok ajaranipun kados mekaten, wonten menapa? sepi tidak ada jawaban

:”Cekelanmu kitab warta lelampah utama. Gampangane kitab para rasul. Kuwi anggonen, rak slamet. Tugasmu genti nggenteni para rasul. Wong wis diwisuda kok isih bingung. Dadi yen dadi rasul ora perlu nek pas ngumpul. Wong Roh Kudus wis turun kok isih wedi. Ya manut kekiyatane dhewe-dhewe, manut bisane dhewe-dhewe. Ora perlu ngemu teges agung, cukup nyuwita ing Pengeran. Danganing penggalih ora saka akeh maca, akeh tuladha.”

Kelihatan buku sudah ditutup :”Saiki kowe padha ndongaa dhewe-dhewe. Kowe mesti wis duwe tugas dhewe-dhewe minurut pengangen-angenmu, ndongakke sapa wae oleh. “
Kami berdoa bersama dengan ujub masing-masing.

Kemudian terlihat nasi satu lepek (satu cawan). Tegesipun menapa Gusti?
:”Dhaharan jasmani wis cumawis, mung kari kudu kok genepi nganggo makanan rohani. Genti ana kene kowe sing nyawisake, gen kabeh melu mangan.”

Menapa menika Gusti :”Dongamu kuwi mau isih kurang panjang, kurang komplit, isih kurang akeh. Kuwi sing kudu kok cawisake. Ora tak arani bengi iki, kena liya dina. “

Menapa malih Gusti? :”Gunane melek bengi, kejaba dadi kidung, uga dadi sarana kabecikan, sarana tetulung, sarana ungkapan kasih mring pepadha; Ora apa-apa ndongakke wong sing ora ngerti, ora krungu. Kuwi becik Mesthine imbalane ya ana.”

pak Sumeri melihat seseorang seperti biksu berpakaian kuning :”Yakuwi Bapa fadjar Baru sing arep ngekeki pencerahan marang pak Sumeri. Yakuwi roh kang awujud.”
Yang terlihat Bapa Fadjar Baru menjadi satu dengan pak Sumeri dan terlihat seperti orang bersila. :”Jagadmu isih abang.” Kemdian spertinya Roh Kudus turun kepada pak Sumeri yang membuat putih, berubah seperti burung blekok. Alkitab ditangan pak sumeri dan diletakkan di dada. :”Rubahen atimu nganggo atiKu. Pak Sumeri, Sang Sabda uwis rawuh. Unjukna atur. Wis sethithik wae. Madhepa ngetan, ngadega kabeh berkatana.”

Ada simbul gigi geraham :”Paribasan wis dewasa, wis kuwat.”
Terlihat seperti tangan kanan diacungkan kedepan seperti memberkati.:”Jane kowe krasa apa ora?” Pak Sumeri menjawab bahwa kraos. :”Nek krasa ateges Gusti wis makarya”

:”Gampangane umbaren, kabeh omonganmu kanggo.”

Kemudian terlihat sepertinya pak Mardayat ngrogoh sukma berdiri di belakang mas Hartono.

Sepertinya pak Mardayat kepanjingan Bunda Maria, karena berubah seperti Bunda membawa tasbih dan bermahkota.
Bunda Maria :”Berkah ora saka aku, aku mung menyampaikan.”

Pak Mardayat diminta ngajar namun sebagai pengantara Bunda Maria.
:”Penyuwunmu marang Putraku wis ..... (nggak bisa ngejar kata-kata pak Mardayat)

Bunda Maria :”Urusan doa tetep marang Allah Bapa. Aku mung nggenepi. Kurang luwihe saka pengentha-enthamu, banjur diaturke dening Bunda marang Gustimu. Dadi isine doamu, Bunda kang nggenepi amrih dadi kinarbuka ing astane Hyang Rama. Wis semono wae, mengko ndhak aku dioyak.”

Penjelasan doa yang langsung ke Allah Bapa, dimana Tuhan Yesus:
Bunda Maria:”Letake Gusti Yesus dadi siji karo Bunda.”
:”Pokoke loro-lorone bener. Mung umume aku dikiwakke. “
Dongamu kuwi lancang, wong kowe durung tau weruh Gusti Allah. Sing ngerti aku.”

:”Aturna marang Bunda ben Bunda sing ngaturake Dongamu becike kaya mengkono. Dongamu kudu kok aturke marang Bunda utawa GustiYesus. Kuwi pokok pangerten urut-urutane.”

Penjelasan doa Bapa Kami ? :”Bundamu kuwi Bunda segala bangsa. Nek kowe donga Bapa Kami ndhak kowe kleru sing nyembah, ndhak nyembah allah lain. Inti utamane lewat Bunda karo Gusti Yesus. Doa Bapa Kami dianggo ndhak kowe nggoleki allah lain.”
:”Doamu kuwi senenge bertele-tele. Sing kanggo Bunda Maria/ Tuhan Yesus doakanlah kami, Ben uwong kuwi mari, ben uwong kuwi lancar. Keblatmu rak nyang Allah Bapa njaluk kawusanan. Ning apike sing ngaturake Bunda.”

Ampuhnya doa Bapa Kami?
:”Ampuhe yen kowe ngakoni yen Gusti Allah ana. Penyuwunmu kuwi tetep neng Gusti Yesus. Sing ngusadani, sing nuntaske Sang Hyang Rama kang ana. Sang Hyang Rama kuwi jejer, kang ana kuwi kang linuwih kang ora katon. Gampangane Sang Sabda. Dadi yen kowe nyebut Sang Hyang Rama, mungkin neng atimu ora ana Sang Sabda. “
Ana kuwi tegese ana kang ana ananing ana, dudu ana ateges suasana utawa ana ing sasana.

Bapa kami yang ada di SURGA ? :”Ana kene ngemu teges papan panyembahan, papan kang suci, manggone utawa tempate, letake, singgasanane ana ing swarga ning ora kudu swarga. Swargane gawenen dhewe. Pangerten kuwi angel kanggone kowe, gampang kanggone Bunda.”

:”Nek kowe isa ngilangke duniamu, nglalekke rekasamu, pikiran jahatmu, pikiran alamu. kowe wis bisa mbayangke yen swarga kuwi ana. Ning kowe durung bisa ngrasakke tenane swarga. gampangane kowe lagi ngerti kahanan neng swarga sing kaya pengimpen-impenmu. Swarga kuwi kahanan kang nyata, gampangane mulya.”

:”Donga kurang dawa, dongamu lagi sethithik ora murakabi wong liya. Bertele-tele, dongamu kuwi njelehi. Penjalukmu kuwi mboseni. Cukup nyebut jenenge, Bunda lan Gustimu wis pirsa. Sakjane dongamu kuwi karepe rak cepet rampung. Intine rak nyuwun mari, rak nyuwun jodo, rak nyuwun dangan. Bunda kuwi wis pirsa sebuten jenenge wae. Wis ta mengko rak mari. Doa ungkapan iman kuwi doa sing tanpa pamrih. Kuwi ateges memuji memuliakan, mengungkapkan. Doa sing pendhek kuwi doa cepat tepat. Mosok kowe kepleset ndadak nganggo doa panjang, wis tiba.”

Bagaimana doa 2 jam? :”Jane donga kuwi piye ta? Donga sing dawa padha karo donga sing cekak. Yen kowe ndonga rong jam telung jam ora papa, diisi ukarane dhewe kena, diisi pangayubagya bisa, Nyanyian kuwi pangalembana oleh.”

:”Donga kok nganggo maca. Yen dibatin mengko kowe diganggu liya-liya. Memangnya padha iso meditasi? “

Doa dinyanyikan :”Kuwi luwih apik, sebab yen kowe nyanyi pikiranmu malah sawiji. Mazmur lan litany oleh ning kudu diapalke.”

:”Dongamu kuwi sak rangkean, wiwit saka menyat saka ngomah, nganti tekan ketemu wonge, kuwi kanggo. Niyatmu saka ngomah rak kepengin nambani.”

:”Nek Bunda isih kanggo, Bunda isih ana, arep ngetutke kowe tekan ngomah.”

Kami berdoa mengucap syukur, kemudian sebagian besar pulang tinggal tuan rumah, aku. pak Yohanes, pak Pudjono, pak Sumeri dan mas Rudi.

Sebaiknya dalam doa permohonan, penyuwunan dahulu baru doa pakem.

:”Sing genep rosario kuwi 150 kanggo satu ujub, ora kena liyane numpang, ora kena liyane nunut.”

Utk pak Pudjono kurangane isih akeh durung genep.
Sing disebut satu ujub kuwi satu perkara, sak panyuwunan, mung mligi. Apike neng kene ora susah nyang-nyangan.”

Bagaimana jika kepada Tuhan Yesus dengan ujub yang banyak tanpa rosario :”Biyen-biyene donga kuwi mung siji, Bapa Kami, kena dianggo apa wae. Banjur muncul doa-doa kang akeh kanggo samubarang, nganti bisa teka jroning ati, njur dadi pengganti doa Bapa Kami thok. Ana kene nilaine padha, padha benere padha apike padha anggone, padha ditampane, padha diaminke. Kabeh oleh. Kowe arep gawe donga sing madik-madik nganggo tata caramu, waton diwiwiti Bapa Kami, ampuhe padha. Tegese tetep Kabul.”

Doa Bapa kami bisa untuk ujub yang banyak? :”Apike aja. Doa Bapa Kami cukup untuk memuliakan Allah. Yen rosario kabeh kuwi mau kan rangkaian termasuk Bapa Kami”

Pengalaman 27 Oktober 2010

27 Oktober 2010

Rabu pagi aku mengantar istri rapat di kelurahan dan aku sendiri terus ke kebun memberi makan ikan. Pak Sumeri telepon bahwa sedang berkumpul di rumah pak Pudjono bersama pak Mardayat, pak Yohanes dan pak Sumadi. Aku menyusul ke rumah pak Pudjono. Kami ngobrol kesana kemari karena hanya ingin anjangsono.

Iseng-iseng pak Pudjono melanjutkan pertanyaan pengalaman rohani yang kami alami berdua sebelumnya. Secara rohani yang tidak kelihatan, bagaimana Allah Bapa berkarya kepada bpk Uskup. Yang dilihat pak Pudjono cukup aneh karena seperti gambar skema : Dari Allah Bapa ada garis panah lambang Roh Kudus langsung ke bapak Uskup. Tuhan Yesus tergambar bersinar di antara Allah Bapa dan bapak Uskup. Ada garis panah dari bapak Uskup ke Tuhan Yesus dan Tuhan Yesus ke Allah Bapa.

Suara yang terdengar :”Putra kuwi kan sudah berkarya, kedudukanNya di bawah. Roh Kudus langsung dari Allah Bapa. Ndhak diarani Roh Gusti Yesus; tetapi Roh Allah Bapa yang berkarya. Dadi Tuhan Yesus berkarya karena Roh Allah manjing (yang terlihat wajah Tuhan Yesus dipenuhi dengan sinar). Padha karo Roh Allah turun atas para rasul
Saiki Roh Allah sing turun kepada bapak Uskup, biar bisa berkarya kaya dene Gusti Yesus. Saiki Roh Allah sing turun kepada bapak uskup, sing siji, saiki Roh Allah langsung tumuju marang Uskup. Dadi tumpuane karya-karya Gusti Yesus ditambah kehendak Bapa langsung. Dadi ateges bapak uskup kuwi ora nate ditinggalake. Karo-karone bekerja, ya dhawuhe Gusti Yesus dengan sabda-sabdaNya + + + ditambah kuasane Allah Bapa. Wis semono dhisik, limbang-limbangen.”

Kami ngobrol dan bertanya tentang bedanya Tuhan Yesus dengan Allah Bapa, dan suara jawaban yang terdengar :”Bedane mung katon karo ora katon. Neng kene dilihat dari karyane. Nek saka panguaose, Roh Gusti Yesus dadi siji, ora bisa dibedakake karo Allah Bapa.”

Penjelasan sanesipun kados menapa ?
:”Gusti Yesus kuwi ana ragane, karyane dengan tangan, ucapan, parentah. Yen wis manjing karo Allah Bapa, sing katon mung kadadeyane, ciptane. Gampangane Allah bapa iku mumpuni; Arep kaya Gusti Yesus, kaya bapak Uskup, bisa. Ananging yen Gusti Yesus harus dilihat RohNya saja, supaya bisa manjing dengan Allah Bapa. Telu-telune Atunggal.”

Bagaimana dengan raga Tuhan Yesus, jika RohNya manjing?
:”Ya neng kono kuwi jenenge Putro, aliyas jabang bayi kang ginawe.”

Gambaran rohani kok sulit ditangkap dan dipahami?
:”Sebab sing kok ngerteni saka ajaran, sabda, pitedahe saka Gusti Yesus. Sebab statusmu iku umat dudu gembala. Ora bisa. Sebab umat kuwi bisane nampa. Yen bapak Uskup meh kaya nyipta, arep ndadekake. Ora na prentah utawa karya neng kowe ngongkon bapak Uskup; kuwi ora ana.”

Bagaimana pada zaman kegelapan, sampai-sampai menjual sakramen pertobatan?
:”Ana kono kuwo Tuhan Yesus tetep berkarya. Mung karyane isih tertunda, ora ateges bapak Uskup mblenjani utawa menyalahgunakan.”

Namun dampak negatif yang dirasakan sampai sekarang?
:”Pokoke tetep jenenge karya Tuhan Yesus sing tertunda, dudu terhambat ataupun kelangan kawibawaan. Ora kaya panemumu. Jejere bapak Uskup dadi wakile Gusti Yesus tetep ajeg, ora lengser.”

Kalau bapak Uskup sampai keliru memutuskan menurut pandangan umum?
:”Jenenge bapak Uskup kelangan enggok.”

Kami jadi bingung untuk memahaminya, mohon dicerahkan.
:”Bedane, Gusti Yesus bisa kok cekel, bisa kok jagakake. Yen Allah Bapa ora bisa kok cekel, ora bisa kok delok. Durung wayahe.”

Pak Sumeri mohon penjelasan tentang roh Bapa Paningal yang diterimanya beberapa hari sebelumnya. Suara jawaban yang di dengar :”Kuwi Roh Kuduse utawa Roh Allahe utawi sempalane saka Roh Allah. Gampangane nek Gusti Yesus kuwi Roh Allah wutuh. Nek kanggo umat utawa manungsa, kuwi mung cipratane. Aja sok ngukur Gusti Yesus nganggo prosentase.”

Pak Pudjono bertanya kira-kira karunia Roh yang bagaimana untuk kami masing-masing.
:”Pak Mardayat iku kanggonan Roh kawibawan, Roh pemersatu, satu ucapan, satu lagean, satu kamardikan, satu kaunggulan, satu kamukten.

Pak Yohanes iku roh pangemba-emba, roh pendugaan, roh pangira-ira. Ana tambahane Roh pambagya. Ana maneh roh sulap sida. Roh sulap sida, roh pangangkahe dhewe cupet. Kanggo wong liya dadi. Yakuwi tandhane kurang percaya diri.”

Pak Sumadi, jarene sing manjing Roh Allah pangreksa, Roh Allah pambopong, Roh Allah wiguna, Roh Allah kemanjen; Tegese kuwat nyangga, kuwat mboping.

Kanggo Darmono, intine sing berkarya Roh Allah mitra sejati, Roh Allah purba wasesa. Ning ana eleke, kemlungkung, kuwi ilangana. Roh Allah Bapa mitra. isih ditambah Roh Allah ginayu adhem ayem.

Pak Pudjono kasinungan Roh Allah Bapa mantra, Roh Allah kawujud, bisa ana bisa sirna, sing ngati-ati pangucapanmu.”

:”Iku kan karya , dudu hasil. Roh Allah paningal udhu, Roh Allah pamirsa. Neng kene ngemu teges bisa ngilangake, mbalekake pacoben, mbalekake kawruh ala, mbalekake ubarampe awon, mbalekake konang ranang, urubing ati, ynirep. Dadi mursa ora ateges sirna.”

:”Kabeh kuwi mau yen digabung dadi Roh Allah Binarka, tegese kanugrahan, kenyamanan. Kabeh kuwi mau Roh Allah kang ndadekake ayem tentrem, damai kanggo kelompok awake dhewe, mrembet pawongan liya.
Gampangane, omonganmu digugu, njur ditiru. Aja lali kuwi kersane Gusti; Roh Allah sing nyukupi, sing nggenepi, Roh Allah sing ngurapi ~ resik lambene, resik atine, resik pakaryane, resik pangucape, resik bebudine. Gampangane ada Citra Allah.”

Jawaban untuk pertanyaan pak Sumeri :”Ana kene sing muncul ateges karya Allah sejati kang menonjol. Dadi citra Allah lebih menonjol dari kemampuan manusianya.”

Aku bertanya hubungannya dengan 7 (tujuh) karunia Roh Kudus dan dijawab :”Ana kene Rohe padha Roh Allah. 7 karunia Roh Kudus kuwi misi gereja, harus lewat gereja, harus lewat pengembala. Kuwi luwih dhuwur karo kowe; kowe kudu manut karo 7 karunia Roh Kudus. Yen Roh Allah neng awakmu, sifate lokal, mung sacakup wae. Yen 7 karunia Roh Kudus kuwi nganglang buwono, ateges tanpa bates ambane, tanpa bates umure. Kaya Roh Allah neng awakmu kuwi temporer, paling tekan mati. ora bisa diwariske, mula bisa luntur, Allah ora berkarya lagi. Gampangane Gusti ora tedhak, Roh karya Allah mumbul maneh.”

Apakah buah-buah yang dapat kami nikmati?
:”Gampangane ayem tentrem donya akherat. Yen tujuane padha karo 7 karunia Roh Kudus.”

Pak Mardayat bertanya tentang rencana kunjungan Durpa dan ziarah
:”Laksanakna, mumpung duwe wektu, mumpung duwe greget, mumpung duwe ujub. .... Kenapa Darmono kok risi diomongi kaya ngono (kemlungkung)?”

Jadi bagimana kalau kita berdoa novena Roh Kudus sebelum Pentakosta?
:”Kowe ora bisa, mung nampa mau, tinggal manut. Tetep ora isa, kowe isane mung nampa siji. Para imam bijine 7(pitu), bapak Uskup 9 (sanga), sing 10 tekan 100 Gusti piyambak. Yen diranking, bapak Paus bijine 10 (sepuluh) Akeh wong sing luwih dhuwur tinimbang kowe, ning dibawah rata-rata pastur.”

Bagaimana dengan para pengkotbah, evangelis, pekerja misi dan sejenisnya?
:”Kuwi rankinge dhuwur ning dudu romo. Kabeh mau bijine 4 (papat).”

:”Paribasan kowe kuwi mung dadi sasana, nilaine mung 1 (siji0. Romo pastur kuwi jenenge Pangukira, kang ateges mewujudkan utawi mewarnai, memprofilkan karya keselamatan, karya Sabda Dalem.
Bapak Uskup kasebut dados Garda Wasesa, Gapuraning Darma, Ungeling Wacana; Danganing Asta utawi danganing Kiblat. Danganing Wiji Tuwuh.”

Bagaimana dengan hari peringatan arwah pada setiap 2 November?
:”Kuwi mung caraking manungsa, ora ana gandheng cenenge karo Makabe, ketoke ora ana. Kuwi mung tradisi. Kuwi aja didadekake ganjelane atimu; arep doa arwah nylametake sanak sedulurmu ndadak ngenteni sasi. Sing tak suwun dongakna saben dina, ora nunggu wektu lan sasine.”

Sesaat kemudian pak Siahaan yang pulang dari ngajar datang mampir duduk bersama. Aku menceritakan pengalaman rohani yang baru saja kami alami.

Kemudian kami ngobrol macam-macam, kemudian sepertinya di selatan ada warna kuning yang semakin tebal. Bisanya warna kuning menuju ke merah kami terjemahkan sebagai tanda bahaya bencana. Pak Pudjono seperti melihat banyak orang tanpa baju berlarian dari pantai menuju ke darat yang lebih tinggi, namun kemudian seperti akan kembali lagi melihat ke pantai. Gambaran tersebut sepertinya ada di daerah barat sekitar Aceh. Kami berdoa mengucap syukur dan terima kasih atas pengalaman rohani ini.

Berkisar jam 15.00 rombongan semobil pamitan pulang, tinggal kami bertiga karena hujan deras. kami menunggu sampai malam baru pulang setelah hujan reda.

Pengalaman 21 Oktober 2010

21 Oktober 2010

Kamis malam Jumat aku bersama keluarga anak cucu istirahat di Pasirimpun. Dalam kegembiraannya bermain air, sampai-sampai cucuku kecebur kolam basah kuyup. Terpaksalah aku ke bawah mengambil pakaian ganti dan mampir ke rumah pak Mardayat. Akhirnya berkumpul pak Pudjono, pak Sumeri, pak Abraham dan mas Agus Sudarno.

Berkisar jam 20.15 terlihat oleh pak Pudjono simbul buah semangka besar warna hijau. Suara yang terdengar :”Barange gedhe ananging manggone ana ngisor, ana lemah. Katone gedhe ning dianggep ora aji.”

Kemudian terlihat simbul buah jeruk bali :”Arep ana perang. Perang abang karo ijo. Kowe nonton wae ora apa-apa, kowe ora perlu semelang. Jejak-jejakan rebutan kathok, rebutan pakaian, rebutan bangsal. Banjur kepengin dadi puger. Puger kuwi putra kinasihe bangsa.”

Apakah sampai berdarah-darah? Dan dijawah :”Perange nganti ikat-ikatan tangan, nanging ora mateni. Sing menang tetep pecis. Ora perlu kawatir, wonge sesuk apik, rukun. Isih enom antarane 40-45 tahun. Wis, intine ngono kuwi, saiki gambaran liya. Pemimpin kuwi kudu isih enom.”

Kemudian seperti ada gambaran simbul burung seperti dari kertas, bentuknya aneh agak hitam. Yang terdengar :”Burung wadat.”

Pak Sumeri bertanya kembali ke cerita perang abang ijo dan dijawab :”Sing dadi presiden lan wakil mengko kakung adi. Presiden sing tuwa marga prabawa, lan sing enom saka sitihinggil. Prabawa saka budayawan. Becike ditunggu wae, mengko rak ana. Apike dicepertake mengko ndhak rusak negarane.”

Kemudian terlihat simbul ketupat matang seikat untuk kami yang sedang berkumpul. Terdengar suara :” Tegese barang kang kok jaluk wis tekan, wis kebak, wis bisa diundhuh, didum ben kancane melu mangan. Wis ora rahasia maneh. Tegese, yen dipangan, wani dibukak. Gampangane kowe wis padha siap. Sing mangan padha ngerti isine. Tegese kuwi pagaweane tanganmu wis mateng. Yen dipangan, dipek wong liya ikhlas.”

:”Ketoke kupat kuwi simbul kanggo kowe, ilmumu, babagan wedharan Dalem sing kok wadhahi. Mulane wadhahe nam-naman, jaringan, rajutan.”

Sepertinya kami masing-masing diberi simbul sesuatu.
Aku diberi gunting, yang dilihat pak Pudjono sepertinya aku sedang membuat huruf dan bentuknya seperti huruf A.

Pak Pudjono diberi sendok kecil :”Mbumboni, ngracik, ndadekake, nuntasake.
Mas Agus Sudarno diberi bata satu biji :”Pabrikan, tegese jejer-jejer karo wong akeh padha, Okeh tunggale isa padha, menyangkut suara.”
Pak Mardayat diberi biji jambe yang sudah tumbuh :”Mau rak njaluk bibit ta?” Simbul lainnya diberi brambang lalang yang sudah tumbuh.
Pak Sumeri terlihat seperti pintu besi irigasi yang diputar tangan, simbul lain diberi anak timbangan besar :”Tegese digdaya, manggule abot ning wani, betah lara, betah ngelih, betah gundhul.”
Pak Abraham diberi canting batik, tatah dan palu :”Arep gawe unen-unen anyar, mengko gen ditiru, dirungokake. Iku babagan keslametane awak, durung njampeni.”

Berkisar tengah malam kami berdoa mengucap syukur dan pulang ke rumah masing-masing.

Pengalaman 19 Oktober 2010

19 Oktober 2010

Selasa pagi aku akan ke Pasirimpun namun mampir dulu ke rumah pak Pudjono karena beberapa hari tidak bisa berkomunikasi. Kami hanya ngobrol berdua ngalor ngidul dan kebetulan sama-sama tidak begitu segar karena batuk pilek.

Sedang enak enak ngobrol pak Pudjono melihat simbol sepet (serabut kulit kelapa). Biasanya sepet dipergunakan untuk menyalakan bara api membakar kemenyan untuk orang meninggal. Kemudian terlihat ibu-ibu tua menggendong tenggok (keranjang bambu) minta nasi, Kami tanya namanya mbah Rasa yang kemudian pamit setelah diberi nasi dan berkata :”Aku utusane Prabu Baka, arep teka rene.”

Kemudian datang laki-laki berpakaian putih putih mengaku bernama pak Sunat (?) yang juga utusan Prabu Baka. Dia kemudian pergi setelah berkata bahwa Prabu Baka mau datang.

Setelah itu terlihat simbol harimau belang jantan yang memberi salam dengan cakar depannya menggaruk-garuk ke tanah. Dia mengaku bernama Prabu Siliwangi, yang kemudian pergi.

Kemudian terlihat simbol gunungan kecil. Menghilang dan muncul seekor monyet hitam besar. :”Jenengku Ki Waskitho. Rupaku ala ananging bener lan apik,”

Kemudian terlihat kerbau hitam besar berlari-lari dan berkata bahwa namanya Ki Sengkolo. Setelah itu berganti seekor burung garuda besar sekalu, di paruhnya menggigit uang koin.:”Jenengku Pangeran Trajumas. Aku maringi rezeki tampananen.”

Beberapa saat kemudian yang teriihat seperti ada orang datang dengan berjalan ngesot (seperti bersila dan berjalan dengan mengeser pinggulnya) :”Aku Ki Dalang Baq, uga disebut Ki Dalang Wadat saka Wanaraja, iya daerah Wanaraja.”

Kemudian terlihat sebuah arca perempuan bertangan empat, kedua tangan bersidekap (menyilangkan tangan di depan dada) yang lainnya seperti mengerjakan sesuatu. :”Aku lenggah ing taman Wikarti Sadeng, daerah Dana…. . Jenengku ibu Tri Murti; Yen saiki ngarani ibu Saraswati, tegese ibu pakurmatan.”
(Ibu kok tangannya empat?):”Tegese loro, bisa semedi lan bisa nyambut gawe, loro-lorone dilakoni; ya manembah ya golek pangan, ora njagakake. Tetep manembah ananging bisa mandhiri..”

Kami bertanya mengapa hari ini banyak sekali yang kelihatan, apakah ada hubungannya dengan tgl 20 Oktober 2010 yang akan ada demo besar kepada presiden SBY. Dijawab :”Becike kowe ora perlu krungu, ndelok wae saka kadohan.”

Kemudian harimau belang tadi datang lagi sambil nggereng (bersuara di dalam namun keras) giginya kelihatan, seperti sedang menunggu perintah. Kami persilahkan pergi maka harimau tadi melompat jauh, namun sebentar kemudian datang kembali dan malah meletakkan tubuhnya ke tanah seperti ingin istirahat tiduran. Kami bertanya apakah betul simbol Prabu Siliwangi yang sakti, namun mengapa kok seperti ragu-ragu.
Dijawab sambil tiduran :”Tenan, aku Prabu Siliwangi sing ora ketok. Cara Jawane aku manggon ana papan priya gung, kumpulan para dahnyang, perewangan jagat. Manggon ana Gunung Sugih, Jabar selatan, kulon Galunggung.”

Kemudian terlihat simbul sepet, kendi dan anglo kecil. Pikiran kami melayang ke simbol kematian yang selama ini kami ketahui. Ataukah ada makna lain dari itu? Adakah hubungannya dengan kepemimpinan Sby yang sudah berjalan setahun?

Yang terlihat malahan ada gulungan besar karpet yang digelar panjang sekali. Simbol Sby yang kelihatan adalah tenggok (keranjang bambu) tengkurab dipukuli dan ditendangi. Biar peyok kemudian kembali ke bentuk semula. Kemudian terlihat kentongan bundar besar. Simbol lainnya terlihat dua kursi kosong bertolak belakang diikat menjadi satu, demikian juga kakinya diikat. Malahan terlihat sepertinya Sby menyalami banyak perempuan yang sedang diwisuda.

Kemudian Prabu Siliwangi (harimau) memberi kami seikat besar kelapa dan seikat besar padi. Kami bertanya tentang kayu kaboa yang banyak dicari orang dan dijawab :”Kayu kaboa kuwi tegese kayu manunggaling rasa, kayu thuk gathuk, cocok penemune, beda adate nanging siji anggitane. Kanggo nglawan larangan, nglawan pacoben, nglawan kadurhakan; nggo nglawan umyeng. Teges kaloro ketemune simpati, ketemune sujarah, ketemune bebakal,  njurus andhap asor.” Yang terlihat Prabu Siliwangi mengginggita kayu warna agak keputihan yg kalitnya mulai terkelupas. :”Wiwit dhisik sing diarani kaboa ya iki. Yen ana Jawa kaya kayu jati mungkul. Ya kuwi mau, barange nyolong pethek gedhe kasiate. Dianggo nglang ora ambles, dianggo perang ora apes. Kuwi wis sipate, kadigdayane, Kuwi wis kaungel dening leluhur. Paribasanre gondhel, cilik ning landhep ing wigati.”

:”Dongane Gusti Yesus kuwi ora kanggo wong kang amba, ananging cespleng kanggo kang krekelan, kang rumpil lakune.. Cekake nuwuhi kanggo wong sareh. Dongane Hu Allah Hu Allah Hu Allah, ora popular ning mandi.”

Apakah seperti permohonan? :”Omonganmu kuwi jenenge ujub, panyuwunan, pangreksa. Beda tegese beda illah-illahine.”

:”Kamulyan Dalem ana telu: kamulyan Dalem ana swarga; kamulyan Dalem ana jabang bayi, tegese kamulyan Dalem ana ing pribadi ana ing kasucian, ana ing kalanggengan. Kamulyan Dalem ana berkat.”

:”Kamulyan Dalem ana swarga ateges kawenangan tata tumarata, kasih kala jumeneng nata, nguwaosi samubarang kang suci, pradapa tumarata kang nyata. Gampangane panguasa alam semesta, donya lan langit, kahanan padhang lan peteng lan sapiturute. Wis semono wae.”

:”Kamulyan Dalem ana jabang bayi ateges kamulyan ana tumitahing alam donya kang dadi tetenger alam padhang (jejer ka loro). Tegese ana, nyata, katon, bisa dicekel, bisa diraba, gumlundhung, Ateges bayi kang suci, ora lanang ora wedok, ora bapa ora biyung. Kadadeyan saka Bapa kang karsa manjalma, kang kersa katon, kang kersa werdi.”

:”Kamulyan Dalem ana berkat tegese dadi sumber, underan, kesucian, kelanggengan, keabadian; jlontrongane swarga. Sing kawengku dening Astane, kajamah, kademok, aman slamet, mios margi kamukten. Gampangane slamet munggah swarga. Reribete donya lali, reribete ilang, kang tuwuh padhang, ndherek mukti, ndherek langgeng. Teges liyane, kowe oleh braja = berkah kang nyata kang isa dirasakake. Njalukmu kuwi ta? Mula kowe ora kena milah-milahake utusane Gusti. Gampangane isine padha jilide beda.”

Kami bertanya sebenarnya Prabu Siliwangi itu sekarang berada dimana, apakah di surga atau masih di tempat lainnya; dijawab :”Aku ora oleh guneman karo kowe ananging aku bisa guneman karo kowe. Kuwi arane saka sapa, karo sapa?. Dadi aku saka ngendi, aku langgeng apa ora, Gusti kang pirsa..”

:”Nek versiku, Gusti Yesus iku jejering manungsa kang suci. Gusti Yesus iku dalan kaswargan kang bisa digambarake manungsa banjur ngerti dalane, banjur ketemu pawongane, banjur diwadhahi, diklumpukake diajak munggah. Kuwi tugase Gusti Yesus.”

:”Roh Kudus kuwi sabenere hasrat, keinginan pancaran kang kuwaos kang tumuju marang kowe. Banjur ngrubah batiniahmu, mikiri kaswargan marga asale. Dadi digambarake sinar putih suci kang ndadekake mulus atine, saemper karo panjaluke Romo. Ananging umume digendholi daging. Roh Kudus Roh Allah kang awujud sinar kang dadi Gusti Yesus.”

Kami berhenti sebentar sambil ngobrol dan menunggu Prabu Baka yang belum datang. Dijawab Prabu Siliwangi bahwa penguasa daerah sini kan dia buka Prabu Baka. Kemudian kami bertanya kepada Tuhan :”Gusti nyuwun pirsa badhe sumerep secara rohani manawi kula sami kempal kalayan imam lan bapak uskup. Secara rohani ingkang ketingal menapa, Gusti?”

Suara yang terdengar :”Karana Roh Kudus kowe bisa ndeleng sukmamu dhewe-dhewe utawa kembaranmu kang persis karo kowe. Ananging Uskup kang katon berubah dadi pasuryane Gusti Yesus, blegere Gusti Yesus. Iki tenanan, aja dianggo dolanan. Yen kowe bisa mengkono, mesthine kowe wis nyawang, weruh sukmamu ana ngarepane, ngarsane, ana tedhake Gusti. Ananging durung ateges Gusti manunggal karo kowe, sebab isih adhep-adhepan, durung sak kiblat. Tegese ngemu teges pasowanan, penggembalaan, kamardikan, karahayon. Gampangane lagi weruh durung ndherek. Sing abot malah kanggone bapak uskup kang wus manunggal dadi jejering raja, nata, kadonyan ananging katon kaswargan. Ana donya ning sejatine kahanan swarga. Donyane ora katon, bentuk apa wae ora ketok, ora nihil. Dadi donya kuwi ora ana. Dadi jejere Gusti Yesus.
(Gambaran yang terlihat seperti dunia itu kosong namun terang, yang ada Tuhan Yesus.) Dadi Romo jumeneng nata, jumeneng sesembahan karo Romo donya kedagingan, beda anane.”
Bagaimana dengan para imam romo Gusti? :”Romo romo mau tetep lungguhe ana mburi, ana ngisor awor karo kowe. Dadi Roh Allah tetep siji, ndhak kowe bingung milih kuwi apa milih kae. Dadi romo-romo mau singkaton sukmane dhewe-dhewe, dudu wajahe Gusti Yesus. Coba gathukna karo akalmu dhisik; yen perlu ngombe ngrokok dhisik.”

Kami istirahat dan ngobrol sebentar untuk mencerna yang kami terima. Kemudia kami bertanya lagi apabila pas di Vatikan bersama bapak Paus dan para Uskup berkumpul bersama dalam misa kudus. Yang terlihat sepertinya semua Uskup berdiri perish di belakang bapak Paus sampai tidak kelihatan, walaupun bapak Paus bergerak ke segala arah. Bapak Paus memakai topi mitra kebesaran.

Secara rohani yang terlihat ada lingkaran putih besar, di tengahnya ada seseorang sedang semedi bersila dan transparan, di depannya ada lilin besar menyala. Kemudian terlihat tulisan :
God “over”manual God

life
secret + imprimatur/nomenclature way human

Di luar lingkaran terlihat banyak sekali lilin lilin kecil yang mengitari lingkaran putih.
:”Iki gunakna kanggo romo kang murung.”

Kemudian kami bertanya tentang pangeram-eram, asal munculnya nyala api suci di gereja makam di Yerusalem sewaktu Paskah. Suara jawaban :”Yen ana alas kobong ing Kalimantan, sing ngurubke sopo? Gampangane kowe urip kuwi piye? Secara logika ana lanang ana wedok njur kowe urip. Secara rohani, kowe ana sing nyumed, kowe njur urip. Gusti kang ngandika, kang murba dadia kowe.”

Bagaimana dengan kloning Gusti? dan dijawab :”Kloning kuwi umume gagal, karepe manungsa. Isa-isa yen dadi malah memusuhi, malah ngraman, malah dadi bencana, ngeget-egeti. Ora percaya Gusti Allah kang Atunggal. Gampangane Gusti Allah ora ana.”

“Wis cukup semene wae, ndhak udan ndang kondur. Carakane ditutup dhisik.”

Jam sudah menunjukkan pukul 14.00 kemudian kami berdoa mengucap syukur dan terima kasih. Dan aku pamitan pulang ke Pasirimpun.

Minggu, 17 Oktober 2010

Pengalaman 14 Oktober 2010

14 Oktober 2010

Kamis malam itu aku menjemput pak Pudjono untuk berkumpul dengan pak Sumeri, pak Abraham, pak Yohanes, mas Agus Budianto ke rumah pak Suhartono. Datang juga tetangganya sekompleks pak Mathius Sukiman, kemudian menyusul mas Agus Sudarno.. Setelah berkumpul maka acara ngobrol kami mulai dengan doa pembukaan mohon kehadiran yang kudus untuk menemani kami.

Dalam pandangan pak Pudjono sepertinya ada yang menemani, berpakaian agak aneh. model adat Melayu. Sewaktu kami tanya mengaku bernama Datuk Laba Laba. Dia seperti berkata :”Lino -lino.” nggak begitu jelas. Akhirnya berkata, :”Sebuten wae aku mbah Surip. Tegese sumarah marang kang gawe urip. Lino iku tegese linuwih ana. Tegese uwalna deduwekan, gegayuhan kang linuwih. Tegese kosongna ana-mu, isenana kawruh linuwih. Pokoke gawenen 0 (nol) awakmu.”

Yang terlihat kemudian seperti ada huruf OMI  Tegese Allah yang Tunggal
Huruf tersebut bentuknya berubah seperti ôM0
Kemudian kami ngobrol sebentar karena tuan rumah sudah menyiapkan makan malam. Terus terang aku kurang konsentrasi karena memang sedang sakit panas dingin. Dari obrolan, sepertinya terdengar suara dari Tuhan sendiri :”Abangna atimu …….. Nyatakna.”

Sepertinya terlihat simbul bulan yang kami anggap sebagai simbol Bunda Maria sendiri.
Karena bulan Oktober maka kami ngobrol tentang rosario. Kemudian pak Sumeri bertanya apakah pernah ada orang yang pernah diberi rosario oleh Bunda Maria sendiri. Suara yang didengar pak Pudjono mengatakan bahwa yang pernah diberi rasario adalah Caecilia, Bernadett, Abraham Lincoln, Sagita Warisawa, Yumi….(?) Dari Indonesia ada Mama Imel, Dewi Safitri, ibu Pujabi, Agustiunus Grooscop, ibu Fatmawati Sukarno, Harahap Panjalu, ibu suri Tresnowati. “Kuwi leganing atiku, njur tak paringi.”

Pak Sumeri bertanya tentang 15 janji Bunda apakah benar dan dijawab :”Leres, kuwi saka aku.”

Kemudian kami semua diberi sesuatu oleh Bunda, yang mungkin perlu diterjemahkan masing masing oleh kami sendiri. Aku sepertinya diberi banyak sekali, yang aku maknai berarti banyak kewajiban juga yang harus dilakukan.
Karena akan mengadakan perjalanan bersama dan berziarah, kami bertanya tentang gua-gua yang akan kami kunjungi.
Bunda Maria menjawab kurang lebih :”Gua Lawangsih gua babakan anyar, ora pati penting. Gua Wangon kuwi papan kang urip. Blitar Tulungagung aja mbok cedaki, kuwi nyedaki ……. Sangkalputung wis terlalu rame, Bunda jarang rawuh.”

Simbul malam ini yang terlihat seperti orang saling punji, naik dipundak semakin tinggi. Simbul lainnya seperti banyak gelang yang tadinya terpisah kemudian saling bergandengan menjadi satu. Kamu mengucap syukur dan berterima kasih atas kehadiran Bunda. Kemudian kami ngobrol kembali.

Kami ngobrol tentang rosario pak Hartono yang berisi 100 butir dari saudaranya khusus untuk doa Bapa kami. Suara yang terdengar agar rosario tersebut digunakan untuk mendoakan orang yang sudah meninggal. Kemudian Tuhan Yesus mulai berkata :”Ndongakke wong mati kuwi kuwajiban. Yen kowe njalukake pangapura, kuwi palilah. Tukone kowe kudu bisa ngampuni wong kuwi dhisik. Jenenge ana keikhlasane atimu dhewe. Ning yen kowe dhewe durung los, kowe ndongakake, durung nyuwargakake. Intine berani berisiko. Ndongakake umume mung kanggo guyub-guyub. Kowe kudu wani mentingake kanggo wong kuwi dhisik, wong kang lagi tinimbalan. Tantangane kowe kudu wani melek.”

Kami bertanya perbedaan antara iman dan kepercayaan yang dijawab :”Iman, tampanen apa anane. Keyakinan ngemu teges ngarep-arep kudu anal an mesti tekan. Percaya tegese isih kulit, durung wani tumindak, durung wani ngutamakake penggayuh. Ya mung isih kulit. Syahadat tegese lagi pengakuan, pernyataan kang diothak-athik ning jroning ati. Pengakuan isining ati. Aja mbok tambah-tambahi; becike manuta lan ugemama wae. Mengko malah ora bener, malah nunjang palang.”

Kami masing-masing diberi sesuatu dan aku diberi kain model stola warna kuning. Kami mengucap syukur dan berterima kasih, karena jam sudah menunjukkan dua pagi.

Selasa, 10 Agustus 2010

Pengalaman 30 Juli 2010

30 Juli 2010

Jumat siang itu aku ditelpon oleh Rini dari Solo, yang menabarkan bahwa adik iparnya Diana sedang sakit. Badanya bengkak-bengkak dan kelihatan wajahnya leih tua. Maudi dan Diana kontrak rumah di Pengging dan membuka warung yang cukup laris.

Anehnya, setiap kali Diana ke belakang mencuci piring atau yang lainnya, dia melihat ada yang selalu mendampingi, Dia bisa melihat yang tidak kelihatan tersebut adalah kakek dan nenek. Akhirnya Diana mengundang pendeta untuk mendoakan di rumah kontrakan yang dianggap angker.

Setelah didoakan pendeta, Diana tidak melihat si kakek lagi, tetapi si nenek masih kelihatan mendampingi. Setelah kejadian itu Diana mengalami sakit dan takut, maka pulang ke Boyolali, sedangkan suaminya Maudi pulang ke Banaran.

Jumat malam aku ke rumah pak Pudjono, menanyakan keadaan rumah kontrakan yang di Penging dan keadaan Diana. Dalam penglihatan pak Pudjono, memang ada nenek dan kakek yang sedang duduk di lincak atau amben bambu. Pakaiannya seperti orang ningrat Jawa.

Akhirnya terjadilah komunikasi dengan yang tidak kelihatan tersebut.
Sewaktu kami tanya, mereka mengaku bernama Mbah Baud dan mbah Sutini. Roh yang sudah tua di kampung Pengging.

Dalam obrolan mbah Baud.berkata :”Anakku telu lanang kabeh. Uwis mati kabeh. Aku ora ngganggu, aku mung arep melu, ngingu iwen (binatang berkaki dua).” Pak Pudjono melihat simbul menthok yang sedang berenang di kolam.

Ketika kami bertanya sewaktu ada pendeta datang , mbah Baud ada dimana, dijawab :”Rikala ana pendhita, aku ming semingkir. Diana kurang turu. Becike kon mangan sayur lompong.”

Kira-kira zaman kapan mbah Baud hidup, dijawab :”Aku wis maewu-ewu tahun zaman dhisik. Aku ora seneng karo kowe, amarga ngundang aku ana kene. Pokoke kowe rene dhisik, rezekine akeh. Pokoke aku ngewangi becik, ora gawe pejah, Sing ora betah (maksudnya yang kontrak rumah) amarga padha gila karo aku. Dikira dirasani ora krungu. Zamanku, kuwi zaman horeg (?). Mung siji loro sing gelem manggon kene. Zamanne jaman mbah Dipa, jaman Ngalengka, jaman sengkolo bumi.Nenek moyangku saka Giri Tirta, Giri Dahana, Giri Laya, Kuwi tlatah kidul Suren. Suren Watu Adeg Merapi. Suren diganti dhaerah Mbengkung..”

:”Aku dikira culika, mangka aku ora. Aku dikira panas, kamangka adhem. Aku dikira durjana, padahal resik.”

Pada zaman itu, yang disembah siapa, dijawab :”Sing disembah Ki Durpa Wasesa.” Kami berkomentar bahwa Ki Durpa Wasesa baru saja menemui kami dalam bentuk simbul gajah pendek. Dia diutus oleh Tuhan yesus.

mBah Baud berkata :”Aku aja dipadhakake karo kuwi. Zaman semana, rupane ora ana, prakteke ana. Mumpuni ning ora ketok. Embuh, aku durung tau weruh, pokoke menangan, tur ijen ora duwe sedlur. Lanangan dhewe, ora duwe bojo. Yakuwi jenenge sesembahanku zaman semana.”

Kami bertanya bagaimana Tuhan Yesus menurut mbah Baud, dan dijawab :”Wilir, tegese wiwitane ilir, wiwitane ana, wiwitane urip, wiwitane gathuk.”

Kami bertanya bahwa katanya penunggu gunung Merapi itu mbah Wulung, apakah kenal, dijawab :”mBah Wulung, mbah Tunggul, Mbah Srana, mbah Kidi, isih tuwa aku. Aku wis ana, dheweke durung teka. Aku mung dhahnyang, tegese gantine unyeng-unyeng.”

Kami kembali bagaimana dengan Maudi dan Diana yang tinggal dirumah kontrakan tersebut, dijawab :”Ora apa-apa. Suk emben tak tunggune.” Apakah mbah Baud mempunyai kesenangan makanan atau minuman, dijawab :” Senenganku keong dibakar. Yen ana ya digawkeake dhisik, ya lagi dodol..”

Kami bertanya apakah kenal dengan Ki Mayangkara, dijawab :”Ki Mayangkara, yen aku ngarani Ki Watu Ireng.Lha lungguhe neng watu ireng. Sakjane dhuwur dheweke tinimbang aku. Aku uwong, dheweke dudu. Dheweke Ki Jalma Wasesa, Ki Jalma Untara,. Untara kuwi gemblung, gebleg, duksina.”

Kami menawarkan apakah kami bisa membantu untuk disempurnakan, tidak dijawab. Kami bertanya lagi apakah tidak ingin masuk ke dalam surga, dijawab :”Pokoke kowe mrene dhisik, mengko tak kandhani, Aku ora tau cekel buku.”

Karena kami anggap cukup, maka obrolan kami akhiri. Kemudian selang beberapa waktu, aku pamitan pulang, karena mas Kardjo dan Priono sudah berangkat ke Bandung. Pak Pudjono merasa kebetulan, kalau bisa malah mengajak berkumpul di rumah Pasiimpun, sambil ngobrol.

Pengalaman 1 Agustus 2010

01 Agustus 2010

Sejak hari Sabtu aku rasanya sibuk sekali, yang membuatku kena flu, karena tiap malam begadang mendampingi pak Pudjono yang juga flu. Sabtu pagi saudaraku dari Solo, mas Kardjo datang bersama Priyono dan anaknya Khrisna menengok aku yang dikira sakit. Padahal sakitku sendiri sudah bulan Mei.

Pak Sumeri dan pak Pudjono berkumpul di rumah menemui mas Kardjo dan keluarga. Disusul pak Yohanes yang mengajak mendoakan orang sakit di Cicaheum. Ada nenek-nenek yang baru dibaptis dan sudah sakit tu.a minta didoakan. Siang itu kami berenam mengunjungi yang sakit.

Sore harinya aku diminta renungan dalam doa syukur keluarga baru di komplek GMP. Pulang dari doa, terus mengantar pak Pudjono yang nunggu di rumah, ke rumah pak Mardayat yang ada perlu bagi anak dan menantu. Terpaksalah mas Kardjo sebentar-sebentar aku tinggal, padahal sudah menyediakan waktu berkunjung..

Minggu pagi mas Kardjo dan keluarga pulang ke Solo naik kereta apai diantar oleh bapak ibu Haji Bedjo dan isteri.. Hidungku semakin bocor karena flu dan kepala agak puyeng. Pukul 09.30 aku bersama isteri pergi ke gereja. Aku duduk di belakang agar tidak menularkan flu kepada orang lain. Rasanya aku lebih sering hang, nggliyeng setengah tidur walaupun ingin mengikuti Ekaristi dengan baik.

Aku tidak tahu bahwa pak Pudjono juga ikut misa kudus pada jam yang sama. Dia agak kaget sewaktu memasuki upacara persembahan, dia melihat bahwa aku berdiri di sebelah kanan pastor Bekatmo yang memimpin misa. Katanya aku berjubah kuning, seperti yang pernah diberikan Tuhan Yesus kepadaku . Dikatakan bahwa aku mendampingi pastor sampai misa selesai Padahal pada saat tersebut aku sedang setengah tidak sadar, walaupun mengikuti misa.

Pulang dari gereja, akupun tidak bertemu dengan pak Pudjono, yang sore harinya langsung pulang ke Yogyakarta. Pada Senin malam di Yogya ada peringatan 40 hari wafatnya Lik Mudji, pamannya pak Pudjono. Aku tahu cerita di atas seaktu telepon pak Pudjono yang sudah sampai di Yogya.

Terima kasih Tuhan, betapa Engkau begitu mengasihiku, walaupun aku ikut perjamuan kudus dengan badan yang setengah sakit dan setengah tidur. Engkau malah mengijinkan aku mendampinhgi pastor Katmo di Altar. Amin.

Apakah ini yang disebut ngrogoh sukma? Karena sewaktu aku jelaskan kepada pak Pudjono bahwa aku setengah tidur, dia malah mengiyakan, begitulah kejadiannya.

Jumat, 30 Juli 2010

Pengalaman 29 Juli 2010

29 Juli 2010

Kamis malam Jumat kami berkumpul di rumah pak Mardayat. Aku, pak Pudjono, pak Yohanes, bapak ibu Siahaan, pak Sumeri, pak Hartono dan pak Sugeng dan tuan rumah. Kami ngobrol seperti biasa, sambil menunggu teman-teman.

Sekitar pukul 21.50 kami berdoa bersama menyiapkan diri apabila yang kudus berkenan mendampingi kami. Yang terlihat oleh pak Pudjono adalah simbul peniti, dan kemudian peniti tersebut berputar. Sepertinya terlihat tulisan namun kecil sekali dan tidak terbaca.
Pak Hartono seperti melihat bola berwarna hijau, yang bergerak menyebar ke arah barat sebelah utara, semua terlihat hijau. Padahal di arah lain seperti biasa. Demikian juga pak Siahaan melihat hal yang sama. Pak Pudjono melihat yang hijau tersebut adalah seperti daun kelapa.

Kemudian warna hijau tersibut menghilang, diganti seluruh ruangan seperti berkabut tipis. Setelah beberapa saat, kabut tersebut sepertinya naik ke atas dan menghilang. Pak Pudjono bertanya tentang simbul kelompok Durpa untuk malam itu. Simbul yang kelihatan adalah buah pete. Sewaktu bertanya apa maksudnya, ada jawaban :”Cupet ulate.” Kami bertanya apa yang dimaksud, dijawab :”Durung gaduk.”

Kemudian pak Pudjono melihat simbul seperti gulungan kain putih yang cukup besar. Kemudian yang terlihat satu tusuk sate yang masih mentah, tusuknya terbuat dari lidi. Kami ngobrol tentang penglihatan tersebut karena belum ada jawaban. Hijau sepertinya berkaitan dengan kesejukan, kedamaian. Menurutku warna hijau belum pernah menjumpai, jangan-jangan malah berkaitan dengan yang negatif. Kemudian jawaban yang terdengar :”Gunemmu bisa dirasakake.”
Kami bertanya mengapa berubah menjadi kabut dan ada jawaban : “Isih ragu.”

Kami berdoa kembali semoga Roh Kudus berkenan hadir menyertai kami. Yang terlihat sepertinya simbul wayang Puntadewa. Menurut mas Sugeng Puntadewa adalah tokoh pewayangan yang sangat sakti namun selalu mengalah. Merelakan segalanya dengan ikhlas. Pak Pudjono mendengar suara yang terpotong-potong
:” …….. kanggo uwong akeh
:”Amrih kamulyan Dalem
:”Amrih lestantun
:” Gedhe ganjarane.”
“Puntadewa kuwi crita pewayangan. Yen kowe isih crita pendhem. Tegese isih crita ing awing-awang, isih crita duk semana, crita kang durung dadi. Crita kang isih kok ampet, durung wani diudharake. Gampangane, isih kurang wani.”

“Roh Kudus durung mlebet, sing mlebu lagi roh mangan, roh prajan, roh kadonyan.”

Kemudian pak pudjono melihat simbul manuk panahan yang soliter, dan kami tanya apa maksudnya. Jawaban yang didengar :”Kowe isih berpikir kamulyan Dalem secara duniawi. Neng kono ngemu teges isih kudu menang, isih kudu njago, isih kudu nekakake swara-swara. Becike miturut anggepmu, yen kamulyan Dalem kuwi kudu menang.”
Kami berkomentar apa yang dimaksud dengan ajaran tersebut. Kemudian terdengar suara :” Mulya kuwi ora kudu kalah, ora kudu babak belur.”

Menanggapi pertanyaan pak Hartono, pak Pudjono kemudian bertanya kepada Tuhan, bagaimana menuju jalan ke pintu surga, bagi kami masing-masing.
Untuk pak Pudjono : ”Kudu bisa bersyukur dalam segala hal, dalane uwis ana. Aja berpikir sing ora-ora.”
Untuk aku :”Dalane uwis padhang, ning isih jireh. Tegese durung wani mlaku dhewe yen ora ana rembug.”
Untuk pak Siahaan :”Kiwakna pagaweyan tangan kiwa lan tengen, kudu wani mbanda tangane ana mburi.”
Untuk pak Yohanes :”Kudu wani nyembah. Sakjane durung bisa.”
Untuk pak Hartono :”Kudu wani sumeleh, yen bisa, didum. Donyae ana kono, kudu dibagekake.”
Untuk pak Sugeng :”Donyane isih mungkur, mula mbalika lan ndang cekelen asta Dalem Gusti. Nek tak saranke, mengko ndhak mrina.”
Untuk pak Mardayat :”Donya akherat uwis ana, gari mlaku. Muga-muga ora kesandhung.”
Untuk pak Sumeri :”Ora usah dhisik.” (Mengapa :”Bengi iki durung nyuwun.”)
Untuk bu Siahaan :”Kurang andhap asor. Masih pelayanan di atas. Tuhan masih diatur.”
Untuk bu Mardayat :”Ora usah wae.”

:”Kabeh omongan kuwi saka Gustimu. Mulane aja kowe protes menyang pak Pudjono sing nglantarake. Uwis tutup.”

Jika kami lulus bisa melaksanakan perintah-Nya, terlihat simbul lilin menyala yang lidah apinya masih bergoyang kesana kemari. Suara yang terdengar :”Lumayan.”

Pertanyaan pak Sugeng dalam syahadat para rasul tentang Tuhan mengadili orang yang hidup dan yang mati, dijawab :”Gustimu mengadili orang hidup, tegese Aku milih kowe. Ning kowe isih lunga wae, isih mloya-mlayu wae. Mengadili orang mati tegese kowe ndherek Gusti munggah swarga. Intine kaya ngono, titik.”

Kemudian kami ngobrol sharing tentang segala macam hal, termasuk kesaksian yang dialami masing-masing. Kemudian kami berdoa penutup karena waktu sudah menunjukkan pukul 02.30. Setelah itu kami pamit pulang.

Senin, 26 Juli 2010

Pengalaman 26 Juli 2010

26 Juli 2010

Senin sore sekitar jam 19.00 turun hujan cukup lebat walau sebentar. Aku janjian dengan pak Mardayat untuk kumpul bersama dengan para saudara Durpa sekitar pukul 20.00. Malam itu yang hadir adalah pak Pudjono, bapak ibu Siahaan, pak Abraham, pak Slamet, pak Wahyanto, pak Yohanes, mas Agus Budianto dan mas Agus Sudarno. Kami bersebelas, namun mbah kakung tidak selalu ikut karena kesehatannya.

Kami ngobrol kesana kemari sambil menunggu para saudara berkumpul. Dari awal pak Pudjono melihat simbul yang selama ini dianggap kurang baik, atau berhubungan dengan kematian. Yang terlihat pertama adalah lampu petromax.

Kemudian aku mengajak semua untuk berdoa bersama, semoga yang kudus berkenan memberikan sesuatu yang berguna bagi kami. Yang terlihat simbul teplok kemudian debok (pohon pisang). Selang beberapa waktu terdengar suara agar pak Abraham berdiri dan menunjuk seorang di antara kami sebagai pembuka obrolan malam itu. Pak Slamet yang ditunjuk, kemudian membuka Kitab Suci begitu saja, yang didapat Injil Lukas 18:31-34. Kami saling berkomentar sesuai pemahaman saat itu.

Yang terlihat oleh pak Pudjono adalah seperti tarub untuk perayaan yang dihiasi untaian kertas warna warni. Kemudian terlihat simbul sendok teh, setelah itu terlihat sibori yang ada tutupnya dialasi kain putih. Menurut pak Slamet, kita diajar bahwa kematian tidak harus membuat kita sedih berkepanjangan.

Suara yang terdengar oleh pak Pudjono :”Kanggone uwong urip ora.”
Dalam kenyataan pada umumnya kita akan bersedih jika ditinggalkan oleh orang-orang terdekat. Semua saling berkomentar dan berpendapat untuk mengamini.

Kemudian pak Hartono bercerita kesaksian sewaktu pergi ke Sangkalputung Klaten, patung Pieta terlihat seperti bergerak dan mendesah. Karena penasaran, pada hari lain pak Hartono mengajak isteri dan pak Sugeng pergi ke Klaten bertiga dan mengunjungi patung Pieta. Mereka bertiga mengalami penglihatan yang sama, bagaimana tangan Tuhan Yesus bergerak-gerak seperti kesakitan. Bagaimana Bunda Maria nafasnya mendesah membawa beban tubuh Tuhan Yesus.

Berkisar pukul 22.15 pak Pudjono mengajak untuk merefleksikan gambar bayangan yang ada di pak Hartono hadir di tengah-tengah kami. Yang terlihat oleh pak Pudjono adalah simbul Pieta, Bunda Maria membopong Tuhan Yesus, kepala-Nya terletak di tangan kanan Bunda Maria. Pak Hartono diminta menyampaikan keinginan kalau memang ada uneg-uneg.

Yang terdengar kemudian, sepertinya Bunda Maria berkata :”Ujubna apa, aturna. …… Kowe meneng, rungokna. …… Gulawenthahen, kowe rak bisa.”

Yang terlihat oleh pak Pudjono kemudian sepertinya pak Hartono diberi kalung liontin baiduri bulan yang lebih transparan. Kemudian sepertinya Bunda Maria menyerahkan tubuh Tuhan Yesus untuk dibopong pak Hartono. Harapannya bukan hanya dibopong disangga tetapi malah lebih dekat lagi, dirangkul ditempelkan ke dada bahkan diciumi. Sepertinya pak Hartono belum siap dan belum berani menerima anugerah besar tersebut.
Kemudian pak Hartono diminta berdiri menempel di tembok. Yang terlihat sepertinya kepala pak Hartono dikucuri air dari kendi. Kemudian kendi tersebut diletakkan di atas meja. Kami saling berkomentar, mengapa kendi sekarang di meja dan untuk apa?

Aku mengajak berdoa kembali untuk mengucap syukur, sekalian doa makan malam karena telah disediakan oleh mbah kakung. Sambil makan kami ngobrol kesana kemari.

Berkisar pukul 22.30 pak Pudjono melihat simbul lilin menyala yang sudah memendek sekitar 2/3 panjangnya. Kemudian terdengar suara :”Ngendikane simbul Gusti Yesus.”
Kami berdoa kembali mengucap syukur, dan kemudian kami diberi gambaran perumpaan tentang kami masing-masing untuk malam itu.
Gambaran pak Wahyanto seperti andhong kereta kuda dan seorang anak kecil duduk di belakang.
Gambaran pak Slamet seperti gunungan wayang kulit.
Gambaran pak Yohanes seperti menanam pohon pisang yang sudah berbuah tetapi buahnya kecil-kecil agak kisut.
Gambaran bu Siahaan seperti kain puti dijemur lalu dibersihkan dengan seblak rotan
Gambaran pak Pudjono seperti terlihat telapak kaki yang cukup besar
Gambaran pak Abraham seperti kertas memo yan ditulisi
Gambaran untukku seperti mendorong grobag, cikar
Gambaan mas Agus Sudarno seperti pompa
Gambaran mas Agus Budiyanto seperti sedang mengikat setumpuk pakaian
Gambaran pak Siahaan seperti gunung yang ada terowongan airnya mengalir ke bawah,
dan ada ikan yang naik ke atas masuk ke dalam terowongan air.
Gambaran pak Hartono seperti gelas ukur.
Biarlah masing-masing merenungkan arti gambaran yang telah diberikan tersebut

Kemudian pak Pudjono melihat simbul mutiara di atas di tengah-tengah kami. Selama ini yang kami alami apabila dalam adorasi melihat seperti kunang-kunang, kami yakini itulah simbul Roh Kudus. Apabila menempel di atas kepala seseorang, sepertinya berubah menjadi lidah api kecil seperti api lilin kecil

Pak Pudjono memohon agar Roh Kudus berkenan masuk ke dalam hati kami masing-masing melalui doa yang dipimpin pak Slamet. Setelah berdoa, pak Pudjono memohon agar diberikan gambaran apa yang harus kami lakukan ataupun simbul karya pelayanan kami.

Aku tidak sempat mencatat dan agak lupa semua gambaran tersebut. Bagiku sendiri diberi gambaran seperti membawa sejenis nampan persembahan yang berisi sesuatu dan ada payung.
Tanpa payung kemungkinan besar bisa kehujanan ataupun kepanasan. Yang jelas semuanya baik untuk pelayanan dalam kehidupan ini, walaupun kadang kala tugas tersebut terasa berat. Seperti yang aku ingat bahwa pak Slamet dengan gunungnya harus menjadi pembawa damai, melerai dan mendamaikan dua orang yang sedang membawa pentungan akan bekelahi.

Memasuki tanggal 27 Juli 2010 pagi oleh pak Pudjono terlihat seseorang yang mamakai caping yang masih baru. Kemudian terlihat seperti anak angsa, setelah itu terlihat tangga (andha).

Simbul Durpa pada saat itu spertinya kami sedang naik permainan ombak banyu yang berputar. Suara yang terdengar :”Sok-sok mrinding, sok-sok miris, ning wani. Ya ombak umbuling kahanan. Ning intine kowe tetep nunggang..”

Sewaktu pak Wahyanto bercerita tentang pengalaman dengan mertua yang berhubungan dengan caping, aku bertanya kembali siapa yang bercaping sebelumnya. Jawaban yang terdengar oleh pak Pudjono :”Ki Ujung Pamungkas. Tegese uwis lingsir.”

Kami berdoa penutup yang dipimpin pak Hartono kemudian pamitan pulang berkisar pukul 01.00 lebih.

Minggu, 25 Juli 2010

Pengalaman 25 Juli 2010

25 Juli 2010

Minggu itu aku agak capai karena bersih-bersih halaman rumah dan ingin istirahat siang. Berkisar pukul 15.00 ada telepon masuk, ingin bertemu pak Pudjono dan sudah dalam perjalanan. Kemudian ada telepon lagi dari mas Agus di Karanggayam Gombong ingin bicara dengan pak Pudjono juga. Maka aku segera pergi ke rumah pak Pudjono sambil berpikir harus ikut berbuat apa bagi anak Marcelino yang kejang-kejang. Paling gampang memohon kepada Tuhan Yesus untuk penyembuhan anak tersebut.

Sewaktu sampai di rumah pak Pudjono, dia berkata bahwa tadi sudah ada tulisan yang kelihatan :”Church select god + (simbol salib) slumber (?) God.”
Kami bertanya apa yang dimaksud dengan slumber (schlumberg?) tersebut, dan ada jawaban :”Urut.”

Kemudian datang rombongan tujuh orang yang membawa Marcelino yang kena sakit kejang-kejang. Aku dan pak Pudjono berdoa masing-masing. Kemudian pak Pudjono menyedot dengan meraba tubuh Marcel. Kemudian diulang dengan memakai sarana telor mentah. Aku bertanya apa yang kelihatan dan dijawab bahwa seperti kumbang. Maka aku bertanya kepada keluarga apakah memelihara anjing atau binatang lainnya. Dijawab memang memelihara anjing dan burung. Dari sisi yang tidak kelihatan, biarlah pak Pudjono yang menggarap. Aku hanya menyarankan dari sisi kesehatan, apabila diperiksa secara medis agar ditanyakan kemungkinan terkena virus ataupun bakteri dari binatang peliharaan.

Kemudian pak Mardayat menelpon bahwa keluarga pak Suyono juga ingin bertemu sore hari itu. Kami menyanggupi bertemu di rumah pak Mardayat setelah pukul 18.00.
Setelah segalanya dianggap cukup, maka kami tutup dengan doa permohonan kepada Tuhan maupun para kudus demi kesembuhan Marcelino yang masih berumur enam tahun.

Di rumah pak Mardayat kami bertemu dengan bapak ibu Suyono yang minta tolong untuk keluarganya, agar seperti sediakala. Dalam penglihatan pak Pudjono, yang terlihat tulisan lagi :
Guide of judge
Holy ……  holy life
 SON house gave

Sewaktu ibu Suyono meminta keluarga tersebut harus diapakan, yang terdengar adalah suara :”Umbaren. Mengko yen bosen rak mulih.” Aku mencoba melihat dari Kitab Suci yang memberikan perumpamaan “Anak yang hilang”

Kemudian terlihat tulisan lagi : Churly (?) ……..  or life side.

Setelah mencoba menterjemahkan kata-kata tersebut sesuai kemampuan kami, maka kami berdoa bersama. Pak Sumeri melalui SMS minta bantuan doa untuk anaknya, dan yang terlihat adalah telur mentah.

Pukul 21.00 kami berdua pergi ke rumah pak Linus yang sudah menelpon pak Mardayat. Mereka berdua sedang sakit yang mungkin karena perubahan cuaca, sehingga pegal dan kaku semua. Keluarga Marcel kirim SMS bahwa anak tersebut sepertinya akan kejang, dan aku jawab agar pusarnya dibedaki campuran garam dan jeruk purut. Dari obrolan bahwa sering ada suara di lantai atas, aku meminta pak Pudjono dan pak Linus untuk melihatnya. Yang terlihat oleh pak Pudjono, ada seseorang yang tinggal di lantai atas bernama pak Astra yang berasal dari kalimantan. Menurut cerita pak Linus orang tersebut adalah pemilik tanah dan rumah sebelum dijual kepada pak Linus, yang sudah meninggal beberapa tahun lalu.

Yang kami lakukan adalah berdoa berempat bagi arwah pak H. Astra. Kemudian terdengar suara pak Astra :’ Ya, aku tak lunga mangkat. Ning mengko dhisik tak njupuk sarung dhisik.”
Kemudian oleh pak Pudjono terlihat sepertinya pak H. Astra pergi ke arah barat memakai sarung. Kami mengucapkan selamat jalan.

Berkisar pukul 23.00 kami pamit pulang dan aku mengantar pak Pudjono ke rumahnya. Aku sendiri terus pulang dan menerima SMS dari pak Sumeri minta tolong untuk anak dan saudaranya. Aku jawab bahwa aku sudah sampai di rumah, dan besok saja jawabannya.

Jumat, 23 Juli 2010

Pengalaman 23 Juli 2010

23 Juli 2010

Jumat sore itu aku mampir ke rumah pak Pudjono, sambil memberi kabar bahwa tidak ada telpon dari keluarga yang anaknya kejang-kejang. Mungkin sedang opname di rumah sakit. Dalam penglihatan pak Pudjono, sepertinya ada seorang bapak yang menggendong anak kecil datang , namun tidak ada suara apa-apa.

Berkisat pukul 18.00 yang terlihat simbul rajawali sedang membawa ikan di paruhnya. Sepengetahuanku, ada lagu pujian tentang rajawali yang terbang tinggi. Kemudian di kejauhan terlihat seperti harimau sedang memakan sesuatu. Katanya harimau tadi di daerah Sumpyuh, berarti masih jauh dari Bandung.

Pak Pudjono betanya apakah simbul gereja pada saat sekarang dan yang dilihat sepertinya model menara Eifel berkaki empat dan berwarna kuning, terlihat di kejauhan. Kemudian ada tulisan berjalan :”Christ maneuver life home”.

Berkisar 19.20 terlihat seseorang memakai ikat kepala, mengaku bernama Bong Sutadi. Dia berpesan untuk pak Pudjono :”Ngnehi weruh yen sedulurmu ora ana. Sedulur lanang.” Setelah itu Bong Sutadi pergi.

Kemudian aku bertanya bagaimana mengembangkan gereja basis dan ada jawaban yang didengar pak Pudjono :”Kabeh kudu gelem maca bareng. Awal saka pengertian perumpamaan, banjur berkembang dadi tuladha, meningkat dadi keyakinan, sumrambah dadi pakarya. Ya intine kuwi.”

Kemudian aku bertanya kira-kira kapan bisa bertemu Bapak Uskup, dan ada jawaban :”Apese telung sasi maneh.”

Kami ngobrol sebentar kemudian pamitan pulang karena capai dan ngantuk.