Minggu, 17 Oktober 2010

Pengalaman 14 Oktober 2010

14 Oktober 2010

Kamis malam itu aku menjemput pak Pudjono untuk berkumpul dengan pak Sumeri, pak Abraham, pak Yohanes, mas Agus Budianto ke rumah pak Suhartono. Datang juga tetangganya sekompleks pak Mathius Sukiman, kemudian menyusul mas Agus Sudarno.. Setelah berkumpul maka acara ngobrol kami mulai dengan doa pembukaan mohon kehadiran yang kudus untuk menemani kami.

Dalam pandangan pak Pudjono sepertinya ada yang menemani, berpakaian agak aneh. model adat Melayu. Sewaktu kami tanya mengaku bernama Datuk Laba Laba. Dia seperti berkata :”Lino -lino.” nggak begitu jelas. Akhirnya berkata, :”Sebuten wae aku mbah Surip. Tegese sumarah marang kang gawe urip. Lino iku tegese linuwih ana. Tegese uwalna deduwekan, gegayuhan kang linuwih. Tegese kosongna ana-mu, isenana kawruh linuwih. Pokoke gawenen 0 (nol) awakmu.”

Yang terlihat kemudian seperti ada huruf OMI  Tegese Allah yang Tunggal
Huruf tersebut bentuknya berubah seperti ôM0
Kemudian kami ngobrol sebentar karena tuan rumah sudah menyiapkan makan malam. Terus terang aku kurang konsentrasi karena memang sedang sakit panas dingin. Dari obrolan, sepertinya terdengar suara dari Tuhan sendiri :”Abangna atimu …….. Nyatakna.”

Sepertinya terlihat simbul bulan yang kami anggap sebagai simbol Bunda Maria sendiri.
Karena bulan Oktober maka kami ngobrol tentang rosario. Kemudian pak Sumeri bertanya apakah pernah ada orang yang pernah diberi rosario oleh Bunda Maria sendiri. Suara yang didengar pak Pudjono mengatakan bahwa yang pernah diberi rasario adalah Caecilia, Bernadett, Abraham Lincoln, Sagita Warisawa, Yumi….(?) Dari Indonesia ada Mama Imel, Dewi Safitri, ibu Pujabi, Agustiunus Grooscop, ibu Fatmawati Sukarno, Harahap Panjalu, ibu suri Tresnowati. “Kuwi leganing atiku, njur tak paringi.”

Pak Sumeri bertanya tentang 15 janji Bunda apakah benar dan dijawab :”Leres, kuwi saka aku.”

Kemudian kami semua diberi sesuatu oleh Bunda, yang mungkin perlu diterjemahkan masing masing oleh kami sendiri. Aku sepertinya diberi banyak sekali, yang aku maknai berarti banyak kewajiban juga yang harus dilakukan.
Karena akan mengadakan perjalanan bersama dan berziarah, kami bertanya tentang gua-gua yang akan kami kunjungi.
Bunda Maria menjawab kurang lebih :”Gua Lawangsih gua babakan anyar, ora pati penting. Gua Wangon kuwi papan kang urip. Blitar Tulungagung aja mbok cedaki, kuwi nyedaki ……. Sangkalputung wis terlalu rame, Bunda jarang rawuh.”

Simbul malam ini yang terlihat seperti orang saling punji, naik dipundak semakin tinggi. Simbul lainnya seperti banyak gelang yang tadinya terpisah kemudian saling bergandengan menjadi satu. Kamu mengucap syukur dan berterima kasih atas kehadiran Bunda. Kemudian kami ngobrol kembali.

Kami ngobrol tentang rosario pak Hartono yang berisi 100 butir dari saudaranya khusus untuk doa Bapa kami. Suara yang terdengar agar rosario tersebut digunakan untuk mendoakan orang yang sudah meninggal. Kemudian Tuhan Yesus mulai berkata :”Ndongakke wong mati kuwi kuwajiban. Yen kowe njalukake pangapura, kuwi palilah. Tukone kowe kudu bisa ngampuni wong kuwi dhisik. Jenenge ana keikhlasane atimu dhewe. Ning yen kowe dhewe durung los, kowe ndongakake, durung nyuwargakake. Intine berani berisiko. Ndongakake umume mung kanggo guyub-guyub. Kowe kudu wani mentingake kanggo wong kuwi dhisik, wong kang lagi tinimbalan. Tantangane kowe kudu wani melek.”

Kami bertanya perbedaan antara iman dan kepercayaan yang dijawab :”Iman, tampanen apa anane. Keyakinan ngemu teges ngarep-arep kudu anal an mesti tekan. Percaya tegese isih kulit, durung wani tumindak, durung wani ngutamakake penggayuh. Ya mung isih kulit. Syahadat tegese lagi pengakuan, pernyataan kang diothak-athik ning jroning ati. Pengakuan isining ati. Aja mbok tambah-tambahi; becike manuta lan ugemama wae. Mengko malah ora bener, malah nunjang palang.”

Kami masing-masing diberi sesuatu dan aku diberi kain model stola warna kuning. Kami mengucap syukur dan berterima kasih, karena jam sudah menunjukkan dua pagi.