Rabu, 08 Desember 2010

Durpa ke Jateng dan Jatim

Perjalanan Durpa ke Jawa Tengah dan Jawa Timur 2010
24 -30 November 2010



24 November 2010


Hari Rabu pagi-pagi sekali aku sudah ditelpon pak Sumeri. Sebagian kelompok Durpa akan berangkat ke Yogyakarta, yang terdiri dari aku, pak Sumeri, pak Yohanes, mas Agus Budianto, pak Sugeng dan pak Hartono. Yang pegang sopir mas Sugeng yang memang pandai mengendalikan mobil.

Sebelum tengah hari, kami sudah sampai di Wangon dan mencoba mencari gua Maria di daerah Wangon. Kenyataannya kami belum menemukannya, malah ditunjukkan oleh orang sekitar sana dengan peta. Peta tersebut ternyata malah mengarahkan kami ke gua Maria di Kaliori. Kebetulan sedang ada penguburan warga Katolik di kuburan Kaliori. Kebetulan mas Agus, mas Sugeng dan mas hartono belum pernah ke Kaliori. Maka kami melakukan permenungan perjalanan salib, dengan cara masing-masing.

Dalam perhentian X ketika Tuhan Yesus ditelanjangi, sewaktu aku meninggalkannya, sepertinya mulut patung Tuhan Yesus terbuka dan minta bantuan. Aku mendekat kembali dan menempelkan telinga ke dekat wajah patung Tuhan Yesus. Aku tidak mendengar apa-apa. Dalam perenunganku, Tuhan Yesus ditelanjangi, dihina dan dipermalukan habis-habisan. Dalam hatiku bertanya, apakah Tuhan Yesus meminta agar aku jangan ikut-ikutan mempermalukan Dia?

Berkisar pukul sembilan belas lebih, rombongan kami sampai di rumah pak Pudjono. Kami ngobrol sebentar dan makan malam, kemudian banyak yang istirahat tidur. Tinggal kami bertiga, aku, pak Pudjono dan pak Hartono. Pak Hartono bertanya tentang katuranggan simbul kupu-kupu hitam, dan kami saling berkomentar karena sudah lupa.

Kemudian pak Pudjono bertanya kepada yang kudus, tentang aura kami. Aura pak Pudjono berwarna putih tetapi masih berkabut. Suara yang terdengar :”Isih ana barang sing kowe durung ikhlas. Pokoke sumeleha dhisik. Mikire mbesok.”
Pak Pudjono bertanya tentang katuranggan jago hitam, jawaban yang didengar :”Ya dicekel dikurung, diingu, dianggo ngabotoh. Mulakna dudu wiring kuning itawa wido sikile kuning. Beda tegese, beda anggon-anggone. Dudu jago adon ning jago..”

Auraku berwarna putih transparan, tetapi masih ada kabutnya.
Aura mas Hartono berwarna putih tetapi masih ada kuningnya. Sewaktu bertanya tentang kupu-kupu hitam, dijawab kalau masih ada pamrih. Kemudian terlihat simbul kupu-kupu, di sebelahnya ada burung pengisap madu paruh panjang berwarna biru. Kami berkomentar dan kemudian ada suara :”Kupu-kupu putih wis wani los, wani gundhul, wani babak bundhas. Kupu-kupu kuning isih kurang persaja, isih diunggulke, isih golek alem. Kupu-kupu ireng tegese isih wedi kleru, isih kedhungsang-dhungsang. Lha yen dasi kupu-kupu putih tegese disisi sandhang pangan papan uwis langkep. Ilangna milike, rak malah sugih. Anggepen barang sing durung kecekel, durung bali, durung ketemu rampung.”

Pak Sumeri bangun dari tidur dan bergabung dengan kami. Setelah tengah malam, simbul Durpa yang terlihat adalah jamur yang sedang mekar. Suara yang terdengar :’Ya lagi berkembang, lagi sugih bala, puncaking karsa.”

Setelah beberapa saat, mas Hartono melihat roh yang keluar dari tubuhku, berbentuk orang berjubah putih yang disampirkan. Rambutnya tidak terlalu lebat dan berjenggot tidak panjang. Setelah beberapa saat kemudian berubah menjadi lebih tua membawa tongkat dan kunci yang diacungkan. (Santo Petrus)

Suara yang terdengar pak Pudjono :”Coba deloken, saiki rak wis berubah ta. Sing didelok mau kae isih Simon. Tegese isih menggembala, mengembara, golek pengikut, golek wong kang gelem melu. Gampangane golek kanca, jenenge durung murid. Yen wis sowan Gusti Yesus, jenenge murid, pengikut alias Amalia. Petrus kang saiki jenenge Bapa Pengawal, Bapa Pangayom, Bapa Baladara. Tegese melindungi kowe kabeh ben tatag, ben ora monga-mangu, ben tekan lampahe, becik suasane, luhur bebudene, gamblang piandele, tekan samubarange. Cekake Petrus kang madhep manteb, rosa, kuat penggalihe. Sampun.”

Apakah akan mendampingi perjalanan kami? Dijawab :”Ya kuwi, wis dadi kewajibane.”

Kemudian ada simbul dua buah jamur mekar yang payungnya disatukan, diatas dan dibawah seperti hanya dibatasi dengan kaca. Suara yang terdengar :”Tegese sak pemikiran, sak urapan, sak kedadean, sak paningal, ananging beda kahanan, beda asal panggonan. Kowe ana ngisor Aku ana dhuwur. Becike, secara pemikiran padha, kowe ana kono Aku ana kana. Mengko rak ketemu. Wis, bahasen dhisik.”

Aku bertanya mengapa santo Petrus muncul dari diriku? :”Jare dhalange kowe.”

Kemudian pak Pudjono melihat simbul jago dan babon, sedangkan mas Hartono melihat simbul salib. Suara yang terdengar :”Kuwi sing kanggo dudu salibe. Nggon palang kuwi ana gambare apa?” Pak Pudjono melihat seperti bulatan putih yang kemudian berubah gambar Tuhan Yesus dan gambar hati merah darah. Apakah simbul tersebut menandakan bahwa Tuhan Yesus hadir? Pak Pudjono sepertinya diperintahkan untuk mengambil air bening di gelas, berdiri dan dipersembahkan ke atas. Setelah diberkati, aku diminta untuk minum sebagian, kemudian pak Sumeri, pak Hartono dan dihabiskan oleh pak Pudjono.
:”Gusti rawuh ora suwe, sing penting piyandelmu, kekarepanmu, panggulawenthahmu neng sapa wae. Tutur aturmu, pasowananmu, mongkoging atimu lan panjalukmu, panuwunmu lancar lan kabul.”
Kemudian Tuhan Yesus memberkati kami dan kami jawab :Amin.
Berkisar pukul empat pagi kami istirahat.


25 November 2010

Hari Kamis pagi rombongan Durpa pergi ke lereng gunung Merapi, menengok para saudara yang tertimpa bencana. Kami mengunjungi keluarga mas Hartono yang sebelumnya jadi tempat pengungsian, walaupun akhirnya semuanya harus mengungsi. Setelah makan siang, kami melanjutkan perjalanan ke gereja Somahitan ingin bertemu romo Yatno. Kebetulan romo sedang istirahat dan pas hujan lebat. Banyak orang sedang membersihkan gereja, karena hari Minggunya aka dipakai untuk misa perdana pasca mengungsi. Perjalanan kami lanjutkan ke rumah pak Suyatno yang kebetulan sudah kembali dari pengungsian,. Rumah pak Sumadi masih masuk dalam lingkaran awas ring satu, sehingga kami tidak bisa kesana. Kami langsung ke rumah pak Kasmin yang sedang sakit. Ibu Kasmin bercerita bagaimana suasana pada saat itu sewaktu harus mengungsi, dengan tanggungan membawa pak Kasmin yang begitu besar dan berat. Aku mengajak para saudara untuk berdoa bersama bagi pak Kasmin

Kemudian kami kembali ke rumah mas Hartono untuk istirahat dan menginap. Kami ngobrol dengan pengungsi di sebelah rumah, yang dipakai untuk tempat evakuasi terdekat dengan Merapi. Semua orang sudah istirahat dan aku ngobrol dengan mas Hartono berdua. Kemudian pak Pudjono bangun dan menyusul kami untuk ngobrol bertiga. Kemudian menyusul pak Sumeri bergabung belakangan.

Waktu sudah melewati tengah malam, mas Hartono bertanya tentang penunggu gunung Merapi itu sebenarnya siapa. Jika bisa mbok jangan ada lagi bencana. Pak Pudjono mencoba berkomunikasi secara rohani, kemudian dari atas gunung seperti ada orang yang berjalan mendekati kami, berdiri di jalan. Sewaktu ditanya siapa namanya, dia mengaku bernama Ki Modjosongo. Sepengetahuan kami Modjosongo adalah nama daerah yang berada di Solo. Suara yang terdengar :”Modjosongo tegese padha karo Solo.” Yang terlihat ada gambaran seorang prajurit kraton. Ada penjelasan bahwa sebelum Ki Modjosongo yang menjaga bernama Ki Pandanarang dan masih dibawah penguasa gunung Lawu. Agar tidak terkena dampak bencana, maka ada syarat yang diminta, yaitu menanam pohon sukun. Mungkin menjadi kewajiban mas Hartono untuk mengkomunikasikan kepada para saudara dan tetangga di lereng Merapi.

Kemudian mas Hartono ingin mengetahui siapakah cikal bakal desa Tanggung dimana orang tua mas Hartono tinggal. Jawaban yang didengar pak Pudjono adalah Ki Demang Panulang, daerah selatan Watu Adeg, cedhak Jamblangan. Keturunan Demang Panulang adalah mbah Kerto, mbah Wiyono, mbah Dadi. :”Nggon kono ana keris Ki Bambang Panulang.”
Kami bertanya apakah bisa diambil, dan jawabnya :”Ben neng konoi wae. Jamblangan mengidul nggone wong sugih, nggone wong cekel gawe.”
Kami bertanya apakah mbah Martowiyono pendiri paguyuban Ngudi Utomo masih trah disitu? Jawabnya :”Ya, salah sijine kuwi.”

Kemudian kami ngobrol pengalaman sewaktu mengunjungi pak Kasmin, sepertinya ada roh yang menemani beliau. Pak Pudjono bertanya siapakah mereka dan ada jawaban :”Roh mau kang diutus romo Mangun. Sing nganggo beskap putih yakuwi Ki Demang Panulang. Sing nganggo beskap ireng, jenenge mbah Dadi. Romo Mangun dianggep romone wong tlatah kene.”

Kami bertanya bagaimana kaitannya dengan romo Mangun, dan ada jawaban :”Kowe sak brayat wong katolik. Yen dudu romo Mangun, ndhak diarani ora ilok. Mbah Demang Panulang lan mbah Dadi kuwi wong apik. Yen crita njemput, kuwi dudu urusanku; mung kepengin nemoni kowe. Kuwi urusane Gusti. Gusti kuwi sebutan Penguasa umum, sapa wae oleh ngarani. Sing kok kersakake rak Gusti Yesus. Yen Aku, Gusti wae. Gampangane disebut wae Romo kang Mahakuasa, gen padha. Pangerten kuwi luwih gamblang yen disebut Romo kang Mahakuasa.”

Bercerita tentang harta karun amanah, ada suara menjawab :”Kuwi mung pangentha-entha, ora bakal mijil. Kuwi mung guyone para penggedhe, ora perlu digali. Mengko bantuan rak teka dhewe.”

:”Panulang tegese gedhung kang dhuwur, kang kokoh.” Yang terlihat pak Pudjono seperti candi atau gunungan batu dengan pintu satu.

Bercerita dan bertanya tentang penguasa Merapi, penguasa laut dan kerajaan Mataram, suara jawaban yang terdengar :”Telung kraton, telung panguwasa beda. Gampangane ana penguasa laut, penguasa dharatan, penguasa hinggil. Ora ana crita kraton kok dihancurkan.”

Bagaimana dengan pengalaman bu Paimin? Dijawab :”Wong kedadean alam wis mengkono kok digathuk-gathukake. Kuwi mung pangentha-enthane wong saiki.”

Bagaimana dengan photo lahar merapi yang seperti salib? Diajwab :”Dudu, kuwi gambaran ladrang. Kristus kuwi raja, keris kuwi lanang, cekelane raja. Ladrang kuwi padha karo lanang, wani getih. Gayaman kuwi andhap asor, kurang wani muncul, mung isih ana greget, durung wani ngetokake.”

Kemudian seperti ada gambaran kera besar bercambang membawa buku, :”Kera bagus. Ya dongakna sedulurmu sing lara; sing liya gen ngegongi, sing ngamini. Aku tetep sing mau kae, Bapa Demang Panulang.”
Kemudian kami berdoa dan sepertinya mbah Panulang berubah menjadi wajah kera yang tadi, dan ada suara :”Aku mung wujud abdi.” Di belakang mbah Panulang sepertinya banyak orang yang juga ikut berdoa bersama kami.

Kami bertanya apakah mbah Demang Panulang sudah di surga? Jawabnya :”Aku ana papan kamulyan, mung, aku sing nyekel papan kene. Kaya ndhek kowe weruh bocah cilik ana Sukardja. Dadi aku ana kahanan kamulyan. Aku ora bisa njenengke uwong-uwong kuwi mau. Durung dikersakake ndherek karo Gusti. Mula bengi iki becik banget. Ateges kowe bisa nyowanake, ngaturake sukma-sukmane wong kuwi mau, kang dipimpin Ki Demang Panulang, diwiridi dening pak Sumeri, dimohonkan pak Sumeri dkk marang cekelanmu, keyakinanmu, lewat donga iki bakal slamet lan lancar. Gampangane tekan, ndherek mulya. Ananging Gusti Yesus rak durung rawuh ta? Mula jenenge wiridan, lagi penyuwunan.
Yen Gusti Yesus rawuh, kuwi jenenge pangeram-eram. Gusti rawuh jumeneng nata, jumeneng panglimbang-limbang, jumeneng Ratu Adil, jumeneng Bapa kang memba rupa …”God Year …. God Year …” Wis ngono wae.”

Bagaimana dengan orang banyak tadi selanjutnya ? Suara yang terdengar :”Pokoke komplit, sing krungu, sing weruh, nek kowe semedi. Aku arep kondur.”

Kemudian sepertinya orang banyak yang bersila ikut berdoa tadi berubah menjadi kuburan. Kemudian seperti ada simbul dua buah bunga warna merah bentuknya seperti bunga kecubung.

Hari sudah pagi dan aku belum sempat tidur. Semoga yang aku tulis tidak ada yang keliru.


26 November 2010

Jumat pagi itu aku diminta mas Hartono untuk ngobrol dengan mas Herry adiknya, tentang kehidupan keluarga. Mungkin bukan hanya aku, tetapi pak Sumeri dan pak Pudjono juga.

Kemudian kami pamitan untuk melanjutkan perjalanan ke Kediri. Dalam perjalanan ternyata tidak langsung ke Kediri tetapi mampir ke rumah teman sekerja pak Sumeri di Kalasan. Sepertinya sudah ada komunikasi sebelumnya tanpa memberitahu kami semua. Kami semua tidak masalah apabila harus menginap di Kalasan, berkumpul dengan pak Anton dan grupnya ngobrol berbagai hal.

Malam hari kami berkumpul bersama pak Anton, mas Agus dan mas Liliek yang terlibat sebagai sukarelawan Merapi. Acara yang tanpa persiapan ini malah langsung dibuka oleh pak Pudjono dengan mengajak doa bersama. Bagi rombongan Durpa yang sudah biasa tidak menjadi halangan, tetapi bagi kelompok Kalasan sepertinya agak kaget dan bingung.

Berkisar jam 21.30 pak Pudjono mengajak berdoa bersama, kemudian yang dilihat sepertinya simbul mata. Kemudian simbul seperti Tuhan Yesus, anglo untuk padupan. Suara yang tedengar :”Tuhan Yesus sing ana ngarep kuwi durung …… Gusti sing durung disalibkan.” Kemudian ada simbul salib kuning tanpa korpus, setelahnya ditengah salib ada warna kuning bulat.

Pak Anton dan yang lain mulai berkomentar, dan simbul simbul seblumnya berubah menjadi simbul keris.. Pak Sumeri dan pak Pudjono melihat simbul bulus dengan leher panjang. Kemudian ada simbul bulan, yang selama ini kami artikan sebagai simbul Bunda Maria sendiri.

Bunda Maria sepertinya menegur pak Pudjono dengan kata-kata :”Dongamu kurang lancar, becike kowe meneng.”

Pak Pudjono meminta sesuatu kepada Bunda Maria untuk kami yang sedang berkumpul ini. Sepertinya kami semua diberi sesuatu, kecuali dua orang. Biarlah itu semua menjadi rahasia pribadi masing-masing.

Bunda Maria :”Iki wis wancine, padha aturna panyuwunmu dhewe-dhewe.” Kemudian kami berdoa masing-masing secara bergantian.. Kelihatannya semua dikomentari oleh Bunda Maria, dan kepadaku dikatakan :”Mutiara sing kok tampa kuwi dumen, aja kok genggem dhewe.”

Kemudian terlihat oleh pak Pudjono seperti payung besar yang melingkupi kami semua. Setelah itu seperti ada kereta yang rodanya kurang satu.. Kemudian ada simbul tambir.

Mas Liliek diminta berdiri untuk memecut kami. Terlihat ada keris gayaman yang diberikan kepada mas Liliek, dimasukkan ke selendang yang telah diikatkan di pinggang, ditempatkan di depan.

Kemudian terlihat simbul-simbul yang saling bergantian : domino dengan angka 6:1  cowek tanah  sempritan  pisau (suara:diasah nganggo rosario esuk)  lilin menyala di tengah-tengah kami -- kendhil lemah (suara: Kuwi isine rereged, pak Anton, kuwi tendhangen)  lilin menyala di atas kain putih (suara : Wis; urusane wong wedok wis cukup)

Kami ngobrol dan berkomentar, tiba-tiba pak Pudjono berkata bahwa ada simbul salib.
Bunda Maria :”Bundha arep kondur, gen Gusti sing rawuh.”

Kemudian terlihat seperti bola berwarna putih berputar-putar, di dalamnya terlihat salib dan warna kebiruan. Pak Pudjono meminta aku berdiri untuk memberkati kami semua. Semuanya diminta berdiri. Aku diberi cidhuk berisi air dan aku angkat ke atas dengan doa. Kemudian aku menciprati semua orang yang ada. Suara yang terdengar :”Wis cukup, padha lungguha.”

Kemudian terlihat salib. Terdengar suara untuk pak Pudjono :”Kowe kuwi kesusu wae.”


27 November 2010

Kemudian terlihat gambar Tuhan Yesus sebatas dada, setelah itu tiba-tiba terlihat kaos kaki berwarna putih, dipakaikan kepada seseorang. Mas Liliek terngat kalau ada warganya yang baru saja minginggal. Dikenal sebagai pak Petrus. Kemudian kami berdoa yang dipimpin oleh mas Liliek untuk rohnya pak Petrus.

Tuhan Yesus :”Wiwit mau Aku kok durung krungu kidung ta?” Aku mencoba untuk melantunkan lagu. Terdengar suara :”Lha kidung pambuka rak durung.” Mas Hartonoi mencoba untuk melantunkan kidung. :”Ya wis.Ya ngono kuwi. Kowe mau ndonga kanggo sapa? … Ya wis, wis tak tampa.”

Kemudian mas Agus diminta berdoa dan mentransfer cahaya lilin paskah. Ada suara :”Sedhoten.” Setelah itu lilin sudah kembali ke atas.

Kami ngobrol dan berkomentar panjang lebar. Pak Pudjono kemudian mengatakan bahwa ia melihat gambaran transparan seperti orang bersila tangannya seperti berdoa. Gambaran tersebut berada di atas saya duduk. Suara yang didengar pak Pudjono :”Aku Gusti Allahmu, Aku sembahen.”

Pak Sumeri diminta berdiri dan disuruh untuk mencela kekurangan kami satu persatu.
Kemudian Tuhan Yesus berada di tengah-tengah kami.
Mulailah terjadi komentar panjang lebar tentang keberadaan Allah yang bisa dilihat dari kelompok Kalasan. Pertemuan agak kacau sedikit, walau tidak masalah.
Pak Pudjono melihat sinar kecil seperti kunang-kunang, dan mendengar suara :”Yen iki Roh Kudus.”

Aku perhatikan mas Agus Budianto mulai tidur, disusul pak Pudjono dan pak Sumeri yang keluar untuk berdoa rosario seperti biasanya. Pak Yohanes juga keluar. Kami tetap ngobrol dan kemudian mas Hartono dan mas Sugeng juga ikut tidur. Yang ngobrol tinggal aku, pak Anton, mas Agus dan mas Liliek.

Karena sudah pagi, mas Agus pamit duluan pulang ke rumahnya. Mas hartono bangun dan ikut kumpul kembali bersama pak Pudjono. Kemudian pak Pudjono keluar untuk berdoa lagi. Sewatu mas Liliek akan pamitan, sepertinya dia “kesurupan” gurunya, dan bertanya kepada pak Anton. Setelah itu mas Liliek pamitan juga. Waktu sudah pagi, obrolan sudah selesai.

Ternyata pak Anton masih ingin melanjutkan cerita sedikit panjang, tentang pengalaman selama di Dumai dan Pelentung (?). Dia ingin bertanya siapakah sebenarnya ibu-ibu gaib yang telah memberikan benda-benda yang selama ini masih disimpan.
Sebelum segalanya lupa saya memberitahu pak Anton tentang penglihatan dan pendengaran pak Pudjono, siapakah yang menjadi “gurunya” selama ini. Dia mengaku bernama Ki Domba yang dulu tinggal di Ngawi selatan. Boleh percaya boleh tidak. Tentang oret-oretan, yang terlihat gambar kepala yang diberi tanda silang. Kalibening cedhak candhi maksudnya blumbang cedhak omah. Blumbang dalam berbeda dengan kolam untuk ikan. Memang ada lingkungan Kalibening di Kalasan yang baru mengadakan misa arwah.

Bercerita pendengaran pak Pudjono yang mengatakan nama mbah Dimik, aku menjelaskan bahwa arti dimik adalah alat sebagai pengantara untuk menyalakan sesuatu.

Akhirnya kami pamitan semua untuk melanjutkan perjalanan ke Kediri.

Perjalanan ke Kediri sampai Sragen masih diliputi kegembiraan walau panas menyengat. Memasuki Jawa Timur kami dijemput oleh hujan yang begitu besar, walaupun sampai di Kediri malah sudah terang benderang. Kami dibawa ke rumah teman pak Sumeri yang sepertinya sudah ada janji ingin bertemu khususnya pak Pudjono. Teman tersebut adalah pak Subardja dan ibu Wiwik.

Kelihatannya ibu Wiwik ngobrol cukup panjang dengan pak Pudjono, sedangkan kami ngobrol dengan suaminya di luar. Aku sendiri masuk ke mobil untuk istirahat karena ngantuk. Perjalanan dilanjutkan ke rumah pak Sumeri untuk istirahat.


28 November 2010

Hari Minggu pagi. Rombomgan Durpa pagi-pagi sudah pergi ke gereja Pare untuk mengikuti Misa Kudus. Setelah sarapan, kemudian menjemput keluarga pak Subardja bu Wiwik bersama-sama berangkat ke Gua Maria Puhsarang. Rombongan terpecah dalam dua kelompok, aku bersama pak Pudjono, pak Sumeri, pak Yohanes dan keluarga pak Subardja berdoa masing-masing di depan patung Bunda Maria.

Kemudian kami melanjutkan dengan perenungan jalan salib bersama-sama, dan aku diminta untuk memimpin. Pada perhentian ke lima (Tuhan Yesus ditolong Simon dari Kirene), pak Pudjono melihat gambaran Puntodewo. Kemudian terlihat gambaran Semar yang menyangga Puntodewo. Suara yang terdengar kurang lebih :”Puntodewo iku orang lanang ora wedok. Sing nyonggo iku uga (Semar) ora lanang ora wedok.” Di perhentian ke enam (wajah Tuhan Yesus diusap oleh Veronika) yang terlihat tetap sama, Puntodewo disangga oleh Semar.

Pada perhentian ke delapan (Tuhan Yesus menghibur para perempuan yang menangisi-Nya), yang terlihat seperti ada simbul tambir yang berisi macam-macam, seperti kulit atau daging. Kemudian terlihat simbul kursi dan suara :”:Gek endang, wis ana sing ngenteni.” Kemudian terlihat simbul anglo kecil (tempat membakar arang). Dalam bayangan kami, anglo kecil biasanya untuk membakar kemenyan, sebagai simbul kematian.

Pada perhentian ke duabelas (Tuhan Yesus wafat di salib), pak Yohanes seperti melihat sesuatu di langit di atas salib Tuhan Yesus. Pak Pudjono mejelaskan bahwa memang terlihat gambaran Tuhan Yesus seperti sedang melayang di udara di atas salib.

Setelah selesai jalan salib, kami istirahat dan ngobrol. Pak Sumeri membuka SMS yang masuk yang mengabarkan bahwa tamunya di Bandung tidak jadi datang karena anaknya masuk rumah sakit. Aku, pak Sumeri dan pak Pudjono bergegas kembali ke perhentian ke dua belas. Aku berkata bahwa sepertinya ucapan orang yang disalibkan di sebelah kanan Tuhan Yesus berisi “rapal” atau mantra pujian dan permohonan yang membuat Tuhan Yesus berkenan. Aku tidak tahu isi SMS pak Sumeri, namun sepertinya kami ngobrol yang berkaitan dengan waktu pukul tiga sore. Saat kematian yang aku tangkap berkisar jam tiga sore, bisa kurang bisa lebih. Sewaktu aku tanyakan ke pak Sumeri, ia menerima kabar dari ibu Wiwik tentang angka tiga. Mungkin berhubungan dengan waktu, apakah 3 jam, 3 hari, 3 minggu atau yang lainnya.

Kami masih jalan-jalan di sekitar Puhsarang dan melanjutkan perjalanan untuk makan siang yang sudah lewat. Pada saat makan tersebut, pak Sumeri mendapat berita bahwa anak yang masuk rumah sakit sudah meninggal. Waktunya memang sebelum jam tiga sore, namun sudah lebih dari jam dua.

Kemudian perjalanan dilanjutkan ke rumah pak Subardja. Ibu Wiwik ingin menanyakan banyak hal yang “dilihatnya” kepada pak Pudjono secara berdua. Kami menunggu dan ngobrol dengan pak Bardja di luar. Teman teman yang lain malah istirahat di dalam mobil. Sewaktu mau pamitan, kelihatanya ibu Wiwik masih ingin bertanya lagi; maka berkumpulah kami berlima, aku, pak Sumeri dan pak Subardja., berbicara roh yang mengikuti ibu Wiwik. Akhirnya aku menawarkan doa untuk roh tersebut, agar bisa pindah ke tempat yang mulia. Di tempat tersebut pernah terjadi pembunuhan pembantu rumah tangga oleh penjahat yang masuk ke rumah. Kemudian kami menyiapkan air bening segelas dan lilin menyala, dilanjutkan doa permohonan dan doa Rosario. Sepertinya roh tersebut ikut berdoa bersama kami. Semoga Tuhan berkenan atas doa kami bagi yang kami doakan.

Setelah segalanya selesai, kami pulang ke rumah pak Sumeri untuk istirahat sejenak, karena tengah malam kami akan kembali ke Yogyakarta, mengantar mas Agus Budianto yang harus pulang ke Bandung karena harus bekerja.


29 November 2010


Kami sampai Yogyakarta berkisar pukul tujuh pagi dan setelah sarapan mengantar mas Agus Budianto ke stasiun. Rombongan kami melanjutkan kembali ke desa Tanggung di lereng Merapi untuk istirahat sejenak. Aku mengisi battery laptop yang sudah habis sambil menulis ini. Kemudian datang pak Sumadi, setelah menelpon pak Sumeri.

Sekitar jam 14.00 kami, aku, pak Sumeri, pak Sumadi, pak Pudjono, pak Yohanes, pak Hartono, pak Sugeng berangkat ke Gua Bunda Maria di Sriningsih.

Sepertinya santo Petrus menemani kami walaupun tidak menemui kami secara nyata. Pak Sumeri malah seperti melihat tumpukan wayang kulit, yang paling atas seperti Anoman.
16.30 terlihat simbul huruf I dan M menjadi satu (Maria Immaculata?)
17.00 terlihat seperti ada gardu bertangga untuk ke pintunya. Terlihat ada simbul huruf “O” Kemudian terlihat seperti burung kakaktua paruh betet, ekornya panjang, warna bulunya abu-abu kecoklatan. Kemudian terlihat piala ceper transparant seperti terbuat dari kaca.
Terlihat seperti seseorang keluar dari pintu dan membagikan hosti. Pak Pudjono dan pak Sumeri ikut menerimanya, kemudian aku menyusul. Kemudian orang tersebut masuk dan menutup pintu.

Terlihat seperti papan tulis yang memakai tiang penyangga. Tulisan yang muncul seperti running text :

1. Station higher
2. Visuality communication principle
3. Command privat numerical
4. Devide little commercial take home
5. Amen, amen, amen

Apa arti tulisan O. apakah bahasa Inggris atau Latin.
:”O kuwi tegese linuwih, agung. Kuwi basa karnaval (?)”
Terlihat huruf O tersebut berubah seperti kukusan yang runcing ujungnya.

Arti dari station higher, seperti ada lampu yang ditutupi, dikurung. Kemudian tutupnya dibuka dan lampunya malah padam, namun menyala lagi. Kemudian lampunya berubah menjadi salib yang bercahaya di tengah sambungan salib. Kemudian berubah menjadi sebuah lilin besar dan dikelilingi oleh lilin kecil yang banyak. Kemudian lilin besar menjadi besar dan tinggi, disekelilingnya banyak orang sedang bersujud. Masih berubah lagi menjadi piala ceper berisi anggur berwarna kuning encer seperti sampagne. Kemudian hanya diminum oleh seorang saja.
Sewaktu ditanya mengapa, ada suara :”Father is legal.”

Arti Visuality communication principle, terlihat tempat air suci, kemudian seperti piala atau sibori tipis cenderung seperti salib. Kemudian berubah menjadi Kitab Suci bersampul hitam, kemudian tempat dupa pakai rantai panjang (wirug). Setelahnya ada bejana berisi air untuk memberkati umat. Terlihat seperti ruangan sakristi yang ditutup. Sepertinya ada misa kudus. Terlihat seperti ada pastur yang merentangkan tangan, kemudian bersila seperti meditasi, dan menyembah. Kemudian pastur hilang dan berubah menjadi salib millennium. Berubah menjadi photo Tuhan Yesus dengan hati kudusNya; di sebelahnya ada cap. (:”Nggo nytempel tanganmu yen kowe mengakui. Ya gampangane yen kowe kuwi duweke.” terlihat sapi yang dicap pinggulnya)

Arti command privat numerical, di belakang tulisan seperti ada lukisan seperti huruf X dan ornament indah. Kemudian terlihat seperti rohaniwan bersabuk besar membawa Kitab Suci. Kemudian lampu yang pertama sepertinya dilingkari oleh banyak lingkaran berputar dan menyala bermacam-macam, kemudian berubah seperti bulan.

Arti devide little commercial take home, terlihat seperti orang banyak berdiri antri untuk menerima sesuatu; terlihat tangan kanan yang memberikan sesuatu (seperti bulatan putih) kepada yang antri. Yang antri tersebut berjubah putih yang pinggangnya ditali yang ada kantongnya di sebelah kiri. Yang diterimanya dimasukkan kedalam kantong. Dia berdiri di depan banyak orang bersila dan membagikan kepada yang bersila. Suara yang terdengan “moving… moving …moving …” Yang bersila banyak sekali, maka memerlukan waktu .Tulisan yang terlihat :”moving include A numeric Z”
(:”Sing dibagi kuwi akal utawa pengajaran yang disampaikan, yang datang dari Roh Kudus, lewat si pemberi itu tadi. Amarga Roh Kudus kuwi asale saka surga, ya bab surga. Bab papan lan mapan tentang surga, surga sebagai papan dan surga sebagai tempat tinggal. Papan kang indah amba ora ana bongkot pucuke ora ana ngisor ndhuwure; Ya papan kaya ngene iki, ananging ora ana siksa, ora ana aniaya, ora ana rubeda, ora ana kanisthan, ora ana palang tunjang lan langgeng ana ing Astane.
Apakah bisa dirasakan di dunia ini? :”Ana lan bisa.” Caranya bagaimana? :”Carane, kowe kudu bisa sak emper karo Gusti, dalam hal permasalahan, dalam hal perbuatan, dalam hal kesukaan, dalam hal nol.”

Contohnya dalam hal permasalahan. :”Barang ana kang ora ana dadekna ora ana  nol. Utang lan piutang padha tegese, nol. Sing abot urip lan mati, malah dadi = mati, nol. Guru lan murid = bodho, nol. Ora ana wong lanang ora ana wong wedok, ora ketok wong lanang ora ketok wong wedok = bujel.”

Contoh dalam hal perbuatan. :”Perbuatan mengkhayal. Perbuatan mengkhayal sing ora bakal kedaden lumarabna wae = lali = nol. Iki jenenge tentang khayal dhisik. Perbuatan nyata kang gampang ditiru; contone gawe padhang, ikhlas, sabaran, tumata, enjoy. Perbuatan yang agak abstrak, contone berbuat kasih, berbuat donor, berbuat mirang wani rugi, wani entek entekan, wani nombok, wani cilaka, wani gering, wani nggo tumbal, wani bablas (gambaran tanah). Conto sing gampang, ora males ora nyangkal, ora merangi, ora ngidoni (mencemooh), Lan sak piturute. Cekake mengkene:Nek kowe isa lahir batin lan pikiran dadi nol, ora duwe apa-apa, bisa materi, drajat, pangkat lan sak piturute,  tenang, sunyi, indah, sirep, gamblang, ketemu swargane.” Bila tidak sak emper dengan Gusti, tetapi dalam segala hal kecukupan :”Kuwi begundhale setan. Wong kang kok sebutke mau dadi susuhing keblat nolak Gusti Yesus.” Jika sudah mlarat tetapi mengeluh terus :”Mlarat ateges nelangsa, mlarat ateges nrima, mlarat ateges nyatria, mlarat ateges ora ana, mlarat ateges wani ndhadha, kuwi klebu sak emper Gusti.”
:”Kewalikane, mlarat ning nunjang palang, kemrungsung, sok nggrahita, nyumpahi, kuwi klebu melawan. Ya kabeh iki maui pengertian, pengajaran. Kabeh kuwi dudu mung pandelengan.”

Apakah akal budi model pak Xxxxxx?:”Kae wingi iku pengajaran sing kuwalik, pengajaran sing mbedhah angger-angger utawa nerak bener. Ajaran kang lumaku bapa durjana.”

:”Santhet kuwi energi saka uwong dilewatke benda, utawa lewat sesuatu, nempel uwong. Kuwi kanggone kowe lali keblat. Kuwi dudu musrik ning mung kelangan kiblat. Musrik kuwi mengharapkan sesuatu dari keampuhan benda supaya bisa merubah ke arah positif.”

Kesaktian, kadigdayan, menyembah sesuatu dianggap sama dengan menyembah Hosti .. :”Kowe sebagai umat Katolik menganggap benda benda rohani sing duwe kekuatan magic utawa kemampuan khusus, super, elegan, kuwi jenenge Sabda Dalem kang mijil, Sabda Dalem kang ditamakake, Sabda Dalem kang dimusadakake. Barange dhewe ora ampuh, Sabdane sing ampuh; Pengakuane Sabda sing ampuh. Selaras karo Sabda Dalem, dudu musrik. Bedane ana Sabda, nek musrik kemampuan barange.”

Sak emper dalam hal kesukaan? :”Umume kesukaan sing ateges kenikmatan = lali. Lali urip. Lali nikmat, lali urip, kosong.”

Mas Hartono bertanya bahwa prihatin dalam ziarah ini ujubnya ingin nywargakake anak bojo, bener atau tidak? :”Padha kersane Gusti”
Bagaimana jika lebih luas untuk banyak orang? :”Oleh lan padha. Umume saranane sing beda. Kanggo umum tantangane abot, godhane akeh, seling surube muncul, ora kapercayan. Gampangane durung mesthi wong percaya. Karepmu apik malah dianggep musuh.”

Bagaimana dengan keinginan nywargake orang banyak tetapi malah anak istri kapiran? :”Mung kurang tumata. Ngomah ditata dhisik banjur nyelaraske keinginan, kemauan anak bojoku luwih dhisik. Banjur liyane.”

Nywargake anak bojo? :”Isa ninggalke kebutuhanmu dhewe, kanggo kepentingane anak bojo. Becike kowe melua, dadi siji karo anak bojo; tinggalen urusane omahmu dhewe.”

:”Bojo kuwi pangimpening awakmu sing padha karo kowe. Yen beda, kuwi jenenge mung jodho.”

Beda keyakinan :”Yen koyo ngono ananging dalam kehidupan mengalami kebersamaan, senang, bahagia, ayem tentrem lan sakpiturute, sing kaya diimpekake, kuwi jenenge bojo.”

Suami istri itu yang benar jodho atau bojo:”Bebojoan kuwi luwih dhuwur tinimbang jejodhoan. Bojo kuwi dadi siji sehati sejiwa; Nek jodho kuwi dua kekarepan satu jiwa”

“Pengangkahe menungsa yen didadekake sakramen kuwi ora gelem.”

Pertengahan malam kami istirahat. Ada yang berdoa pribadi, ada yang ngobrol pengalaman rohani.

30 November 2010

Tengah malam berkisar jam 02.00 kurang, pak Sumeri seperti melihat atau mendengar suara tentang Setyaki. Aku katakan sebagai tokoh pewayangan yang menjadi patih Dwarawati, senjatanya gada Rujakbeling; Sering disebut juga sebagai Bima Kunthing. Seorang patih yang setia dan jujur, sakti dan berani. Kemudian kami masih ngobrol tentang pengalaman rohani, sewaktu berkunjung kesini tahun yang lalu. Di perhentian ke tujuh kami semua diberi komuni oleh romo Sasra Wardoyo.

Kami lupa untuk menanyakan siapakah yang tadi sore memberi kami komuni. Aku lihat semuanya malah tidur masing-masing. Pak Sumeri berdoa rosario dan menyanyi sendirian di depan patung Bunda Maria. Akhirnya aku juga tertidur seperti yang lain sampai pagi hari.

Keesokan harinya kami turun gunung bersama seorang temen yang ketemu di atas. Dia melanjutkan perjalanan ke Klaten, sedangkan kami kembali ke lereng Merapi mengantar pak Sumadi. Kami istirahat sejenak di rumah mas Herry adik mas Hartono.

Sekitar pukul dua siang kami melanjutkan perjalanan ke rumah sakit Palang Biru di Gombong, menjenguk istri mas Agus teman pak Pudjono yang sedang sakit. Kami berdoa untuk yang bersangkutan. Kemudian pak Pudjono kami tinggalkan di rumah sakit, menemani yang berjaga.

Kami melanjutkan perjalanan pulang ke Bandung. Kurang lebih jam dua pagi tanggal 1 Desember 2010 kami sampai ke rumah masing-masing. Acara istirahat di rumah, karena sore hari kami berdua belas sudah berniat untuk berdoa dua jaman saling bergantian..

Tuhan, terima kasih atas penyertaanMu selama ini. Dari berangkat sampai kembali ke rumah kami masing-masing. Amin.