Selasa, 07 Juni 2011

Ziarah Durpo 26 - 27 Mei 2011

Perjalanan Ziarah Durpo
26 - 27 Mei 2011


26 Mei 2011

Hari Kamis pagi-pagi sekali kami berkumpul di rumah pak Mardayat. Kami berencana untuk melakukan ziarah ke Rangkasbitung; aku, pak Sumeri, pak Pudjono, pak Abraham, pak Yohanes BP dan mas Agus Budianto. Ternyata pak Mardayat tidak bisa berangkat, dan beliau kami minta untuk memimpin doa sebelum keberangkatan. Beliau malah menyiapkan lontong untuk makan sarapan di perjalanan.

Perjalanan ke Rangkasbitung cukup lumayan melelahkan, berangkat pukul 06.30 dan sampai di kampung Narimbang sekitar 12.30. Tujuan kami berziarah ke gua Maria Kanada yang berada di belakang Akademi Perawat di kampung Narimbang.

Setelah makan siang di warung sekolah, kami berjalan menuju ke gua dan bertemu pak Saimin dan istri yang sedang membersihkan lantai dan halaman gua maupun kapel untuk persiapan misa kudus. Kami baru mengetahui bahwa setiap malam Jumat Kliwon selalu diadakan ibadat jalan salib yang dilkanjutkan dengan perayaan Ekaristi, yang dimulai pada pukul 22.00. Hal tersebut kami anggap kebetulan, atau sebenarnya malah tuntunan Tuhan sendiri. Pada awalnya kami merencanakan akan berangkat pada hari Rabu, namun karena sesuatu hal mundur sehari. Pemikiran kami, pada malam Jumat Kliwon biasanya kami berkumpul di rumah pak Mardayat. (Rencanamu rencanamu, rencanaKu rencanaKu)

Aku berdoa di depan gua sebentar, kemudian pindah ke samping kiri di sebelah patung Bunda Maria. Sewaktu berdoa dengan mata tertutup, rasanya seperti berubah menuju kegelapan yang menyelimuti, namun kemudian berubah menjadi terang kembali. Pak Abraham malah merasakan dan melihat ada sinar seperti kilat. Pak Pudjono malah merasakan suasana yang begitu tenang dan mantap. Sedangkan pak Yohanes malah merasakan aroma bau bunga, biasanya simbul bahwa ada orang yang meninggal .

Kemudian kami kembali ke tempat istirahat model rumah panggung yang terbuka berlantai bambu (galar) di depan gua. Sambil istirahat kami mandi dan pesan minuman ke pak Saimin. Kemudian datang seseorang dan memperkenalkan diri sebagai pak Saban. Tidak tahunya beliau masih ada hubungan saudara dengan pak Saan almarhum, salah satu anggota Durpo. Beliau yang menjelaskan bahwa gua Kanada adalah singkatan dari gua Maria yang berada di KAmpung NArimbang DAlam, dibangun sekitar tahun 1986.

Pak Saban jebolan seminari dan bercerita banyak pengalaman, bagaimana melakukan ibadat jalam salib tengah malam selama 40 hari tanpa henti. Hari ke 40 dilakukan jalan salib di gua Maria Sawer Rahmat di Cigugur bersama teman-teman. Bagaimana beliau “melihat" keluarga kudus Nazaret dalam penampakan rohani. Kemudian pak Saban menelpon teman-temannya.

Sewaktu kami masih mengobrol, pak Pudjono berkata bahwa dia melihat “bulus.” Aku menangkap bahwa selama ini bulus menjadi simbul bagi kami, bahwa Bunda Maria berkenan hadir (bulus = ibu kang mulus). Pak Pudjono bertanya apakah nama gua di tempat ini. Yang didengar pak Pudjono kurang lebih :”Guwo kene kang diarani gua Nur. Tegese cahyo kang adi. Ana kene muncul cahyo adi putih. Gunane kanggo mbrantas kamurkan sing ono awakmu dhewe. Iso kanggo ngalahake api kemarahan dadi api suci. Wujude sinar kudus, api kudus. Saiki durung wektune, mengko jam 23....koyo ...cemlorot, warno putih koyo awakmu. Wis semene wae.”

Berkisar pukul 20.30 pak Pudjono melihat simbul selendang sutera berwarna putih. Selama ini kami ketahui bahwa itu simbul Bunda Maria sebagai bunda pengantara. Kami mengucap syukur dan berterima kasih.

Aku tidak tahu pada waktu pak Pudjono bercerita tentang ki Fadjar Baru yang sekarang sedang berkarya di Amerika, Timur Tengah, India dan China. Ada yang bertanya mengapa koq tidak ke Indonesia, suara yang didengar mengatakan :”Indonesia goblog, ora gelem berubah.”

Obrolan terhenti, karena sudah banyak umat yang berdatangan untuk melaksanakan ritual rutin. Selain kelompok kami, ada juga yang dari Jakarta, Serang dan sekitarnya.

Berkisar pukul 22.00 kami semua melaksanakan ibadat Jalan Salib, yang berlangsung hampir dua jam. Karena baru selesai turun hujan, maka jalan yang kami lalui cukup licin dan cukup gelap. Tetapi malam itu bintang-bintang bertaburan di langit. Di pemberhentian ke 6 - 7 yang terlihat simbul lampu teplok. Pak Yohanes menerima panggilan telepon bahwa ada yang meninggal.

Tengah malam setelah selesai jalan salib dilanjutkan dengan perayaan Ekaristi yang dipimpin oleh romo paroki Rangkasbitung. Semua umat menerima Tubuh dan Darah Kristus, yang bagi kami menjadi suatu karunia yang luar biasa.

Selama misa kudus pak Pudjono melihat simbul di dekat altar, seseorang yang kurus dan telanjang bulat. Sewaktu ditanya siapa, suara yang terdengar adalah :”Yokuwi awakmu dhewe.” Kata-kata tersebut bagi kami bermakna yang begitu dalam, bahwa di hadapan Tuhan kita harus telanjang, karena memang tidak ada yang bisa ditutup-tutupi. Hampir seperti yang aku katakan sewaktu masih ngobrol di petang hari, bahwa diberkatilah mereka yang miskin di hadapan Allah, bukan apa-apa dan bukan siapa-siapa.

Aku ngobrol dengan mas Agus, peziarah dari Serang sampai sekitar pukul dua pagi. Dia bercerita bertemu dengan Tuhan Yesus dan mengadakan perjanjian, sewaktu anaknya sakit dan hampir tidak tertolong lagi. Demi janjinya, dia siap menerima keadaan hidup pas-pasan walau tadinya kaya raya.




27 Mei 2011

Hari Jumat pagi kami bangun dan berdoa secara pribadi di depan gua Maria Nur. Dari Rangkasbitung kami melanjutkan perjalanan pulang lewat Bogor dan mampir ke Cikanyere. Karena banyak jalan rusak dan macet, kami baru sampai ke Cikanyere setelah lewat tengah hari. Suasana di Cikanyere cukup sepi karena hari biasa, kecuali sekelompok orang yang sedang melaksanakan retreat.

Sewaktu kami akan memulai jalan salib, sepertinya terlihat simbul bulan yang terang mendahului kami. Kami berdoa bersama mengucap syukur dan memulai doa permenungan jalan salib. Pak Pudjono melihat sepertinya kita semua diberi lembaran kartu yang harus diisi nama kita masing-masing.

Pada pemberhentian ke dua, pak Pudjono melihat sepertinya kita diberi kertas untuk diisi intensi kita masing-masing. Pada pemberhentian ke tiga, sepertinya semua kertas dikumpulkan, kemudian diganti dengan kartu nama yang dikalungkan dan diberi cap.

Pada pemberhentian ke lima, sepertinya terlihat simbol gelang dan cincin, suara yang terdengar disuruh memilih. Aku tidak tahu maksudnya.. Pada pemberhentian ke enam yang terlihat simbol telur dan suara yang terdengar :”Gawanen mulih.” Menuju ke pemberhentian ke tujuh, sepertinya kami diminta untuk antri satu persatu dan kami sepertinya diguyur air. Pada pemberhentian ke delapan yang terlihat simbol salak.

Sewaktu kami menuju ke pemberhentian ke duabelas, yang terlihat pak Pudjono agak aneh; lidi, bantal, tepas bambu, kendi kecil. Biasanya simbol-simbol tersebut untuk orang yang akan meninggal. Di pemberhentian ini bentuknya salib besar berwarna putih keperakan, berbeda dengan yang lainnya. Selesai kami berdoa, yang terlihat hanya simbol lilin menyala. Kami melanjutkan sampai ibadat jalan salib selesai.

Kemudian kami istirahat dan berjalan-jalan mengelilingi gereja besar yang berbentuk setengah lingkaran atau kipas terbuka. Gereja Santa Theresia. Rencananya kami akan mengikuti perayaan Ekaristi berkisar pukul 17.30. Sewaktu kami, aku, pak Sumeri dan pak Pudjono sedang istirahat dan ngobrol di samping gereja, terlihat simbol bulus berjalan melewati kami. Kami bertiga setengah berlutut berdoa dan bertanya. Suara yang terdengar :”Apike mulih wae, ora usah melu Misa.” Aku agak kaget dan bertanya siapa dan mengapa. Suara yang terdengar :”Pokoke mulih wae.” Pak Pudjono melihat simbol tempat tidur yang di dorong seperti di rumah sakit. Pikiran kami agak kaget, sepertinya aka nada apa-apa.

Akhirnya kami memutuskan pulang ke Bandung dan mampir dahulu ke rumah pak Mardayat. Kami meminta beliau untuk mempimpin doa syukur telah sampai dengan selamat. Tiba-tiba handphone pak Yohanes berdering dan mengabarkan ada pasien yang meninggal. Selesai berdoa pak Yohanes mendahului pulang. Kami masih mengobrol sejenak bercerita tentang perjalanan kami.

Selama Pak Pudjono di Bandung


31 Mei 2011

Hari-hari sebelumnya sewaktu aku dan pak Sumeri ke rumah pak Pudjono, suasana sepi walaupun banyak simbol yang terlihat. Simbolnya dalam benak kami berkaitan dengan kematian. Yang terlihat selalu antara teplok, anglo, pisang satu biji, kelapa dibelah.

Hari Selasa siang aku dan pak Sumeri ke rumah pak Pudjono dan ngobrol bersama. Kami bertanya mengapa simbolnya koq berkaitan dengan kematian. Kira-kira siapa, apakah kami mengenalnya. Biasanya memang kita kenal. Yang jelas pak Yohanes sudah mengurusi du orang yang sudah meninggal.

Berkisar pukul 16.00 pak Pudjono melihat simbol orang gemuk namun tidak kelihatan kepalanya. Pada awalnya berdiri, kemudian duduk bersila seperti bersemedi. Sewaktu kami tanya siapa koq aneh tanpa kepala, ada suara jawaban :”Pisowanan iku kudu ngene iki, pikirane ora ana. Mula ora nganggo sirah. Yen ngadeg tegese kowe isih nggoleki, durung patemon. Yen wis patemon kowe lungguh utawa jengkeng. Pisowanan alias ngadhep alias dumunung. Dumenung kuwi ana. Gunane kanggo nyadhong dhawuh, kanggo karaharjan, kanggo atur teka-teki. Kudune atur pisungsung dhisik, kanggo samubarang wae biso. Ndhek mau wis diwiwiti rosario; kanggo, oleh, pantes. Ora usah koq karang, koq eling-eling, spontan wae. Kanggo ngempelke ujub, kanggo ngempelke atur, Gusti wis pirsa.”

Kemudian yang terlihat seperti anak-anak agak gemuk berkulit kuning. Jangan-jangan berkaitan dengan permohonan pak Sumeri. Suara yang terdengar :”Nek ana tetingalan mengkene, isenana panuwunan gegadhang. Sebab bocah kuwi isih resik, isih mulus. Mula sesuwuna ben dadi, ben gangsar, ben lancar. Alfonsus (anaknya Andrianus Green Hill) klebu kategori iki.”

Setelah berhenti sejenak, terlihat simbol bulus. Pikiranku melayang ke Bunda Maria. Suara yang terdengar :”Gunane kanggo dongakake wong kang perang, kang padha padudon, kanggo nyirep prakara, kanggo nyirep ….. . Becike kanggo nglerenake. Nek ing kono ora ana unsur padudon, ora bisa.”

Beberapa saat kemudian terlihat simbol bunga pagi sore, katanya bunga fajar baru, dan suara yang terdengar :”Dadi kowe kudu bisa mbedakake kembang iki karo mawar. Ana titik terang, ana gegayuhan tercapai, ana pinuwunan kabul. Iki jenenge Kembang Sejati. Iki sifate tandha kanggo perseorangan. Yen ana simbol iki, menang.”

Kemudian terdengar suara yang melanjutkan ajaran awal :”Bubar atur pisungsung lan panuwunan, ditutup nganggo donga dawa, donga komplit (Bapa kami, Salam Maria, Kemuliaan, Terpujilah, berkat); paseban rampung.”

Beberapa saat kemudian yang terlihat seperti orang tua, telinganya besar njepiping, latar belakangnya berwarna putih. Suara yang terdengar :”Aku bapakmu dhewe-dhewe, utawa wong tuamu dhewe-dhewe. Eyangmu dhewe-dhewe. Aku ora duwe jeneng; kabeh lempeng kabeh pener. Jenenge Roh Asli. Papan dununge ana dhuwur. Pokoke Bapa Suci XXXXXXXXX. Ndang tutupen Aku selak kondur. .....Ngono wae koq gela.”

Kemudian kami berdoa penutup bersama-sama. dan kami mau bubaran.
Tiba-tiba terlihat manusia namun wajahnya hampir seperti kera walaupun giginya model manusia. Dia berjalan dari atas turun ke tempat kami dan berdiri di depan pintu. Sewaktu kami tanya siapa, dia menjawab:”Aku Kangjeng Babi Putih. Aku arep melu mulih karo pak Darmono. Aku arep njaluk suwuk, anakku ora bisa mlaku. Aku manggon ana Mangunan Rawakele; Mangunan Bojong, Tengere pedhut. Intine anakku ora iso mlaku, njaluk tamba. Sesuk wonge gen ketemu dhewe, lakonana.”

Aku agak kaget dan bingung karena biasanya yang jadi perantara pak Pudjono atau pak Sumeri. Suara yang terdengar :”Pak Darmono, kena apa kowe durung manteb karo tanganmu sing ana berkate?” Aku mengiyakan dan akan percaya sepenuhnya akan berkat Tuhan, biarlah Dia yang berkarya dan aku hanya saranaNya saja.


1 Juni 2011

Aku, pak Mardayat, pak Sumeri, mas Agus Budianto berkumpul di rumah pak Siahaan pada malam hari. Kami ngobrol macam-macam dan keinginan keluarga pak Siahaan ingin menanyakan bagaimana kemungkinannya Leo yang akan test psikologi untuk masuk ke IPDN, Demikian juga keponakannya yang test UMPTN.

Berkisar mendekati jam sembilan malam kami berdoa bersama-sama. Simbol yang terlihat pak Pudjono sebiji kacang tanah berisi dua biji. Sore harinya pak Pudjono melihat simbol seperti buah bligo atau markisah jawa beberapa biji diletakkan di atas tampah bambu.. Kelihatannya berkaitan dengan jumlah kedatangan kami di rumah pak Siahaan.

Kemudian terlihat simbol keris gayaman yang pegangannya berwarna putih. Setelah keris ditarik keluar, bentuknya wilahan tanpa luk, kemudian dimasukkan kembali.

Penglihatan lainnya sepertinya masih berkaitan dengan kematian. Berkisar pukul sebelas malam kami pamitan pulang. Agus Budianto sudah lebih dahulu pulang. Tidak tahu mengapa pak Pudjono. pak Sumeri dan Agus Budianto sudah ngantuk sekali. Aku mengantarkan pak Mardayat pulang.


2 Juni 2011

Malam hari aku berdua dengan pak Pudjono ngobrol di rumahnya. Seperti kemarin, simbol yang terlihat pisang sesisir memakai tali, anglo dan botol berisi minyak. Kemudian anak kambing bertenga panjang. Teplok, malah ayam putih yang sudah mati.
Setelah itu malah gunung berapi, bata satu biji; baju putih masih baru digantungan hanger.

Tidak ada suara apapun yang terdengar, yang bisa memberi penjelasan tentang tanda-tanda tersebut.



4 Juni 2011

Hari Sabtu aku ditelpon pak Sumeri, ditunggu di rumah pak Pudjono. Sejak hari Jumat aku sekeluarga mengikuti novena misa kudus setiap sore, menyongsong kedatangan Roh Kudus di hari Pentakosta. Aku menjemput pak Yohanes dan sekalian membawa nasi dan lauk untuk makan bersama. Pak Sumeri juga sudah membawa dari rumah.

Berkisar pukul 12.00 pak Sumeri berdoa rosario sambil bersila di bawah, aku dan pak Pudjono duduk di kursi. Di depan pak Sumeri terlihat seperti kotak persembahan. Pak Pudjono memberi tahu bahwa terlihat seperti Bunda Maria berbentuk kecil di depan pak Sumeri. Kemudian seperti terlihat seorang perempuan berpakaian seperti kimono bersabuk lebar. Dia mengaku bernama Dewi Oei dari Thailand. Suara yang terdengar :”Oei tegese putri cantik, Bunda sing rawuh saka kana; aku sing negesi (sepertinya Bunda Maria “menyatu ke tubuh Dewi Oei). Aku sing ngawaki..”

Sepertinya pak Sumeri diberi selendang putih, bertulisan seperti huruf Jawa :”Padha para samya nuGRAHA, lumebet ing alam baka.” Simbolnya bulan sabit kecil. Agak aneh karena graham memakai huruf besar.

“Aku Bracea of grade. tegese aku tangan kang diagem. Aku sakbenere ana Asia Timur. Wakile Bunda Maria ora mung aku; akeh kang ditunjuk. Dina iki aku.”

“Cobanen wae kanggo gelut marang persepsi, marang penganggepe wong kang menentang ilmumu (=ora percaya). Gampangane lidhahku kang njulur ngucap.”

“Alfonsus dipakani cecak, mengko rak mari, dangan, zirich(?)”

Pak Pudjono bertanya tentang Obat kanggo wong sing angel meteng, Gambaran yang terlihat agak aneh, kemaluannya dimasuki belut hidup. Hal tersebut berlaku bagi laki-laki dan perempuannya.

Dewi Oei :”Becike padha mangan dhisik, mengko ditutugake maneh.” Aku mengajak Dewi Oei makan bersama namun dijawab bahwa sudah membawa sendiri roti berwarna putih. Kami ngobrol bersama macam-macam sambil menghisap rokok, kecuali pak Sumeri.

Selama ngobrol malah terlihat seorang perempuan sedang habis mandi kramas. Ada jawaban dari arti kotak persembahan yang bermakna bahwa sebelum bersetubuh jangan engkel-engkelan dulu. Kelihatannya memang simbol untuk anak dan menantu pak Sumeri yang belum punya anak sendiri.

Pak Yohanes pamitan lebih dahulu setelah menerima telpon. Kami tidak tahu apakah ada yang meinggal lagi atau keperluan lain.

Pak Pudjono bertanya tentang simbol cahaya yang bermacam-macam.
“Mak pyur…., kaya kemukus , tegese sukma ilang;
“Putih lurus, tegese kudus;
“Cahya abang tegese nistha;
“Wong ketok ireng, golekana ana Alkitab;
“Cahya biru mlaku tegese pindahing jalmo saka kodrat dadi hegar:
“Sinar biru mandheg tegese umume kanggo wong bebal, wong sing ora bisa owah, ora bisa interaksi; biasane manggon ana wong pangreh. Gegambarane wong sing kepanjingan sunar cemlorot, sinar gegambaran kedadean, kuwi mung tandha.”

Aku bertanya tentang Santo Yusuf yang begitu sedikit tertulis dalam Alkitab. Dewi Oei menjawab:”Santo Yusuf kuwi tegese Yoel. Tegese sabda, arane saka kana. Asale saka dhuwur sing kuasa. Yoel ana kene tegese suci, samubarang resik. “Sih kadarman Dalem” Terjadi karena kerahiman Allah, kemurahan Allah. Dadi saka krsane kang kuwasa. Secara kepemimpinan dheweke iku Mikhael. Secara rohani Yoel - pribadine.”

Aku bertanya tentang umur, kapan meninggal dan sebagainya.
Dewi Oei:”Wektu kawin jarene umur 43. Sing jelas wis romo, wis bapa, ya wis yuswa. Keterangane tegesna dhewe.”

“Bunda Maria ketemu malaikat angkane 16 (ditulis miring ke kiri, aneh), tegese kencur, Kenya.”

Aku bertanya lagi tentang Santo Yusuf yang jadi pelindung Durpo, karena merasa belum jelas. Dewi Oei :”Mengko nek aku ngomong, kowe dipoyoki.” Aku jawab tidak apa-apa karena kami mencari kebenaran cerita atau dongeng.

Jawaban Dewi Oei :”Tanggal 3 (telu) Maret disebut grahana mati. Santo Yusuf kuwi sedane telu Maret, ora ana liyane. Tahune 73 (pitu telu). Pasarane Turi majeg. Dinane dina wiwitan, pasaran ke telu (menurutku Pon; ada gambaran makna orang membawa obor seperti dalam olag raga) Saiki Santo Yusuf lagi ana Timur Tengah, ngewangi wong demo. Ngewangi wong dagang asor, wong terlantar, wong kecumpen.”

Kami mencoba menghitung namun malah bingung sendiri, maka kami tanyakan kembali karena merasa tidak cocok. Jawaban Dewi Oei :”Pathok-pathokane Masehi. Biasane sing kok takokake umure, dudu tahune. Jatahe pitu telu seda, pitu enem mekrad. Ngenteni sewu dinane. Sara barat ya ana. Gusti Yesus mekrad swarga, Santo Yusuf isih urip. Ora let suwe ora ana, seda; marani bapa-bapa soleh, bapa-bapa wahid. Marani sing isih isa ditulungi, diapiri amrih dalan padhang. Lajeng minggah wonten papan pangentosan, nengga jemputan - panggilan; rawuhe Gusti Yesus. Banjur diajak sesarengan minggah. Thok.”

“Ana donya Santo Yusuf diarani bapa bangsa putih, bapa oei, bapa suci. Ana ing swarga diarani Bapa Gurdha, tegese bapa guru suci sagala bangsa, bapa guru suci segala umat manusia.”

“Santo Yusuf dados panguasaning nyepeng pintu swarga, berhak ngenep lan mbuka, nutup lan mbukak. Nyepeng pintu abadi.”

Pak Sumeri bertanya apakah bukan Santo Petrus yang memegang kunci dan dijawab Dewi Oei :”Santo Petrus kuwi tuladha kuncine munggah swarga. Tuladha prakaryan ben munggah swarga. Dadi tegese kunci, kabecikan lan tuladha. Santo Petrus mung nyepeng Kunci Sejati, sejatine urip, sejatine dalan.”

Berkisar pukul 15.00 pak Sumeri berdoa sendiri karena sudah kebiasaan rutin. Pak Pudjono memberi tahu bahwa ada patung Bunda Maria berpakaian biru, kecil di hadapan pak Sumeri. ?Yang terlihat ada tulisan atau suara :”Sion amandem (?)..Sion of woman wonderful classic. Jawane Ibu kang mulus tanpa cacat.”

Pak Pudjono bertanya pakah Bunda Maria akan memberikan pengajaran baru bagi kami semua, namun jawabannya agak aneh :”Badanku lagi lungkrah, lagi kesel, kakehan ujub.”

Tiba-tiba pak Pudjono melihat Tuhan Yesus di salib, kepalaNya tertutup kain putih baru bermahkota duri. Kakinya agak tertekuk ke atas dan badanNya melekung ke arah kami. Kami bertiga berlutut bersila dan berdoa. Pak Pudjono malah menangis tersedu-sedu saking terharunya. Kami hanya bisa mengucap syukur dan berterima kasih walaupun hanya sebantar bertemu dengan Tuhan Yesus. Kami bertanya apakah ada pengajaran dan dijawab :”Gusti ora paring dhawuh, mung wartakna.”

Kami bertiga berdoa panjang sebagai penutup, karena sebentar lagi kami akan ke gereja untuk mengikuti novena misa kudus menyongsong kahadiran Roh Kudus.


5 Juni 2011

Hari Minggu selesai perayaan Ekaristi sore hari, pak Sumeri mengajakku ke rumah pak Pudjono. Aku iyakan setelah mengantar istri pulang ke rumah.

Berkisar pukul delapan malam simbol yang terlihat adalah gong besar, kemudian potongan bambu model untuk tempat jimpitan yang di letakkan di tembok. Setelah itu terlihat seperti kitab suci tetapi tidak tebal dan tidak terdengar suara apapun. Kemudian terlihat kembang pacing yang bentuk hampir seperti buah rosella merah.

Bebeapa saat kemudian terlihat buah mahoni dan ada suara :”Mahoni kuwi umuk.”
Sesaat kemudian terlihat seperti poci kecil ada tutupnya, cenderung seperti cupu. Suara yang terdengar :” Cupu kuwi uga umuk …..kuluk, ….. ningrat, ….. ambassador, ….. kill.” Kemudian gambaran bendera berkibar dan terdengar suara pujian :”Glory….glory …Halleluya…”

Kami ngobrol dan aku berpendapat bahwa kalau dimaknai secara positif buah mahoni yang putih dan pahit itu bisa menjadi obat, yang selanjutnya secara bertahap malah bisa meningkat menjadi kuluk, diwisuda kemudian meningkat menjadi keluarga kerajaan menjadi ningrat. Pada saatnya malah menjadi duta atau utusan yang harus bisa membunuh ego kita masing-masing, demi melayani Tuhan. Pada saatnya akan ada pekik orak memuji dan memuliakan Allah.

Beberapa saat kemudian terlihat simbol telur putih di atas cawan. Suara yang terdengar :”Bibit kawit muncul.” Namun kemudian berubah menjadi sandal perempuan . Pak Pudjono bertanya :”Kangge sinten Gusti?” Jawabannya :”Kanggo wong akeh.”

Terlihat seperti orang bersila tetapi tidak jelas, kemudian hilang.
Terlihat telapak tangan kanan dan terdengar suara :”Wacanen , suratan takdhir, suratan hidup, kamulyan, kabegjan.”
Kemudian tangan tersebut pindah ke dada dan terdengar suara :”Madhep, manteb, ucul saka bebaya, lelakon, kewirangan, kedhungsang-dhungsang, termasuk kemlaratan.”

Kemudian terlihat orang bersila dengan kedua tangan di atas dengkul terbuka ke atas, suara yang terdengar :”Sumeleh.”
Dari bersila kemudian bangun dan menyembah dan terdengar suara :”Menyat, lingsir, kabul. Wis kabul ujarmu.”

Sesaat kemudian terlihat seperti perempuan telanjang memakai kalung berbandul permata bening, bersila. Tidak ada suara apa-apa. Malah di depan pak Sumeri seperti ada cepuk berisi perhiasan.


Pukul 21.40 terlihat seperti kupat luwar besar, dibuka dan diisi sesuatu (seperti kupat tolak bala) kemudian digantung. Suara yang terdengar :”Ben slamet.”
Kemudian terlihat sajen tumpeng ukuran kecil.

Pukul 21.50 kami berdoa bersama. Yang terlihat ada sebuat jam bundar yang menunjukkan waktu berkisar 7.20-7.30, kemudian berubah namun tidak jelas.
Di depan pak Sumeri terlihat orang memakai sarung warna merah, kemudian berubah menjadi orang yang kurus, tetapi tidak ada suara apapun.

Beberapa saat kemudian terlihat seseorang sedang merokok hampir separo. Aku bergurau terima kasih ada yang menemani merokok kecuali pak Sumeri. Kemudia ada suara :”Tak cecekke ndhak dilokake. Aku Kiai Slamet, arep nylametake keluargamu. Aku saka Parakan dieng.”
Pak Pudjono bertanya apakah kenal dengan Ki Mayangkoro dan dijawab :”Dheweke dahnyange gunung, aku mung wewengkon ngisor. Ben wong-wong ora kemrungsung pengin mulih wae. Wis tak tetegi, tak cegati.” Dieng terlihat merah membara, namun malah ada suara :”Sing abang kuwi arahe kidul kulon saka kene.”

Berkisar 22.10 terlihat dua ekor sapi beradu tanduk, bijig-bijigan.
Pak Sumeri bertanya tentang doa yang selama dia laksanakan apakah sudah benar atau bahkan keliru. Suara yang terdengar :”Rosariomu ditutugake dhisik, lagi panyuwunan siji mbaka siji. Tak baleni maneh rosariomu dibubarake dhisik, lagi panyuwunan. Nek ana pakempalan nuruta wae. Lha yen dhewe, ya ngene iki. Yen ora gelem berubah, jenenge kowe arep merubah sifat doa.”

Pak Sumeri maupun pak Pudjono bertanya apakah perlu memberi tahu warganya dan dijawab :”Apike ora wae, mengko ndhak janggal. Apike tirokna dhisik, kowe mengko ndonga dhewe. Lingkungan Girimas cocok karo karepmu.”

Pak Pudjono curhat bagaimana orang kaya ada ulang tahun saja merayakan dengan misa kudus, sedangkan yang melarat malah cukup sembahyangan walaupun untuk arwah yang sudah meninggal. Merasa tidak sanggup untuk memberikan stipendium yang pantas. Aku jelaskan bahwa stipendium sesuai dengan kemampuan, kalau perlu ditanggung oleh lingkungan. Suara yang terdengar :”Apike kabeh kudu disranani.”

Berkisar 22.45 terlihat simbol genthong besar dan suara yang terdengar :”Isine genthong sumbangan.”

Kemudian kami berdoa bersama sebagai penutup, Hari Senin pak Pudjono setelah mengambil pensiun, akan pulang ke Yogyakarta. Kami bersalaman dan titip salam untuk seluruh keluarga di Yogya.

Hari Seninnya aku mendapat kabar bahwa ada dua teman separoki, ex prodiakon dan dokter gigi meninggal dunia, keduanya diistirahatkan di RS. st. Boromeus Bandung. Sore harinya aku melawat kesana.