Selasa, 20 November 2012

Awal bulan Suro 2012 .... antara Lembang dan Subang Tanggal 14 Nopember 2012 aku main ke rumah pak Pudjono yang baru saja datang dari Yogyakarta. Aku menghubungi pak Sumeri namun teleponnya tidak diangkat. Kami ngobrol ngalor ngidul berdua. Kemudian sepertinya pak Pudjono melihat simbol kemah Allah dengan jalan seperti tangga yang menuju ke atas. Terlihat roh pak Saan sepertinya kebingungan karena tidak melihat jalan yang menuju ke kemah Allah.. Dia kelihatan kurus sekali. Sayang, aku sendiri mau ke kebun dan bersepakat bertemu sore hari untuk berdoa lingkungan di rumah pak Yadi yang akan mantu. Berdoa untuk pak Saan kami tunda malam harinya, sekalian menjelang tanggal 1 Suro bergadang semalaman bersama yang lain. Berkisar pukul delapan malam, setelah sembahyangan di rumah pak Yadi, aku bersama pak Pudjono langsung berangkat ke Pasirimpun. Kemudian datanglah pak Sumeri, pak Yohanes BP, pak Weking, pak Slamet, pak Prianto. Kemudian dibuka dengan doa yang dipimpin pak Sumeri. Pak Pudjono melihat simbol Pieta, dimana Bunda Maria memangku tubuh Tuhan Yesus, namun kepalanya terletak ditangan kiri Bunda. Tubuh Tuhan Yesus dibalut kain putih. Suara yang terdengar :”Iki tahun kemujuran utawa tahun kemakmuran. Makmur kanggo sing atine resik. Tegese abad kanggo muncul urip abadi.” Pak Pudjono bertanya apakah ini bagian dari tugas kita, dan dijawab :”Ora usah; kuwi tugase bapa pengayom, bapa pembimbing. Bisa diwakili pastor, sing nyuwargaake. Tugasmu ming reresik awake dhewe. Kulinakna berdoa kanggo awakmu, kanca-kancamu. Kulinakna kanggo awakmu dhisik, lagi sedulurmu, brayatmu, lan sapinunggalane. Dongane gampang, atur panuwun keslametan. Tinebihna saking rubeda. Sing penting didasari ngilangi ganjelan.. Gampangane, yen donga kowe kudu ngoko. Dongane ora perlu kok jlentrehake. Dasare donga kuwi ana ati, ora ana uni.” Sewaktu kami bertanya tentang pak Saan, tidak ada jawaban. Namun sewaktu pak Sumeri bertanya tentang saudaranya, katanya sudah selamat. Begitu juga waktu aku bertanya tentang pak Kuwatidjo Djojoatmodjo (mertua) ada jawaban :”Kuwi wis tak dhisikake.” Kami hanya bisa berucap terima kasih dan terima kasih. Hampir tengah malam istriku datang bersama dengan bu Sri Yohanes, bu Cucun dan Merry. Karena kami sudah berdoa, maka para ibu ini naik ke lantai atas dan berdoa bersama. Ibu-ibu menyediakan nyamikan, makanan ringan sebagai teman bergadang. Pak Pudjono merasa tidak bisa berkonsentrasi karena sepi dari penglihatan. Akhirnya kami ngobrol tentang orang meninggal, siapa yang menjemput. Malah ada suara :”Manut pengalaman, sing methuk kuwi sing uwis mulya.” Kami ngobrol macam-macam sampai nabi Abraham dan keluarganya. Aku bercerita sedikit dari hasil pengalaman rohani dulu. Dari hasil komunikasi, yang didengar pak Pudjono :”Sara kuwi tegese gumbira. Ismail kuwi tegese bibit kawit ana. Lebih bersifat kerek(?), sifat nggregetake, senengane nuntut marakake cumleng. Lha yen Iskak kuwi luwih humanis, kang tumata, menjiwai, mranani, gampangan, kedaya ana ombak umbule kahanan. Gampangane dadi pemimpin kang bisa nyawiji.” Kemudian sepi dan akhirnya kami ngobrol macam macam sampai pagi. Berkisar pukul empat pagi pak Weking, pak Slamet dan pak Prianto pamitan pulang. Pak Yohanes sekalian juga pulang ikut pak Slamet. Kamis pagi tanggal 15 Nopember 2012 pas tanggal 1 Suro pak Sumeri juga pulang.dan tinggal aku dan pak Pudjono beserta ibu-ibu yang menyiapkan sarapan indomie. Ibu-ibupun pulang duluan. Berkisar pukul sepuluh pagi, pak Prianto datang kembali, disusul pak Sumeri, pak Weking dan kemudian pak Rusdi. Kami ngobrol dan ada juga yang berkonsultasi tentang kesehatan maupun masa depan. Kami malah bersepakat untuk melanjutkan perjalanan ziarah ke gereja Karmel Lembang maupun Subang pada hari Jumat pagi. Aku bercerita tentang apa dan bagaimana beradorasi seperti yang aku ketahui, sebagai persiapan untuk besok pagi. Jumat pagi tanggal 16 Nopember 2012 kami bersembilan, aku dan istri, pak Yohaness sekalian, pak Rusdi dan bu Umi Pung dalam satu mobil berangkat ke Lembang. Kemudian pak Sumeri, pak Pudjono dan pak Prianto satu mobil. Pak Sumadi sekalian yang sedianya akan ikut, tiba tiba membatalkan diri. Kami semua mengikuti perayaan Ekaristi, menerima Tubuh Kristus yang kemudian dilanjutkan dengan adorasi. Pak Pudjono melihat simbol tabernakel dan tulisan “AVILATE PILATUT”. Kemudian Kemudian pak Pudjono melihat banyak orang (roh) ngantri maju dan berlutut di depan monstran. Maka aku dan pak Pudjono juga ikut maju berlutut, dahi menyentuh lantai, disusul pak Sumeri. Temen yang lain sudah berada di luar, mungkin sedang berdoa di taman doa. Sedangkan istri ikut beradorasi di belakang. Pak Pudjono juga melihat seorang pastor bule yang memakai sabuk hitam. Beliau mengaku bernama pastor Brouwer (?) Pak Pudjono melihat ada seorang anak sepuluh tahunan telanjang menunggu atau menjaga di dekat monstran. Katanya sedang menjaga tangga yang menuju kemah Allah. Terlihat juga pak Saan hanya memakai celana pendek yang sedang kebingungan dan tidak berani mendekat. Pak Saan sampai mengemis-ngemis agar diperkenankan ikut naik ke tangga namun ditolak. Kemudian sepertinya yang menjaga diganti oleh seseorang, dan kami meminta agar pak Saan boleh ikut, tetapi masih ditolak juga. Pak Pudjono sampai menangis melihat keadaan pak Saan. Namun kekerasan hati pak Saan masih terlihat yang sepertinya tidak mau menerima bantuan. Aku sampai menghadap kembali ke tabernakel dan berlutut di hadapan Tuhan, menungging sampai tiga kali. Tetap saja masih belum diperbolehkan. Pak Pudjono melihat simbol PX, ikan, lilin dan …. sudah tak terlihat lagi. Terlihat seperti seorang pastor namun jauh sekali. Kemudian terlihat seseorang dengan memakai ikat kepala putih sedang menaki binatang seperti kuda. suara yang terdengar :“Tumpakane kuldi putih” Kemudian terlihat barisan para suster berwajah timur tengah sedang menyembah orang yang naik kuldi putih tersebut, dengan posisi berlutur dan menungging. Kami hanya berlutut ditempat dan diam saja. Pak Pudjono kemudian melihat seseorang yang sedang lenggah siniwaka dengan tangan terentang ke atas. Terlihat seperti pak Saan yang sedang berjongkok ingin menghadap; kemudian ada seseorang berjubah putih yang sepertinya berkata kepada pak Saan, memberitahu bahwa belum bisa. Simboknya pak Sumeri malah malah sudah diperbolehkan masuk walau lewat samping. Kemudian terlihat seperti ada yang lenggah siniwaka, tetapi kedua tangannya diletakkan diatas kedua lutut, tempurung kaki, seperti sedang bersabda atau mendengarkan. Berkisar satu jam kemudian, yang berjaga sepertinya sudah berganti, seperti seorang suster. Pak Saan disini dihadapan penjaga tersebut sudah bersila, seperti menunggu. Kami juga menyelesaikan adorasi kami dan keluar dari gereja. Karena tidak bertemu dengan saudara yang lain, kami berempat bersama istri berniat untuk jalan salib dan memohon dengan cara rog-rog asem, demi keselamatan pak Saan. Doa jalan salib aku pimpin dengan sepenuh hati jiwa dan akalbudi, yang tanpa aku tahan, aku sampai menangis terisak-isak. Demikian juga pak Pudjono maupun pak Sumeri, sedangkan istriku ikut di belakang. Pada pemberhentian ke delapan, sewaktu Tuhan Yesus menghibur para perempuan, kami berdoa mengemis kerahiman. Pak Pudjono mendengar suara :”Iki tickete pak Saan, gawanen.” dan kami amat bersuka cita. Setelah kami menyelesaikan doa jalan salib, kami melanjutkan ke taman makam, gua Bunda Maria maupun melihat gambaran Golgota. Kemudian setelah sarapan, ibu-ibu pulang duluan ke Bandung dengan angkutan umum. Sedangkan mobil pak Sumeri ditinggal di Lembang karena masalah kopling. Kami berenam melanjutkan peziarahan ke gereja Subang. Kami disambut dengan hujan angin yang besar sekali, sehingga doa jalan salib kami tunda menunggu cuaca terang. Sewaktu kami akan memulai ziarah jalan salib, pak Pudjono melihat simbol bulan, kemudian buah nanas yang ukurannya besar sekali, namun diberi warna warni. Sura yang terdengar :”Sak durunge diwiwiti, saiki padha majua tak berkati dhisik.” Kami maju satu persatu menerima berkat rohani di depan pemberhentian pertama. 1. Tuhan Yesus dihukum mati Yang membikin kaget, terlihat anglo besar, kemudian seperti buku doa atau buku nyanyian. Di depan patung terlihat seperti replika orang bersila berwarna putih. Suara yang terdengar:”Kuwi replika Bapa di surga sing ana donya. Ya iki ujud nyata duniawi kang ateges sowanmu neng ngersane Gusti secara duniawi ditemoni.” 2. Tuhan Yesus memanggul salib Terlihat replika patung menjadi lebih besar. Suara yang terdengar :”Aku cekeln, kudangen.” Kemudian replika tadi berubah menjadi gambar Tuhan Yesus yang memakai mahkota duri. 3. Tuhan Yesus jatuh untuk pertama kali Terlihat patung tersebut menjadi dua. Suara yang terdengar :”Roh Tuhan Yesus yang ada di belakang replikasebagai sesembahan.” 4. Tuhan Yesus berjumpa dengan Bunda Maria ibunya Terlihat kami semua sepertinya dikelilingi oleh selendang berwarna krem. Kemudian terlihat pisang raja satu tandan. Suara yang terdengar :”Ini biasanya simbol untuk para pastor.” 5. Tuhan Yesus ditolong Simon dari Kirene Dibawah patung terlihat seperti harimau yang sedang menghadap Tuhan, seperti mengaku kalah. Suara yang terdengar :”Kuwi lambang Tuhan Yesus mengalahkan angkara murka , kebencian.” 6. Wajah Tuhan Yesus diusap oleh Veronika Terlihat pisang tadi semakin matang dan besar. 7. Tuhan Yesu jatuh untuk kedua kalinya Terlihat seperti banyak baju berwarna putih yang masih digantung dan berjejer. Suara yang terdengar :”Iki hem kanggo kowe kabeh sing uwis tak siapake. Nanging durung tak paringake saiki..” Kemudian terlihat seperti gelas ukur masih kosong dan disampingnya terlihat seperti poci atau teko yang juga masih kosong. 8. Tuhan Yesus menghibur para wanita yang menangisinya Terlihat anak kecil yang dipanggul/ dipunji oleh seseorang. Kemudian terlihat di dekat patung Tuhan Yesus ada sebuah nampan/ lepek besar yang berisi minyak. Suara yang terdengar :”Padha majua, duliten kanggo nggawe tandha salib ana bathuk, tutuk lan dada.” Kami semua antri mengambil minyak secara rohani dan membuat tanda salib. Suara yang terdengar kemudian :”Uwis jangkep. Uwis jangkep kawruhmu. Kawruh secara penalaranmu. Pemikiran lan ati uwis sawiji nanging tutuk/ mulut durung” 9. Tuhan Yesus jatuh untuk ketiga kalinya Terlihat kembali baju baju putih yang digantung tadi. Suara yang terdengar :”Mung kuatna atimu.” 10. Pakaian Tuhan Yesus ditanggalkan Yang terlihat hanya simbol nisan 11. Tuhan Yesus disalibkan Terlihat bahwa baju baju putih itu berubah menjadi berkembang-lkembang warna warni. Suara yang terdengar :”Padja jupuken, anggonen.” Kami antri satu persatu, secara rohani mengambil baju dan terus dipakai. Pak Pudjono melihat bahwa aku mendapat dua baju. baju dalam dan baju luar. 12. Tuhan Yesus mati di salib Terlihat sepertinya banyak orang yang memanjat salib, kemudian sepertinya menciumi kaki Tuhan Yesus. Aku, pak Sumeri dan pak Pudjono ikutan mencium kaki Tuhan Yesus. Pak Pudjono malah menangis. 13. Tuhan Yesus diturunkan dari salib Terlihat simbul salib dan simbol X menjadi satu. Suara yang terdengar :”Gadane utawa gamane uwong urip, kanggo ngalahake maut. Gawanen, rak menang” 14. Tuhan Yesus dimakamkan Tak terlihat apapun, dan doa kami tutup. Kemudian kami ngobrol di halaman sambil bertanya tentang simbol kami masing-masing. Simbolku : terlihat simbol tubuh orang namun tidak ada kepalanya; kemudian gubug ditengah sawah dan ada orangnya sedang ongkang-ongkang. Suara yang terdengar :”Kebak pikirane manungsa.” Pak Sumeri : terlihat seseorang yang utuh normal; kemudian lincak; orang berdiri dan menyapa yang dijumpai. Suara yang terdengar :’Digawe becik, dibales becik.” Pak Yohanes : Terlihat orang nguwot bambu, pakai topi cowboy, pohon pisang belum berbuah. Suara yang terdengar :”Tekan.” Pak Prianto : Terlihat berdiri saja; memakai medali; membawa buku doa. Suara yang terdengar :”Medhar sabda.” Pak Rusdi : Terlihat menggelar tikar dan duduk bersila; menyalami banyak orang, ada lilin menyala dan memakai jubah. Suara yang terdengar :”Aja cengeng, aja rewel.” Pak Pudjono : Terlihat orang pakai jubah bawa buku, kancing masih terbuka, jika diganti, yang terlihat malah berbaju spt misdinar dan membawa raket; orang bersemedi. Suara yang terdengar :”Jodho, gaplok.” Simbul rombongan hari itu : Terlihat seperti berdiri semua saling berdekatan, kemudian kakinya dicuci. dibash dari belakang samping. Suara yang terdengar :”Digawe resik kareben layak.” Ziarah hari itu selesai dan kami mengucap syukur dan berterma kasih kepada Tuhan Yesus. Khususnya sukacita kami demi pak Saan . Kami pulang ke Bandung dengan selamat berkisar pukul sembilan malam.

Selasa, 02 Oktober 2012

SABTU LEGI DI GUA MARIA WANGON

28 Septembar 2012 Kamis tanggal 27 September 2012, di rumah kedatangan tamu suami isteri, besan dari Jakarta yang kebetulan pas hari ulang tahun pernikahan yang ke 42. Berkisar pukul 11 siang mereka sampai karena kemacetan di jalan. Sebagai tuan dan nyonya rumah yang baik, kami menerima mereka dengan penuh persaudaraan, tak lupa mengucapkan selamat berbahagia bagi mereka berdua. Mereka kami ajak juga untuk menengok rumah kebun yang ada di Pasirimpun, walau dalam keadaan kering kerontang, bahkan ikan ikan banyak yang mati. Mereka kembali ke Jakarta sudah berkisar jam 16 sore. Selamat berziarah besanku, yang akan dimulai tanggal 10 Oktober 2012 selama tiga minggu ke Eropa. Ada hadiah yang belum diketahui pada saat itu, bahwa Hesty putri bungsunya, mantu kami positif hamil di Australia. Malam harinya aku masih melaksanakan pertemuan kelompok Durpa di rumah ibu Mardayat. Yang hadir ibu Saan, pak Sumeri, pak Weking, pak dan ibu Yohanes BP, pak Siahaan, pak Slamet, mas Rudi GG, mas Sugeng Hartono dan malamnya disusul oleh mas Ilut (Mardiyanto). Kami berdoa Rosario bersama dilanjutkan dengan doa permohonan. Selanjutnya diteruskan dengan ngobrol dan doa bagi kesehatan pak Weking. Pertemuan kami tutup berkisar jam 00.30. Gua Maria Beji Wangon Ranjingan RT 05/10 Kelurahan Kelapa Gading Kulon; Kecamatan Wangon Jumat tanggal 28 September 2012, aku dan istri, bu Yohanes Sri, bu Cucun dan bapak ibu Sumeri melakukan perjalanan ziarah ke Wangon, berangkat berkisar jam 0915. Pak Pudjono berangkat dari Jogyakarta dan bertemu kami di Gua Maria Beji, Wangon berkisar jam 16.00. Kami kulanuwun kepada tuan nyonya rumah, suster Marta maupun keluarga pak Patrick dan bu Nining, maupun beberapa warga yang sedang beres beres membersihkan halaman gua. Rombongan kami ada yang langsung berdoa di depan patung Bunda Maria dan ada pula yang ngobrol dengan warga stasi setempat. Sejak sore kami datang, pak Pudjono sudah melihat simbul lilin Paskah besar menyala di depan gua Maria. Terlihat juga gambaran deretan kursi yang telah ditata, sepertinya akan ada perayaan dan banyak tamu yang datang. Kemudian kami bersih diri, mandi dan mempersiapkan diri untuk acara doa bersama yang akan dilanjutkan dengan “ngobrol” bersama. Berkisar jam 19 malam, pak Pudjono melihat seperti gendang yang dibunyikan, sebagai tanda bahwa acara akan dimulai. Kemudian terlihat seperti serombongan orang yang membawa persembahan, dan ternyata membawa “ingkung” ayam utuh yang digoreng dengan segala uborampenya. Rombongan kami berkumpul bersama warga stasi setempat, mengadakan doa bersama, yang dipimpin oleh prodiakon stasi. Terlihat simbol lilin besar menyala tersebut berada di tengah tengah kami. Suasana malam itu begitu indah dan syahdu, karena diterangi oleh sinar bulan yang begitu cemerlang. Doa dan nyanyian serta renungan terdengar begitu indah, dan diteruskan dengan doa permohonan secara bergantian. Setelah doa doa selesai didaraskan, maka dilanjutkan dengan ngobrol dan mendengarkan apa yang dialami dalam komunikasi rohani yang diterima oleh pak Pudjono. Lilin Paskah yang menyala ini, bagi kami menandakan bahwa Tuhan Yesus hadir di tengah tengah kami. Kemudian terlihat gambaran seorang laki laki yang telanjang bulat..Suara yang terdengar :”Yakuwi awakmu dhewe dhewe. Sowan Gusti kuwi tanpa brana, tanpa mahkutha, tanpa bandha.” Pada saat itu terlihat gambaran Tuhan Yesus yang disalib telanjang bulat. Kemudian dilanjutkan suara terdengar :”Uwalna sandhanganmu, rompimu, banjur salibna awakmu, ben bisa tuwuh kasihe, katresnane bareng karo Aku. …. …. kudu wani menyalibkan diri kanggo wong akeh, ora kena nolak yen dijaluki tulung. Udharana tanganmu sing nggegem, amrih bisa ndherek Gusti.Wis, semene dhisik, bahasen bareng bareng.” Kami ngobrol bersama mencoba memahami pesan pesan maupun gambaran yang telah kami terima tersebut. Pak Pudjono memintaku untuk mencoba menjabarkan segala penglihatan dan pesan pesan pendek ini. Sekitar pukul sembilan malam, pak Pudjono melihat simbol bulus di tengah tengah kami. Aku mengatakan bahwa pengalaman komunikasi rohani selama ini, bahwa bulus itu bermakna ibu kang mulus. kang tanpa cacat. Simbul untuk Bunda Maria sendiri. Sewaktu pak Pudjono bertanya tentang nama gua di Wangon ini, suara yang terdengar :”Gua Maria campur adhuk; mung tinggal panyuwunan. Mula sing pinter nggoleki. Sing rawuh bisa beda, ana sing nylinep, melu ndherek ana kene.” Yang bisa aku tangkap adalah, bahwa tempat ini sebelumnya memang sudah dipakai untuk tirakatan, permohonan dengan bermacam sajian. Tempatnya di pohon besar sejenis ki hujan dan beringin, berhadapan dengan gua Maria yang dibangun belakangan. Kita diminta untuk hati-hati karena yang “datang” bisa saja roh yang tidak kita harapkan. Roh-roh ataupun energi di pohon tersebut bisa menyelinap di antara kita. Kemudian acara selanjutnya, sepertinya mengalir yang berkaitan dengan konsultasi pribadi sampai berkisar pukul dua pagi hari. Tanggal 29 September 2012, pagi pagi berkisar pukul sembilan suster Kus mengajak kami untuk berdoa bersama kepada para malaikat agung. Hari tersebut bertepatan dengan pesta para malaikat agung santo Mikhael, santo Gabriel dan santo Rafael. Pak Pudjono melihat simbol bola terang yang selama ini sebagai gambaran Tri Tunggal Maha Kudus. Kemudian terlihat selendang warna warni yang banyak sekali, bagaikan keluar dari gua.. Setelah itu disusul simbol Lilin Paskah menyala. Setelah itu ada gambaran seperti salib atau bahkan seperti layang layang, dimana di setiap sudutnya seperti dibuat lingkaran kecil, yang menggambarkan malaikat agung, berjumlah lima termasuk di sambungan ditengah salib. Beberapa saat kemudian di tengah kami ada gambaran meja dan lilin kecil menyala. Suara yang terdengar agak lucu dan mengherankan :”Nek kowe rawuh sowan Gusti, kuwi sing asring diarani wong edan.” Dalam penangkapan kami, ya memang begitulah karena sering dianggap aneh, tidak seperti manusia pada umumnya. Sampai ada buku “Orang gila dari Nazaret” yang ditulis seorang pastor. Beberapa saat kemudian pak Pudjono memberi tahu kepada kami semua yang bersembilan ini, untuk menerima “Komuni Surgawi.” Kami antri seperti sedang menerima komuni suci dari yang kudus sendiri. (bapak ibu Sumeri, suster Kus, pak Pudjono, bu Erna, bu Sri Yohanes, bu Cucun dan aku beserta istri) Kemudian ada suara :”Tulisen jenengmu dhewe dhewe, sing padha nampa komuni.” Sewaktu pas giliranku menulis nama, ada suara agar aku sekalian menerima sesuatu. Suara yang terdengar :”Iki ticketmu padha tampanana.” Semuanya antri sekali lagi untuk menerima ticket. Pas giliran bu Cucun, dia menerima dua ticket untuk dia pribadi dan almarhum suaminya. Demikian juga untuk pak Pudjono, menerima dua ticket, yang satu untuk almarhum ibunya. Bu Sumeri bercerita bahwa ada suatu getaran sewaktu menerima ticket. Pak Pudjono berkata bahwa ticketnya ibu Sumeri masih berwarna hijau, padahal yang lainnya berwarna putih. Setelah acara komuni dan pemberian karcis, suara yang terdengar :”Wis cukup; lilinne tak patenane ya.” Kami menangkap bahwa acara doa sudah selesai dan kami pindah tempat, karena halaman tersebut akan dibersihkan oleh tukang kebun. Kami mengobrol panjang lebar sampai tengah hari, salah satunya adalah tentang hari Sabtu Legi yang harus dimaknai secara khusus. Aku mengatakan misalnya bahwa Sabtu itu berarti Sabda Tuhan. Legi yang kata lainnya adalah manis bisa dimaknai sebagai “dileg ben maregi”. Mengenyam sabda Tuhan, ditelan agar menjadi kenyang. Kemudian kami pamit kepada para suster maupun ibu ibu yang menemani kami, melanjutkan perjalanan pulang. Terima kasih Tuhan, akan semua peristiwa komunikasi rohani yang kami alami bersama.

Kamis, 26 Juli 2012

dari Wangon sampai Sendangsono

PENGALAMAN ROHANI BEBERAPA TEMAN DI BULAN JULI 2012 20 Juli 2012 Pkl. 06.20, Kami pak Rusdi, pak Supriyanto, romo Totok, pak Yohanes Mare, serta saya-Sumeri berangkat ziarah menuju Gua Maria Sendang Beji – Wangon. Selain kami juga berangkat dengan tujuan yang sama antara lain pak Yohanes Budi P, pak Suharto serta pak Suroto memakai kendaraan tersendiri. Sebelum sampai di Wangon, kami berhenti di Ciamis untuk pemberkatan rumah anak saya Gerry, namun tidak jadi. Perjalanan dilanjutkan ke Langen – Banjar, untuk mengikuti misa di kapel Langen pukul 12.00. Selesei misa kami singgah ke tempat keluarga pak Suharto, bersilahturami sekalian makan siang yang telah dipersiapkan oleh keluarga tersebut, Terimakasih atas kebaikan ini, semoga berkat Tuhan Yesus selalu melimpah di keluarga ini, Amiiin. Sebelum makan siang, saya mengontek kembali pak Pujono agar dapat berangkat ke Wangon, mengingat sebelumnya belio sampaikan baik melalui telepon maupun SMS tidak dapat hadir karena sakit perut. Puji Tuhan, belio siap untuk pergi walaupun kurang sehat. Sekitar pkl. 14.30, Kami berangkat ke Wangon, dengan tambahan pengikut pak Kuat – saudara pak Harto dari stasi Langen. Pkl. 17.00, kami sampe di Susteran Wangon dan disambut oleh saudara-saudari stasi Wangon dengan sukacita, “trimakasih sadaraku stasi Wangon, semoga kasih Tuhan selalu menyertai kita, Amin ” Sementara kami bersilahturami, pak Harto dan beberapa kawan jemput pak Pujono di perempatan Buntu, mereka tiba di Wangun pkl. 19.00 Acara di susteran berjalan bagaikan air yang mengalir, sehingga menambah keakraban kami walaupun kami baru berjumpa satu sama lainnya. Selain rombongan kami dari Bandung, juga datang dari keluarga Jakarta serta keluarga disekitar luar Wangon, kami tidak sempat mengetahui lebih detil mengingat waktunya. Setelah makan malam yang telah disiapkan ibu-ibu stasi wangon dengan nasi bungkusnya yang sungguh nikmat dan praktis, kami bersama-sama pergi ke Gua Maria yang lokasinya dekat sekali dengan susteran. Pkl. 20.15, kami berdoa masing-masing dipelataran Gua Maria, yang hadir saat itu cukup banyak sekitar 50 orang termasuk anak-anak dan remaja. Pada saat kami berdoa, pak Pujono melihat # lilin paskah, selanjutnya wanita pake jubah putih ber-syal segi empat serta memakai mahkota, # (Suster Kus melihat seorang putri bebaju putih dan bermahkota - sama dengan yang dilihat pak Pujono) suara terdengar “ aku sembahen disik”, “ wis mundura.” (= aku sembahen dulu, sudah mundurlah,) namaku Dewi Kitri) Lalu duduk bersila “Jenengku Dewi Kitri. isaku mung pepulih, amargo Bunda durung rawuh” (namaku Dewi Kitri, bisaku hanya …………………. , karena Bunda belum dating) Penglihatan selanjutnya antara lain: - white board yang belum ada tulisannya ,suara terdengar "isinen tulisen jenengmu ." (= tulislah namamu) kemudian white board tak terlihat lagi. - Bunda rawuh, Suara yg terdengar "Aturno disik panyuwunmu" (= Sampaikan permohonanmu) kami semua berdoa menyampaikan ujub masing-masing, kemudian bunda menjawab "Yo wis tak cukupi, di syukuri" (= ya sudah tak cukupi, di syukuri) Suster Kus terdengar suara "panyuwunmu sing mantep" (= permohonanmu yang mantap) suara berikutnya terdengar " Iki mung ana lilin kecil, sedoten" (= Ini ada lilin kecil, sedoten) - kami semua yang hadir menyedotnya secara rohani. - Bunda melemparkan lilin ke arah belakang dan diterima oleh seorang ibu yang hadir memake jaket hitam - . Lilin merupakan lambang padang bagi yang mendapatkannya. Suara bunda " Saiki aku mau maju, coba delengen, aku wis cedak enggal ngomongngo”. (= sekarang aku ke depan, coba dilihat!, aku sudah dekat bicaralah!) - Yang hadir menyampaikan ujubnya satu persatu dan langsung dijawab oleh bunda melalui pak Pujono. Hal ini tidak kami tulis karena merupakan privasi bagi yang hadir. - Trlihat oleh pak Pujono serta suster Kus, kemaluan laki-laki , terdengar suara “sedoten kanggo sing durung duwe keturunan” (= sedotlah, buat yang belum punya keturunan) - tape sepotong, kami bertanya buat apa tape tersebut?? Jawaban “Di anggo ngresiki sing keno setan.” (= buat membersihkan yang kemasukan setan) - Kipas, seperti ngipasi sate, suara terdengar "sabaro ndisik, oncek ana” (= sabarlah dulu, kupas dulu maknanya) selanjutnya terdengar “orang sakit sing nyembuhne sang yang Romo lantaran sang yang putro kang manjalmo” (= Orang sakit itu yang menyembuhkan Allah Bapa, perantaraan putra-Nya) - Bulan di arah barat, - kami bertanya - tanya mengapa bunda hadir selalu dari arwah barat ?? - Tulisan # Good on litle …………………….. ( suster Kus: meskipun kecil Tuhan selalu ada dalam kehidupanmu) suster Kus melihat tulisan # mery is your mother goo on slowly# - Terlihat ada orang besar hitam berkalung salip warna hitam kemudian salib tersebut berubah menjadi kuning - ( Seorang anak gadis 12 -13thn melihat Hati Kudus Tuhan yesus , suster Kus , melihat di dada orang meneteskan darah ) suara terdengar “ Gusti manungalo kalian kito sedoyo” (= Tuhan beserta kita sekalian). Pak Pujono, suster dan anak tersebut melihat Tuhan Yesus tersalib dengan lutut tertekuk, ada tulisan # ………. ND.# terdengar suara “tegese Roh Allah wis kumpul karo Gusti Yesus” (pada saat disalibkan Roh Allah menyatu dengan Tuhan Yesus - Roh Allah ada pada-Ku ). - Pincuk - lambang Rezeki , kemudian terlihat tongkat komando terdengar suara “berdirilah yang mau minta” ( ada 2 umat yang hadir berdiri , tongkat tersebut diberikan pak Kuat Dari Banjar . - Orang laki - laki ( mbah urip ) suara yang terdengar “aku diutus Gusti aku arep ngriski lingkungan kene (= Aku diutus Gusti Yesus, aku mau membersihkan lingkungan sini) - Terlihat mbah Urip mengelilingi sekitar Greja dan Gua Maria dengan arah berlawanan arah jarum jam - Suster Kus, melihat Cahaya terang dari sebelah barat kemudian berpindah keatas tepat diatas kami berkumpul, selanjutnya cahaya berubah seperi selendang kuning kemudian berubah lagi terurai menjadi selendang yang banyak seperti hiasan panggung kesenian - Romo Toto : selendang itu memberikan gandulan bagi keselamatan kita Suara yang terdengar “podo ngadego kabeh nyekelo” (ayo semua berdiri, peganglah!) - kami semua berdiri dan memegang selendang tersebut secara Rohani . suara yang terdengar “kabeh wus tak angkat” (= semua sudah terangkat) - Pa Pujono dan Suster melihat Kemah Allah yang digambarkan seperti kotak segi empat beratap Dom ( batok mengkurep ) dengan subuah pintu yang gelap ( satu jalan yang gelap) suara yang terdengar “tanpa penjaga” . “ sing jogo durung ono sebabe durung ono sing dipangil Gusti’ (= yang jaga belum ada, karena belum ada yang dipanggil Gusti) – Kemah Allah, pengertian kami merupakan suatu tempat berkumpulnya para orang suci, atu dengan kata lain Kemah Allah = Sorga. - white board besar berkaki disebelah kiri gua. suara terdengar “jenengmu tulisen eneng kono “ (= tulislah namamu disitu) - kami semua menulis nama masing - masing yang hadir , terdengar suara “wis kabeh mlebu neng kono “. (= sudah semuanya masuk disitu) - kemudian terdengar suara “tulisen jenenge sing mbok arep di slamet ake …………” (= Tulislah nama yang akan kamu selamatkan) - kami semua menulis nama orang yang mau diselamatkan .suara terdengar “ Dalan padang wis ono gari nggonmu kupokoro ben …… katenger karo sang yang Romo , minimum dosane diampuni” (Jalan terang sudah ada, tinggal kamu ……… biar …………… terlihat oleh Allah Bapa, minimum dosanya diampuni) - Ada orang laki-laki, badannya kurus tak berbaju, Suara yg terdengar “Aku sing dadi tetunggulmu , aku kan bakal ngaturake, Aku kan mimpin kowe besok , Tutwuri neng mburiku tak aturke ……… intine - isine slamet / munggah” (= Aku yang menjadi patokanmu, aku akan menghantarkan, aku yang memimpin kamu besok, Tutwuri dibelakangku tak hantarkan ……. Intinya selamat/ naik”) - Salib disenderkan di pintu kiri gua – tidak ada kelanjutannya - Terlihat sukmanya Romo Budi …………. , belio duduk terpisah dan lebih tinggi dengan kami, mengapa demikian?? Romo adalah gembala dan kami umatnya. Suara terdengar “Gusti ndurung rawuh, aku piket” (= Gusti Yesus belum dating, aku piket/jaga) - Terlihat simbul mata, selanjutnya terlihat kendi yang berisi, suara terdengar “minta suster Kus berdoa” – suster Kus berdoa untuk kehadiran Tuhan Yesus - Terlihat Lilin besar belum menyala, yang hadir diminta menyalakan. Terdengar suara “Rungokno percikan banyu” (=Dengarkanlah suara percikan air) suara berikutnya “jukukno banyu ndang tak berkati lan di ombe” (= ambil air, tak berkati, dan minumlah) - Kami yang hadir minum air yang telah diberkati secara rohani tersebut semuanya. - Terlihat ada Sapi – lambing bebakulan / kawan nyambut gawe (= kawan usaha-bisnis) suara terdengar “aku sedoten kanggo konco pangupo jiwa” (= aku sedoten buat kawan mencari nafkah) - Terlihat cincin besar, terdengar suara “ ya nek ora kanggo tak gantine” (= ya kalo tak diperlukan, aku ganti) - Terlihat # Cincin terpasang di jari telunjuk kanan. Suara terdengar “ iki unduhen kanggo wong sing kok suwunke kangge omah-omah) (= ambilah buat orang2 yang kamu mintakan untuk berumah-tangga) - pak Pujo menyedotnya dan menyebut nama2 yang mencari jodoh. - Terlihat #Anak Domba Allah# terdengar suara “ silahkan suster Kus untuk menceritakan Anak Domba Allah” - Suster Kus menyampaikan siapa Anak Domba Allah itu dan apa peran Dia bagi umatnya - Terlihat Romo membawa sibori, minta kami berdiri untuk menerima hosti, selanjutnya kami disuruh berdoa masing-masing. - Suster melihat #wajah Tuhan Yesus tersenyum, kemudian lenggah siniwoko (= duduk bersila dalam posisi siap mengajarkan firman) - Terlihat perempuan membopong anak kecil – suster Kus berdoa agar penampakan tersebut segera terwujut. Terdengar suara “wis bopongen gawanen mulih” (= boponglah dan bawa pulang kerumah) - saya menyedotnya untuk anak saya yng belum punya keturunan. Pak Pujono melihat perempuan tersebut menyerahkan anak ke saya. Trimakasih!!! - Penglihatan terakhir ada kendang Pkl. 00.30 tanggal 21 Juli 2012, komunikasi rohani kami tutup dengan doa, namun sebelum bubar kami- peziarah dari Bandung, Jakarta dan Jogja bersama suster Kus, serta beberapa warga stasi Wangon termasuk ibu Nining (ahli waris lahan tersebut) berdiskusi perihal rencana Paroki Purwokerta yang membawahi stasi Wangon, untuk merehap taman Gua Maria Sendang Beji yang saat ini kondisinya cukup memprihatinkan. 21 Juli 2012 Pkl 09.00 mengikuti Misa khusus di Gereja St.Paskhalis – Wangon, dipersembahkan oleh romo Totok Puji dari diosen Keuskupan Padang. Yang terlihat oleh pak Pujo, saat misa dimulai terlihat lambang Anak Domba Allah, berubah menjadi gambar 3 bulatan yang menyatu – lambang Tri Tunggal Maha Kudus serta terlihat sosok laki-laki sepertinya Simbah Kakung – pak Mardayat sesepuh Durpo yang telah meninggal pada Maret 2012. Pada saat pembacaan I yang dibacakan oleh seorang ibu memakai kaos putih/kombinasi merah, Lektor tersebut terlihat secara rohani, memakai ABBA serta tutup kepala/kerudung seperti yang biasa digunakan oleh para suster. Demikian juga romo yang sebelumnya memakai jubah hijau, pada saat bacaan I, terlihat duduk di sebelah kiri tarbenakel dengan memaki pakaian biasa / bukan pakai jubah hijau – sebagai pendengar firman. Pada saat bacaan Injil, terlihat romo berjubah hijau seperti saat saat awal misa serta muncul kembali bulatan – lambang Tri Tunggal Maha Kudus. Terlihat juga Romo didampingi anak kecil tanpa paki baju (telanjang bulat). Higga misa berakhir, tidak ada pesan dawuh dari yang kudus. Saya – Sumeri mewakili rombongan dari Bandung, Jakarta, Jogja serta Banjar mohon pamit untuk meneruskan perjalanan ke Ganjuran Trimakasih saudaraku warga stasi St. Paskalis – Wangon, semoga berkat Tuhan Yesus Kristus selalu beserta kita – Amiiin. Sejak misa selesei hingga pukul 12.00, sementara pak Pujono sibuk melayani umat baik yang warga Wangon serta luar wangon (Jakarta, Pekalongan, Banjar serta daerah lainnya) yang meminta bantuan / konsultasi perihal keluarga, kesehatan serta iman dengan yang kudus, dll). Kami bersilaturahmi dan mempersiapkan / berkemas untuk perjalanan selanjutnya. Setelah makan siang di susteran, kami dan beberapa umat yang masih berada di susteran berdoa di pimpin oleh suster Kus dan berkat oleh Romo Totok Puji. Kemudian mohon pamit, terimakasih Suster Kus! Pkl. 12.30, kami – pak Pujono, pak Priyanto, pak Yohanes Mare, pak Rusdi serta saya-Sumeri, berangkat ke GM Candi Ganjuran, sementara yang lainnya pak Yohanes BP, pak Suharto, pak Suroto dan pak Kiat, berangkat ke Banyumas untuk menjemput ibu mertua pak Suharto yang selanjutnya pulang ke Bandung telebih dahulu mampir ke Banjar. Pkl. 17.00 kami tiba di Ganjuran, setelah istirahat kami menuju Candi Ganjuran dan berdoa secara pribadi masing-masing. Yang terlihat: sekuntum mawar merah – lambang Bunda Maria, serta terlihat seorang berhidung mancung memakai baju keprabon dengan kuluk (kopyah bundar Kerajaan) suara yang terdengar “ Abraham Lincoln, aku diutus oleh Gusti untuk menjaga keamanan di Ganjuran.” Selanjutnya terlihat orang memakai gelang besar, beberapa buah cicin kawin yang tertancap di paku besar. Serta seorang ibu yang mengajari anak kecil berdiri. Sewaktu kami berdoa di dalam candi, yang terlihat pada masing2 pribadi al: - Pak Yohanes Mare – di beri gelang dan disuruh pakai. (gelang – lambang rejeki) - Pak Priyanto – garpu tanah / alat pertanian. - Saya-Sumeri – diberi spoon bedak untuk anak-anak. - Pak Pujo - ……………….. tampanen ndang gawanen mulih. Dalam obrolan saat perjalanan dari Wangon menuju Ganjuran, kami bersepakat untuk berkunjung dan kalo memungkinkan menginap di Padepokan Puri Brata yang diprakarsai oleh Romo Rochadi Widagdo Pr. Di Desa Kalimundu – Gadingharjo -Sanden, Bantul , Jogjakarta -55763, Tlp 0274-6915864. Website:www.puribratameditation.or.id E-mail: Info@ puribratameditation.or.id Romo Totok mengontek pak Cahyo 08157990679 – pengelola puri, belio dengan sukacita menerima kami. Pkl. 20.00, kami tiba di Puri Brata, setelah ngobrol kesana-kemari dengan pak Cahyo-pengelola puri, kami istirahat di salah satu kamar yang cukup besar lengkap dengan 10 tempat tidur, 2 kmr mandi, 2 WC serta beranda cukup luas bila ingin mengadakan sarasehan serta fasilatas yang lainnya. Malam itu, kami cukup capek mengingat perjalanan yang lumayan jauh ditambah malam sebelumnya kami sarasehan hingga pukul 12.45 bersama saudara-saudara kami di stasi Wangon sehingga kami sulit berkonsentrasi dan kami isi malam itu ngobrol-ngobrol ringan saja hingga pkl 12.30. 22 Juli 2012 Pkl 09.00, kami misa di salah satu padepokan yang dikhususkan sebagai kapel di Puri Brata, yang dipersemabahkan oleh Romo Totok, yang hadir saat itu kami ber-enam ditambah 2 orang staff Puri Brata. Saat akan memulai misa terlihat Santo Petrus dengan tongkatnya di cantolkan di pundak kiri serta jubahnya yang acak-acakan. (mungkin hal ini mengingatkan romo Totok yang pake jubah tanpa pake ikatan tali …………………..) Terdengar suara “Aku tak mundur” terus terlihat misdinar membantu romo. Pada saat konsekrasi, terlihat Santo Petrus memakai jubah yang model jubahnya tidak seperti yang ada di Indonesia – mungkin model kedaerahan dengan warna hijau. Sedangkan romo Totok terlihat secara rohani di dadanya ada bulatan seperti simbol Tri Tunggal Maha Kudus dan ditengah-tengahnya ada salib serta terlihat sinar terang diatasnya yang menyelubungi romo Totok. Suara yang terdengar “Puri ini Puri Puspasari” simbulnya seperti lambang Adidas – peralatan olah-raga. Penglihatan selanjutnya #Anak Domba Allah dan terlihat hosti besar yang masih utuh serta gulungan firman yang digulung# – pewartaan / misa sudah selesei. Amiin. Nama dan lambang puri ini saya sampaikan ke mas Cahyo – pengelola Puri. Lambang Adidas 3 helai daun/bunga teratai, bila dihubungkan dengan konsep awal pembangunan puri ini, sangat tepat, yakni 1. Nuansa Manusia dengan manusia, 2. Nuansa Manusia dengan alamnya, 3. Nuansa Manusia dengan Sang Penciptanya. Selesi misa, kami sarapan pagi, dalam obrolan pak Priyanto mengusulkan mampir ke Sendangsono, terakhir belio ke Sendangsono tahun 1968, jadi sekalian bernostalgia, kami bersepakat ke Sendangsono karena rencana perjalanan kami hari ini ke rumah pak Pujono di Sewon –Bantul, terus ke rumah romo Totok di Muntilan, jadi memang searah. Pkl. 10.30, Kami pak Pujono, pak Yohanes Mare, pak Priyanto, pak Rusdi, romo Totok serta saya-Sumeri – pamitan sama pengelola puri – mas Cahyo bersama staffnya, selanjutnya menuju ke rumah pak Pujono. Dalam obrolan santai di rumah pak Pujo, kamiminta pada yang kudus untuk lambang pribadi kami masing2. Lambang-lambang tersebut sengaja tidak kami tulis, biarlah mereka mencernakan sendiri lambang baginya. Pak Pujono mendengar suara “kowe ojo ngikuti senengmu dewe ……………………” – semula pak Pujono memang tidak ikut menyertai kami ke Sendangsono, hal ini disampaikan saat perjalan dari Puri Brata menuju rumahnya. Akhirnya Puji Tuhan pak Pujono menyertai kami dalam penziarahan selanjutnya. Sekitar pukul 11.00 kami berangkat ke Gua Maria Sendangsono, dalam perjalanan pak Pujo bertanya pada saya mumpung masih disini apa tidak mampir ke tempat ibu Etty Supriyono? - kawan saya sewaktu masih kerja di Dumai dahulu, dan kami bersepakat mampir dulu. Di rumah ibu Etty kami bertemu suaminya pak Supriyono serta 3 anak gadisnya dan 1 anak laki-laki keponakannya dari Dumai yang kuliah di Jogja. Kami disambut dengan sukacita oleh keluarga tersebut, setelah makan siang, kami berpamitan untuk melanjutkan perjalanan ke Sendangsono. Pkl. 15.00, Kami pak Pujono, pak Yohanes Mare, pak Priyanto, pak Rusdi, romo Totok serta saya-Sumeri, sampai di Gua Maria Sendangsono. Setelah berdoa bersama dengan ujub masing-masing, romo Totok, pak Rusdi serta pak Supriyanto meninggalkan kami bertiga saya-Sumeri, pak Pujono serta pak Yohanes Mare. Setelah kami merenung sebentar, pak Pujo melihat ada orang perempuan kurus pakai baju penari srimpi, penglihatan selanjutnya perempuan bawa gendong bakul sedang membakar lilin, tak lama kemudian menghilang, Kemudian terlihat pengaron/kwali berisi dawet lengkap dengan canting warnah merah beserta tumpukan gelas. Datang laki-laki pakai cawet-celana dalem serta pakai syal di lehernya. Laki2 tersebut memindahkan arah pegangan canting ke arah kami duduk agar kami dapat mengambilnya dengan mudah. Suara yang terdengar “Sing pada butuh nyinduka, banjur di ombe ora perlu di gowo mulih mendak kamanungsan” (= Yang memerlukan silah ambil, lalu diminum, jangan dibawa pulang, berkah hilang). Terlihat ciduknya sudah diambil – kami menyesal belum sempat mengambilnya, tapi kami percaya bahwa kami belum waktunya untuk menerimanya. Terlihat # didepan pinta gua, ada air mengalir / terjun yang sangat jernih, running tex # banyu kang mengalir iki banyu suci udinen, ora oleh kongkonan uwong, kudu mara ndewe# (= air yang mengalir ini air suci atau air kehidupan yang harus kamu cari sendiri,tidak boleh diwakilkan, harus datang sendiri) Bagaimana dengan nama-nama yang kami doakan??? suara yang terdengar “orang yang perlu harus datang, iki kangge kowe bae” (= orang yang perlu harus datang, ini buat kamu saja) Terlihat Gua, pintu masuk gua terlihat terang, ada running tex #Brigde wall Colorado / Bragde Cannon# …………………………………….. Kemudian terlihat: - Kotak kaleng berisi kerupuk, suara yang terdengar “persembahanmu mung segede kerupuk” (= persembahanmu baru sebesar kerupuk) - White board. “Jenengmu ora perlu di tulis, wis ana” (= namamu tak perlu ditulis, sudah ada) - Dalam penglihatan sebelumnya di GM Wangon, kami diminta untuk nama-nama kami di white board jadi memang tak perlu ditulis. - Ada orang turun dari kiri gua, sedang menyalakan lilin memakai korek api kayu. Suara terdengar “Sedoten, ambungen, banjur sedot ben masuk” (= Dihirup, dicium lalu di hisap biar masuk) - sinar terang lilin yang menyala ada dalam hati kami, Amin. Suara selanjutnya # Umbaren nanging ojo nganti muspro” (= bebaskan saja, tapi jangan sampe kehilangan maknanya). Untuk apa lilin tersebut??? , jawabannya “Buat tetulung! Ojo pilih-pilih, kanggo sopo bae sing teko” (= Buat menolong! Jangan pilih kasih, siapa saja yang datang minta pertolongan) Terdengar suara lagi “ Kamurkanmu ilangono, sifat kuwi sih ana neng atimu/awakmu mundak dedongamu/panyuwunmu gagal” (= Hilangkan kemarahanmu, sifat tersebut ada dihatimu yang dapat menggagalkan doa-doamu). Hal ini mengingatkan saya pribadi karena dari anggota keluarga saya akan saya tegur/marahin setelah saya pulang – Trimakasih Tuhan, dan saya berjanji tidak melaksanakan niat tersebut. “Lelungamu iki ono undak-undak ane” (= Ziarahmu ini ada nilai tambahnya), Kami bertanya berapa nilai tambahnya??? Jawabannya “ 2 digit, ya dianggep sing lunga pada” (= 2 digit, dianggap sama nilai bagi pergi) - Terlihat ada anak laki2 balita telanjang, “balita iki nggoleki kowe tanpanen” (= balita ini mencarimu, terimalah!) – anak tersebut saya sedot, terdengar suara “wis ben ngamplok” (= sudah! Biar terikut!) - Terlihat makam cina yang ada salibnya. Kami berdoa bersama (pak Yohanes Mare, pak Pujono dan saya- Sumeri) untuk keselamatan jiwa keluarga pak Yohanes Mare yang bernama bapak Suryanto Wijaya, ibu Ho Yu Sie dan adiknya Eva Ratna yang telah meninggal. Terlihat seorang ibu, diikuti laki-laki dibelakangnya ada perempuan lari/berjalan naik keatas. Terdengar suara “ Ayo pak! Di tunggu ana kene “ (= ayo pak! Ditunggu disini). Terlihat orang laki-laki, suara terdengar “ sing kawogran papan kamulyan durung rawuh, entennono aku tak tok-tok, tak ketuk pintu” ( = Yang berwenang dalam kemah Allah / sorga belum datang, tunggulah saya mau mengetuk pintu dulu) - Kondisi ini mengingatkan kami kembali pada saat mendapat pangeram-eram di gereja Sukoharjo-Jateng (lih. Komunikasi Rohani tgl 3 Maret 2009) kami percaya bahwa ketiga jiwa orang yang kami doakan tersebut berada di tempat penantian menunggu di jemput oleh Tuhan Yesus. Puji Tuhan ! - Terlihat bola dunia, dengan gambar/peta yang ditonjolkan Amerika Selatan. Terlihat running tex # berdoalah kanggo Amerika Selatan ben akeh romo# (= berdoalah bagi Amerika Selatan, biar banyak orang menjadi romo/pastor). – kami bertiga berdoa untuk maksud tersebut. - Terlihat lilin masih menyala, kami bertanya apakah Gua Maria ini masih penuh berkah serta sering dikunjungi Bunda??/ Jawaban-Nya “ Yen Gua Maria iki diresiki, yo balik kaya ngono. Diresiki atine wong kanan kirine. Pada ngambang kurang sujud” (= kalo GM ini dibersihkan secara rohani, ya akan kembali penuh berkat seperti dahulu. Dibersihkan hati/pikirannya orang yang berda di kanan-kiri GM. Mereka kurang percaya). Kami bertanya apa perlu hal ini disampaikan??? Jawaban-Nya “ora usah, kowe mung golek ……………. Kowe mung moro/ nyenyuwun, lakumu bener” (= tidak usah! Kamu hanya mencari ………….. kamu hanya datang menyampaikan permohonan/ doa, Jalanmu sudah benar) - Pada saat kami berkomunikasi rohani, ada peziarah tiga orang, mereka duduk berdoa dibawah pohon di depan patung Bunda. Secara rohani terlihat # digelarkan tikar untuk mereka bertiga oleh penjual dawet yang sama seperti sebelumnya # suara yang terdengar “kabeh diparingi di kon ngombe” (= semua diberi dan disuruh minum) - Terlihat #Anak Domba Allah dengan posisi berdiri menyambutnya dengan agresif# lambang ini diperuntukan bagi tiga orang tersebut juga bagi yang baru datang. Kami heran kenapa kok tidak kami disambut seperti itu? Jawaban-Nya “ Kocekmu sih akeh” (= duitmu banyak). Setelah itu terlihat #mistar/penggaris ukuran 30 cm #. terdengar suara “ iki ukurane mung samene, kowe ojo meri” (= Ukurannya hanya segitu, kamu jangan iri) Komunikasi rohani kami bersama yang kudus di GM Sendangsono, selain dawuh-dawuh yang kami tulis diatas juga ada dawuh tentang bahan-bahan alami yang dapat dijadikan obat kesehatan. Sekitar pukul 17.30, kami akiri dengan doa penutup, kami selanjutnya menuju rumah romo Totok dan sekitar pkl 18.00 kami tiba dirumahnya, setelah bersilahturami makan malam kami berpamitan , diantar oleh romo Totok sampe di jalan besar. Terimakasih Romo Totok !!!, Semoga Rahmat Tuhan bersamamu” Kami menuju airport, mengantar pak Yohanes Mare untuk pulang ke jakarta, selanjutnya mengantar pak Pujono ke rumahnya. Sekitar pkl 19.00, kami pak Rusdi, pak Priyanto serta saya-Sumeri berangkat pulang ke Bandung, sampe diBandung sekitar pkl 04.00 tanggal 23 Juli 2012. Terimakasih Tuhan Yesus atas penyertaan-Mu dalam ziarah kami ini, semoga apa yang kami peroleh dari-Mu ini dapat berguna bagi sesama. Amiiin!!!

Sabtu, 23 Juni 2012

PENGALAMAN DI GUA MARIA WANGON

22 Juni 2012 Gua Maria Wangon Pkl. 10.50, kami (pak Yohanes, mas Sugeng, pak Darmono, pak Pujono serta saya – Sumeri) tiba di Gua Maria Sendang Beji. Lokasi gua berada di belakang Gereja St Paskalis, jalan Raya Selatan , Ranjingan, Kelapa Gading Kulon – Wangon. 53176. Tlp. 0281 7620100 Beberapa saat di depan Gua Maria Sendang Beji, terlihat oleh pak Pujo seekor bulus (bulus -ibu kang mulus, sebutan yang sudah kami kenal untuk bunda Maria) serta terdengar suara Ambles Ambekso. Kami bertanya apa maknanya? Terdengar jawaban “ Ambekso ambles sak jeroning ati” Kami bertanya nama gua ini, bunda menjawab “ gua Tandhes, kang ateges nganti ngecap, mlebu ing sak jerone ati, melekat dalam dan berbekas.” Juga terdengar suara “Dora donya sembada. Iki ngemu teges – ngicalake pepenginan kadonyan utawa kamanungsan, papan kanggo resik dhiri. Ono kene palerenan, palenggahan Sang Hyang Putro, ono dino Setu Legi. Yen arep sowan Setu Legi wae. “ Kami bertanya sowan kanggo panyuwunan atau bersih diri?, Bunda menjawab “karo-karone kanggo, sing arep kok dongakne sebutno sing jelas, ojo ragu-ragu ilangono lingsem. Dangunen dununge rogo, banjur bangunen dununge panyuwunan, utowo blegering panyuwunan, mengko bakal ngedhap-ngedhapi.” Kami bertanya apakah yang harus kami lakukan. Jawaban Bunda “ Saranane gampang, dino Setu Legi biso sowan, biso awan biso bengi.” Kami bertanya, disini khususnya untuk apa? Jawabannya “ khabeh panyuwunan aturno, ora perlu di prenco-prenco.” (maksudnya doa untuk si A si B si C dan seterusnya, yang tidak perlu dijelaskan satu persatu, karena Tuhan sudah tahu) Bagaimana dengan kedatangan kami yang sudah lewat dari hari Sabtu Legi? Jawaban dari bunda “ Coba balenana maneh panyuwunmu mau”. (kami masing2 mengulangi doa yang telah kami sampaikan pada saat kami tiba). Kami memohon pada Bunda untuk diberikan kenang-kenangan, terlihat bunda memberikan kami masing-masing sebuah lilin kecil serta terdengar suara “ Aku paring bebungah (gift) lilin kecil, kanggo madhangi”. Dan kami diminta untuk menerimanya secara simbolis, karena tidak kelihatan. Kami bertanya, sebelum melihat bulus, ada suara yang terdengar “Gua Sudheten” ; apakah yang dimaksud? Jawaban Bunda “Pinangkamu, aturmu, panggayuhmu adepno, ajokno. Durung-durung wis akeh panyuwune! Jajalen netes apa ora???” Kami bertanya, untuk terkabulnya permohonan kami, silih apa yang harus kami penuhi?? Jawaban Bunda “Ikhlasno panyuwunmu marang Bunda, gemblengno. antepno atimu, ojo ngenyek nggonne!!! Kanggo sing kok suwunke ono wewalere – bocah wedok ora oleh ngrokok!” Selanjutnya kami bertanya kalo perempuan minum bir? Jawabannya “ Minum bir bebarengan keno, nanging yen dhewe kuwi jenenge ngujo hawa napsu, ora apik, gagasen dewe!!!” Pak Darmono bertanya kalo saya merokok klecas-klecus bagaimana Bunda? Jawabannya “ ....... ananging yen kowe nyenyuwun dhewe yo lerenno” Wewarah Bunda “ Dununge Gusti soko Roh, lajeng rawuh wonten papan palenggahan mriki, ingkang dipun wastani Putro ingkang mijil wonten palenggahan kasunyatan. Gampangane Gusti tedhak, rawuh ono kene. Ning ojo nyebut dahnyang kene, mengko ndhak tegese mleset” Apa bedanya kalau kami berdoa di rumah Gusti rawuh dengan berdoa disini??? Jawabannya “ Minimal wus mbok niati, dadi saumpamane Gusti ora rawuh, tedhak wonten dinten Setu legi, kudu di enteni, ditunggu, ojo nganti kesingse.” (kita disuruh menunggu sampe Gusti rawuh, jangan meninggalkannya). Sesaat kemudian Bunda Maria berkata “ Suster-suster nunggu kowe, aku ora ngerti apa sing arep diomongake, padha munggaho, sowanno. Bunda arep mlebet, manjing, wus tinggalen dhisik. Wis cukup aku wis ngerti panjalukmu, padha majuo aku ciumen!.” (kami maju dan mencium lantai kaki Bunda,) Trimakasih Bunda! Engkau berkenan menemui kami yang rindu akan kehadiran Bunda. Pkl. 11.45 kami meninggalkan Gua Maria, menuju susteran yang berjarak sekitar 10 meter dari Gua, dan bertemu dengan suster Kus dan suter Marta, yang menanyakan identitas kami serta keperluan kami datang di Gua Maria Sendang Beji ini. Dalam obrolan santai kami bersama para suster ngobrol perihal hasil komunikasi rohani di gua ini serta sepenggal pengalaman komunikasi rohani yang kami dapatkan. Para suster menanggapinya dengan antusias dan suka cita!. Kami berjanji akan memberikan hasil komunikasi rohani kami dari awal komunitas Durpo sampai saat ini dalam bentuk hardcopy. Pkl. 12.20, di tengah obrolan, pak Pujono melihat Bunda Maria hadir di susteran lalu pak Pujono berlutut menyembahnya. Pak Pujo meminta suster Kus berkonsentrasi untuk melihat bunda, ternyata suster Kus dapat melihatnya dan berkomunikasi dengan bunda dibantu oleh pak Pujono. Suster bersukacita ! sampe keluar air mata sukacitanya!!! Trimakasih Bunda!!! Bunda bertanya “ saiki aturno panyuwunmu.” Setelah pak Darmono berdoa untuk Suster dan perkembangan umat di stasi ini, bunda berpamitan meninggalkan kami. Setelah bunda meninggalkan kami, terlihat Kubah Allah, suster Kus juga melihatnya. namun tidak ada komunikasi selanjutnya Sekitar pukul 13.00, kami mohon pamit untuk meneruskan perjalanan kami. Sebelum kami bubar, kami tutup dengan doa bersama dipimpin oleh pak Darmono, Terimakasih Suster, Tuhan memberkati!!! Amin !!

Sabtu, 11 Februari 2012

7 Pebruari 2012

Pada hari Selasa malam, aku dan pak Sumeri ke rumah pak Pudjono yang sedang sendirian. Biasa ngobrol kesana kemari dan berniat ingin mengunjungi kembali gua Maria di gereja Cibadak.

Berkisar jam 20.40 pak Pudjono melihat tiga bola bunda transparant yang ukurannya sama, beberapa saat kemudian terlihat simbul seperti microscope panjang di atas meja. Suara yang terdengar :"Teropongen bapakmu dhewe-dhewe, saiki neng endi?" Kami agak bingung karena para beliau ini sudah meninggal, dan selalu kami doakan agar diterima disisinya.

Kemudian terdengar suara lagi :"Syukur Alhamdulillah, kabeh padha slamet."
Kami bertiga merasa gembira, bahagia dan mengucap syukur dan terima kasih. Kami bagaikan saling bersalaman mengungkapkan kegembiraan yang tidak bisa dilukiskan.

Beberapa saat kemudian pak Pudjono melihat simbul teplok, namun ada suara yang mengingatkan :"Ora susah dipikir, ngomong liyane wae."

Berkisar jam 22.00 terlihat seperti pagelaran wayang kulit, berisi para Pandawa, punakawan dan satria bambangan.Kemudia simbul berubah sepertinya gambar peta pulau-pulau di Indonesia. Setelah itu terlihat kendang besar. Kami tidak atau belum tahu makna dari gambaran tersebut.

Sewaktu kami bertanya tentang kegiatan untuk tanggal 3 Maret 2012, jawaban yang terdengar :"Adhem ayem ora ana apa apa; jegeg wae. Dijarke wae, ora perlu koq ulang-ulang."

Senin, 06 Februari 2012

6 Pebruari 2012

6 Pebruari 2012

Padi hari Senin pagi kami berdelapan berangkat ke Sukabumi, ingin berziarah ke gua Maria yang berada di paroki santo Fransiskus dari Assisi, Cibadak Sukabumi. Aku, pak Mardayat, pak Sumeri, pak Pudjono, pak Abraham, pak Yohanes BP, pak Sumadi dan mas Agus Budianto yang nyopir.

Setelah sampai ke tujuan, kami istirahat sejenak dan ngobrol dengan mas Suhadi, koster di gereja Cibadak. Romo Wahyu sedang di Jakarta karena sesuatu hal. Kemudian kami berdoa mengucap syukur di depan patung santo Fransiskus Assisi. Dari sana dilanjutkan dengan jalan salib yang dipimpin oleh pak Sumeri. Sewaktu aku mencoba photo digital pada pemberhentian pertama, aku cukup kaget karena yang terlihat di layar kamera sepertinya wajah Tuhan Yesus yang sengsara. Begitu aku klik, wajah tersebut hilang, dan yang terekam tetap gambar pemberhentian pertama.

Pak Mardayat merasakan merinding, bulu roma berdiri sewaktu di pemberhentian ketiga dan empat. Pak Pudjono sendiri malah tidak merasakan apa-apa. Sampai selesai jalan salib, tidak ada apa apa dan sepertinya sepi sepi saja. Hanya ada satu hal bahwa terasa ada hujan di sekitar, namun kami semua hampir tidak merasakan jatuhnya air hujan. Ternyata hampir semua daerah Cibadak dan Sukabumi memang hujan, walau tidak lebat.

Pada jam 18.00 sore pak Pudjono dan pak Sumeri sudah berada di depan patung Bunda Maria untuk berdoa, kemudian aku menyusul berdoa rosario. Terlihat juga pak Abraham maupun pak Yohanes datang berdoa. Teman-teman yang lain sedang ngobrol dengan tuan rumah, beberapa pengurus DPP dari paroki Cibadak. Memang situasi pada saat itu rasanya cukup sulit untuk berkumpul bersama dalam doa.

Sewaktu aku menyusul berdoa rosario, pak Pudjono mengatakan bahwa ada terlihat simbul selendang kecil-kecil yang diarahkan ke pak Sumeri, pak Pudjono, ke aku, ke pak Abraham maupun pak Yohanes. Kemudian terlihat simbul bulus berwarna hitam yang secara pelan pelan berubah warna menjadi kuning. Suara yang terdengar mengatakan bahwa gua ini boleh disebut sebagai :”Guwo Margo Utomo”

Bebarapa saat kemudian pak Pudjono melihat ada simbul bola putih tiga dan tulisan :”GOD.” Suara yang terdengar :”Telu-telune genep atunggal, dadi siji.”

Kemudian yang tinggal di gua hanya aku dan pak Pudjono. Setelah selesai doa semua, pak Pudjono berkata bahwa terlihat satu lilin kecil menyala dan suara :”Cadhongen mumpung wong loro, banjur gawanen munggah. ….. Wis mundura, tinimbang kowe ora tenang.” Kami berdoa mencoba menerima lilin menyala tersebut.

Kemudian kami semua berkumpul bersama dengan beberapa pengurus paroki dan ngobrol kesana kemari. Beberapa saat kemudian pak Sumeri dan pak Pudjono kembali ke gua untuk berdoa. Yang dilihat mereka berdua adalah :
 simbul seperti balon berjumlah tiga, kemudian simbul salib
 simbul ada pintu kecil, yang kiri kanannya tembok batu. Ditengah-tengahnya terlihat terang dan seutas tali yang menggelantung
 Simbul salib yang terlihat kembali
 Batok kelapa separo yang tengkurab namun ditengahnya seperti ada kuncir ke atas.
 Tuhan Yesus sepertinya sedang berada jauh di sebelah barat.

Karena teman lain sudah ingin pulang malam itu, maka kami bertiga menutup dengan doa di depan patung Bunda Maria. Mengucap syukur dan terima kasih sekalian mohon pamit.
Berkisar jam 01.30 kami sudah tiba I Bandung kembali.

2 Pebruari 2012

2 Pebruari 2012

Kamis malam hari aku, pak Mardayat, pak Sumadi, pak Pudjono, pak Abraham, pak Siahaan, bpk ibu Yohanes Asngadi berkumpul di rumah pak Sumeri. Kemudian datang lagi mas Sugeng, mas Hartono dan mas Agus Budianto. Biasa, ngobrol bersama dengan dimulai makan malam bersama.

Pada jam 22.30 aku mengajak berdoa bersama sebagai pembuka. pak Pudjono melihat ada bola bundar keputihan yang transparan. Suara yang terdengar maupun running text :”GOD visit.”

Kemudian terlihat kursi masih kosong yang disusul sinar seperti kunang kunang di atas kursi. Suara yang terdengar :”Gusti manunggala.” Dan kami jawab:”Kaliyan kawula sadaya.”

Sepertinya terlihat dasi dan suara :”Padha mundhuka lan caos atur marang Gusti.”
Sesaat kemudian terlihat lilin menyala yang terbungkus warna kuning dan ada huruf “X”. Suara yang terdengar :”Gusti Yesus rawuh arupi terang.”

Sesaat cukup sepi dan kami menunggu, yang akhirnya kami malah mencoba bertanya dan ada jawaban atau simbul gambaran.
 Simbol sabda yang terlihat buku Alkitab besar berwarna hitam
 Simbol roti dan atau anggur yang terlihat sibori
 Simbul Tuhan sebagai gembala yang terlihat Tuhan Yesus merentangkan tangan
 Simbul sebagai penyembuh, yang terdengar :”Yen obat, sing ketok ya gambar obat utawi jampi.”

Sesaat kemudian terlihat seperti seseorang yang memakai seragam pakaian yg terlihat kaku atau keras di sekitar pundak dan berselempang dan simbul roti kecil seperti hosti. Suara yang terdengar :”Padha meleta, hostine tak templekne.” Yang terlihat, kami semua diberi hosti dan seseorang tersebut masih berkeliling membagikan hosti kepada orang lain yang cukup banyak.

Kemudian terdengar suara : “Janjiku janjimu siji, … janjiku janjimu siji, ndherek Gusti.”

Setelah itu, sepertinya terlihat kertas nota yang bisa disobek dan pensil, yang diikuti suara :”Tulisen jenenge uwong sing arep kok dongakake.” Semua berdoa dalam hati masing-masing secara berurutan, namun pak Asngadi, aku dan pak Pudjono malah tidak kebagian menyampaikan doa. Dan suara yang terdengar :”Wis cukup, dongane wis tak tampa kabeh.”

Beberapa saat kemudian yang terlihat peniti berpita merah. Suara yang terdengar kurang lebih :”Mesthine sing dadi panitia bu Yohanes (perempuan sendiri). Gunane kanggo mbukak pawicara, babagan karahayon Dalem, pepadhang. Arahe pesan singkat wae.” Kemudian bu Yohanes Asngadi berbicara singkat :”Aja sok ngapusi uwong.”
Pak Pudjono seperti mendengar suara, agar bu Yohanes menyampaikan :”Bisikana pak Hartono gen muni.”
Ternyata sudah lewat tengah malam dan pak Hartono menyampaikan bahwa karena kesehatannya, maka akan mendahului nyuwun pamit lebih dahulu. Maka kami bersepakat untuk pamit sekalian bersama, yang ditutup dengan doa. Kami bersepakat bahwa hari Senin ingin berziarah ke gua Maria di Cibadak Sukabumi.

1 Pebruari 2012

1 Pebruari 2012

Rabu sore itu ada sembahyangan memperingati seribu hari meninggalnya pak J.B.Saan. Kebetulan seluruh keluarga besar ibu Saan bisa berkumpul bersama. Aku sendiri datang agak terlambat karena mengira akan dimulai pada jam 19.00. Renungan diisi oleh pak Mardayat, malah terdengar beliau terisak dan merasakan bahwa roh pak Saan sepertinya sedang berada di kamar, malah tiduran. Pak Pudjono juga datang terlambat dan memang melihat pak Saan tidak mau keluar dari kamar, walau kami undang untuk “ngobrol”

Pulangnya aku mengantarkan pak Pudjono dan disusul oleh pak Sumeri, sehingga kami ngobrol bertiga. Karena sudah menjadi kebiasaan, pak Sumeri berdoa Rosario sendiri dan di depannya terlihat seperti botol minyak wangi atau zaitun yang tutupnya ada lubang meruncing.

Kemudian pak Pudjono melihat tulisan running text, yang kurang lebih bertuliskan:

“Holiday most current vertical life”
“Great on manual bombar…. home life venture complete”
“Home life …….. home life.. bagimu..”

Setelah itu terlihat seperti kepala seorang laki-laki yang telinganya njepiping, agak lebih lebar dari biasanya. Pelan pelan terlihat seluruh badannya dan seperti duduk lenggah siniwoko, namun kemudian pergi begitu saja.. Malahan kemudian yang terlihat seperti petromax menyala namun mendadak padam. Di depan pak Sumeri yang masih berdoa Rosario terlihat anglo, kemudian kunang kunang.

Kemudian bapak bapak yang tadi sepertinya kembali lagi, dan terlihat kurus, duduk bersila dan kedua tangannya lurus ke depan diatas tempurung lutut. Dia sama sekali tidak berbicara. Dalam bayanganku yang terpikir malah pak Saan yang baru saja didoakan. Beberapa saat dia berdiri dan sepertinya malah menempelkan sesuatu seperti wing penghargaan ke dadaku, ke dada pak Pudjono dan ke pak Sumeri. Kami tanya tetap diam saja, malah sepertinya dia menciumi atau malah mendekati membaui kami satu persatu kemudian pergi dan hilang.

Kami ngobrol tentang yang datang tersebut, mengapa memberi wing dan kemudian menciumi kami. Jangan jangan pak Saan, kalau melihat postur tubuhnya walau wajahnya sepertinya kurang sesuai dengan beliau.

Sekitar jam 21.10 pak Pudjono melihat seperti selendang putih panjang datang dari atas ke arah di depan kami. Selendang ini agak berbeda dengan selendang sutera yang pernah kami lihat sebelumnya, walau sama berwarna putih. Kemudian suara yang terdengar sepertinya:

“Anggepen kuwi string penggerak, selendhang penggerak. Gayutan antarane bapa lan anak, antarane Sang Hyang Kudus kaliyan Ibrani. Tegesipun momongan., utawi kawula. Antarane Kang Mahakuasa kaliyan kang katon (manungsa). Manungsa kang brata. Wis, bahasen dhisik.”

Kami ngobrol kembali untuk mencoba menangkap ajaran ini. Kemudian suara terdengar lagi.

:”Allah kang Tunggal nyawiji mring sariraningsun, dhumawah dadi lejaring penggalih neng murbening dumadi, alias kowe kabeh.”

:”Sak uger isih pirsa dhumateng wedharan Dalem utawi piwucal Dalem, piwucal Hyang Rama. Ana kene ngemu pangerten sadhar, emut, eling.”

Kemudian terlihat seperti layar putih tergelar di hadapan kami, dan suara yang terdengar :”Geber kuwi tulisana welinge pak Meri utawa kata mutiara pak Meri. Sifate umum, wejangan, piwulang.”

Pak Sumeri mengucap yang kurang lebih penyadaran diri bahwa manusia itu tempatnya berbuat dosa. Namun siapa yang mau bertobat, maka Allah akan mengampuni dosa kita. Suara yang terdengar :”Dadi wakile kulawarga, tampanen Sabda Dalem Gusti, resepna kanthi penggalih lan batos, lumeber marang sanak kadang, kang amung ngugemi, kareben kecipratan berkah Dalem, ben Asma Dalem dimulyakake. Keluarga pak Sumeri bisa ngasta, bisa nggawa pangracik unen unen lan angger angger. Gampange dadia sulihe pepadhang kanggo brayat liyan. Wis, gagasen dhisik.”

Sewaktu giliran ke pak Pudjono, pak Pudjono malah menyerahkan ke Gusti saja yang ngendika memberikan wejangan. :”Ganjaran kaswargan kuwi ora tiba dhewe, ananging kudu digayuh. Ana ing Angger-angger sepuluh lan angger-angger lima, kuwi tindakna. Dalan padhang bakal diparingake, lan sembada.”

Sewaktu giliranku, aku hanya berkata bahwa pejah gesang badhe pasrah bongkokan lan ndherek dhumateng Gusti. Suara yang terdengar :”Kuwi gulawenthahen dhewe.”

:”Penggayuhing kaswargan kuwi ora mung cukup lenggah utawa jumeneng lan ndremimil, ananging kudu diucapake dening ati ditambah rasa, dadi ora kena olehe ndonga kususu. Luwih becik meneng lan manthuk manthuk. Kuwi jenenge iman kang gesang dudu iman kang nrima, iman kang mlempem. Yakuwi iman kang kuwat. Iki ora dongeng ananging nyata.”

:”Iman kang gesang kuwi kudu bisa misahake antarane kebutuhan pakaryan kang lagi koq tandangi kalawan kowe butuh connect.”

Kami bertanya bagaimana sambil kerja dan berdoa, anggaplah seperti dokter yang sedang mengoperasi. Jawabnya:”Ana kono pagaweane malah lali, sing ana amung mari. Secara mripat sing koq deleng pagaweane; ananging sakjane sing ana dongane sing muncul, sing dadi. Secara kasat mata ketok gaweane, secara paningalan batin, Allah kang ngreksa, Allah kang ana. Cekakane neng kono sing ngreksa Allah, kemurahan Tuhan, kemijizatan Tuhan.”

Tentang berdoa sambil bekerja
:”Bisa digambarake beda yen kowe ora nyelakake, bisa diwastani padha yen kowe mandheg lan merlokake. Ya becike tinggalen dhisik. Kowe rak wis ngerti, endi sing penting saat iku. Aku ora nglarang wong nyambut gawe karo ndonga.”

:”Sing isa, kata katane kaya (seperti) wagu.”

Tentang doa pendek dan panjang.
:”Manut sejarah, donga kang berhasil kuwi donga kang ora dikarang, donga kang cekak lan tulus, umume nganti mbrebes mili sebab ngemu teges rumangsa bisa ketemu, utawa ngadhep ing ngarsane Gusti, ngarsane Allah. Yen ngono kuwi kowe rak malah lali kowe kuwi sapa, kowe kuwi lagi ngapa, kowe kuwi melik apa. Dadi ora kudu dawa ora kudu pendhek, kabeh padha.”

Tentang doa pakem.
:”Kuwi kanggo pangeling-eling kembanging urip, kanggo pengrias, mundhak sepi mundhak sangli. Bapa Kami kuwi intine kudu bisa njaluk ngapura, kudu bisa ngapura. Digawe dawa kuwi karepe memuji Allah dhisik, nggugah penggalihe Allah banjur Allah paring welas. Dongamu ditampa, aturmu ditampa, ananging kowe lali yen kowe duwe kewajiban, wani noleh memburi ngenolke masalah karo kang koq gemesi, karo kang koq mangkeli, karo kang koq mereni, karo kang ..(getem-getem seperti ingin menyakiti)..Amin.”

Kami ngobrol kembali cukup panjang.
Berkisar jam 23.00 pak Pudjono melihat bendhe dan pemukulnya kemudian sepi. Setelah itu ada suara :”Tulungana, dongakna wong wong sing padha sedhih.”

Kemudian kami berdoa syafaat bersama mendoakan yang kami kenal ataupun yang membutuhkan penghiburan dan ditutup dengan doa doa yang sudah kita kenal secara umum (pakem). Selesai berdoa, yang terlihat seperti ada palang, bahwa pertemuan sudah selesai. Kami masih mengobrol karuna hujan dan pamitan pulang sudah berkisar jam satu pagi.