Sabtu, 11 Februari 2012

7 Pebruari 2012

Pada hari Selasa malam, aku dan pak Sumeri ke rumah pak Pudjono yang sedang sendirian. Biasa ngobrol kesana kemari dan berniat ingin mengunjungi kembali gua Maria di gereja Cibadak.

Berkisar jam 20.40 pak Pudjono melihat tiga bola bunda transparant yang ukurannya sama, beberapa saat kemudian terlihat simbul seperti microscope panjang di atas meja. Suara yang terdengar :"Teropongen bapakmu dhewe-dhewe, saiki neng endi?" Kami agak bingung karena para beliau ini sudah meninggal, dan selalu kami doakan agar diterima disisinya.

Kemudian terdengar suara lagi :"Syukur Alhamdulillah, kabeh padha slamet."
Kami bertiga merasa gembira, bahagia dan mengucap syukur dan terima kasih. Kami bagaikan saling bersalaman mengungkapkan kegembiraan yang tidak bisa dilukiskan.

Beberapa saat kemudian pak Pudjono melihat simbul teplok, namun ada suara yang mengingatkan :"Ora susah dipikir, ngomong liyane wae."

Berkisar jam 22.00 terlihat seperti pagelaran wayang kulit, berisi para Pandawa, punakawan dan satria bambangan.Kemudia simbul berubah sepertinya gambar peta pulau-pulau di Indonesia. Setelah itu terlihat kendang besar. Kami tidak atau belum tahu makna dari gambaran tersebut.

Sewaktu kami bertanya tentang kegiatan untuk tanggal 3 Maret 2012, jawaban yang terdengar :"Adhem ayem ora ana apa apa; jegeg wae. Dijarke wae, ora perlu koq ulang-ulang."

Senin, 06 Februari 2012

6 Pebruari 2012

6 Pebruari 2012

Padi hari Senin pagi kami berdelapan berangkat ke Sukabumi, ingin berziarah ke gua Maria yang berada di paroki santo Fransiskus dari Assisi, Cibadak Sukabumi. Aku, pak Mardayat, pak Sumeri, pak Pudjono, pak Abraham, pak Yohanes BP, pak Sumadi dan mas Agus Budianto yang nyopir.

Setelah sampai ke tujuan, kami istirahat sejenak dan ngobrol dengan mas Suhadi, koster di gereja Cibadak. Romo Wahyu sedang di Jakarta karena sesuatu hal. Kemudian kami berdoa mengucap syukur di depan patung santo Fransiskus Assisi. Dari sana dilanjutkan dengan jalan salib yang dipimpin oleh pak Sumeri. Sewaktu aku mencoba photo digital pada pemberhentian pertama, aku cukup kaget karena yang terlihat di layar kamera sepertinya wajah Tuhan Yesus yang sengsara. Begitu aku klik, wajah tersebut hilang, dan yang terekam tetap gambar pemberhentian pertama.

Pak Mardayat merasakan merinding, bulu roma berdiri sewaktu di pemberhentian ketiga dan empat. Pak Pudjono sendiri malah tidak merasakan apa-apa. Sampai selesai jalan salib, tidak ada apa apa dan sepertinya sepi sepi saja. Hanya ada satu hal bahwa terasa ada hujan di sekitar, namun kami semua hampir tidak merasakan jatuhnya air hujan. Ternyata hampir semua daerah Cibadak dan Sukabumi memang hujan, walau tidak lebat.

Pada jam 18.00 sore pak Pudjono dan pak Sumeri sudah berada di depan patung Bunda Maria untuk berdoa, kemudian aku menyusul berdoa rosario. Terlihat juga pak Abraham maupun pak Yohanes datang berdoa. Teman-teman yang lain sedang ngobrol dengan tuan rumah, beberapa pengurus DPP dari paroki Cibadak. Memang situasi pada saat itu rasanya cukup sulit untuk berkumpul bersama dalam doa.

Sewaktu aku menyusul berdoa rosario, pak Pudjono mengatakan bahwa ada terlihat simbul selendang kecil-kecil yang diarahkan ke pak Sumeri, pak Pudjono, ke aku, ke pak Abraham maupun pak Yohanes. Kemudian terlihat simbul bulus berwarna hitam yang secara pelan pelan berubah warna menjadi kuning. Suara yang terdengar mengatakan bahwa gua ini boleh disebut sebagai :”Guwo Margo Utomo”

Bebarapa saat kemudian pak Pudjono melihat ada simbul bola putih tiga dan tulisan :”GOD.” Suara yang terdengar :”Telu-telune genep atunggal, dadi siji.”

Kemudian yang tinggal di gua hanya aku dan pak Pudjono. Setelah selesai doa semua, pak Pudjono berkata bahwa terlihat satu lilin kecil menyala dan suara :”Cadhongen mumpung wong loro, banjur gawanen munggah. ….. Wis mundura, tinimbang kowe ora tenang.” Kami berdoa mencoba menerima lilin menyala tersebut.

Kemudian kami semua berkumpul bersama dengan beberapa pengurus paroki dan ngobrol kesana kemari. Beberapa saat kemudian pak Sumeri dan pak Pudjono kembali ke gua untuk berdoa. Yang dilihat mereka berdua adalah :
 simbul seperti balon berjumlah tiga, kemudian simbul salib
 simbul ada pintu kecil, yang kiri kanannya tembok batu. Ditengah-tengahnya terlihat terang dan seutas tali yang menggelantung
 Simbul salib yang terlihat kembali
 Batok kelapa separo yang tengkurab namun ditengahnya seperti ada kuncir ke atas.
 Tuhan Yesus sepertinya sedang berada jauh di sebelah barat.

Karena teman lain sudah ingin pulang malam itu, maka kami bertiga menutup dengan doa di depan patung Bunda Maria. Mengucap syukur dan terima kasih sekalian mohon pamit.
Berkisar jam 01.30 kami sudah tiba I Bandung kembali.

2 Pebruari 2012

2 Pebruari 2012

Kamis malam hari aku, pak Mardayat, pak Sumadi, pak Pudjono, pak Abraham, pak Siahaan, bpk ibu Yohanes Asngadi berkumpul di rumah pak Sumeri. Kemudian datang lagi mas Sugeng, mas Hartono dan mas Agus Budianto. Biasa, ngobrol bersama dengan dimulai makan malam bersama.

Pada jam 22.30 aku mengajak berdoa bersama sebagai pembuka. pak Pudjono melihat ada bola bundar keputihan yang transparan. Suara yang terdengar maupun running text :”GOD visit.”

Kemudian terlihat kursi masih kosong yang disusul sinar seperti kunang kunang di atas kursi. Suara yang terdengar :”Gusti manunggala.” Dan kami jawab:”Kaliyan kawula sadaya.”

Sepertinya terlihat dasi dan suara :”Padha mundhuka lan caos atur marang Gusti.”
Sesaat kemudian terlihat lilin menyala yang terbungkus warna kuning dan ada huruf “X”. Suara yang terdengar :”Gusti Yesus rawuh arupi terang.”

Sesaat cukup sepi dan kami menunggu, yang akhirnya kami malah mencoba bertanya dan ada jawaban atau simbul gambaran.
 Simbol sabda yang terlihat buku Alkitab besar berwarna hitam
 Simbol roti dan atau anggur yang terlihat sibori
 Simbul Tuhan sebagai gembala yang terlihat Tuhan Yesus merentangkan tangan
 Simbul sebagai penyembuh, yang terdengar :”Yen obat, sing ketok ya gambar obat utawi jampi.”

Sesaat kemudian terlihat seperti seseorang yang memakai seragam pakaian yg terlihat kaku atau keras di sekitar pundak dan berselempang dan simbul roti kecil seperti hosti. Suara yang terdengar :”Padha meleta, hostine tak templekne.” Yang terlihat, kami semua diberi hosti dan seseorang tersebut masih berkeliling membagikan hosti kepada orang lain yang cukup banyak.

Kemudian terdengar suara : “Janjiku janjimu siji, … janjiku janjimu siji, ndherek Gusti.”

Setelah itu, sepertinya terlihat kertas nota yang bisa disobek dan pensil, yang diikuti suara :”Tulisen jenenge uwong sing arep kok dongakake.” Semua berdoa dalam hati masing-masing secara berurutan, namun pak Asngadi, aku dan pak Pudjono malah tidak kebagian menyampaikan doa. Dan suara yang terdengar :”Wis cukup, dongane wis tak tampa kabeh.”

Beberapa saat kemudian yang terlihat peniti berpita merah. Suara yang terdengar kurang lebih :”Mesthine sing dadi panitia bu Yohanes (perempuan sendiri). Gunane kanggo mbukak pawicara, babagan karahayon Dalem, pepadhang. Arahe pesan singkat wae.” Kemudian bu Yohanes Asngadi berbicara singkat :”Aja sok ngapusi uwong.”
Pak Pudjono seperti mendengar suara, agar bu Yohanes menyampaikan :”Bisikana pak Hartono gen muni.”
Ternyata sudah lewat tengah malam dan pak Hartono menyampaikan bahwa karena kesehatannya, maka akan mendahului nyuwun pamit lebih dahulu. Maka kami bersepakat untuk pamit sekalian bersama, yang ditutup dengan doa. Kami bersepakat bahwa hari Senin ingin berziarah ke gua Maria di Cibadak Sukabumi.

1 Pebruari 2012

1 Pebruari 2012

Rabu sore itu ada sembahyangan memperingati seribu hari meninggalnya pak J.B.Saan. Kebetulan seluruh keluarga besar ibu Saan bisa berkumpul bersama. Aku sendiri datang agak terlambat karena mengira akan dimulai pada jam 19.00. Renungan diisi oleh pak Mardayat, malah terdengar beliau terisak dan merasakan bahwa roh pak Saan sepertinya sedang berada di kamar, malah tiduran. Pak Pudjono juga datang terlambat dan memang melihat pak Saan tidak mau keluar dari kamar, walau kami undang untuk “ngobrol”

Pulangnya aku mengantarkan pak Pudjono dan disusul oleh pak Sumeri, sehingga kami ngobrol bertiga. Karena sudah menjadi kebiasaan, pak Sumeri berdoa Rosario sendiri dan di depannya terlihat seperti botol minyak wangi atau zaitun yang tutupnya ada lubang meruncing.

Kemudian pak Pudjono melihat tulisan running text, yang kurang lebih bertuliskan:

“Holiday most current vertical life”
“Great on manual bombar…. home life venture complete”
“Home life …….. home life.. bagimu..”

Setelah itu terlihat seperti kepala seorang laki-laki yang telinganya njepiping, agak lebih lebar dari biasanya. Pelan pelan terlihat seluruh badannya dan seperti duduk lenggah siniwoko, namun kemudian pergi begitu saja.. Malahan kemudian yang terlihat seperti petromax menyala namun mendadak padam. Di depan pak Sumeri yang masih berdoa Rosario terlihat anglo, kemudian kunang kunang.

Kemudian bapak bapak yang tadi sepertinya kembali lagi, dan terlihat kurus, duduk bersila dan kedua tangannya lurus ke depan diatas tempurung lutut. Dia sama sekali tidak berbicara. Dalam bayanganku yang terpikir malah pak Saan yang baru saja didoakan. Beberapa saat dia berdiri dan sepertinya malah menempelkan sesuatu seperti wing penghargaan ke dadaku, ke dada pak Pudjono dan ke pak Sumeri. Kami tanya tetap diam saja, malah sepertinya dia menciumi atau malah mendekati membaui kami satu persatu kemudian pergi dan hilang.

Kami ngobrol tentang yang datang tersebut, mengapa memberi wing dan kemudian menciumi kami. Jangan jangan pak Saan, kalau melihat postur tubuhnya walau wajahnya sepertinya kurang sesuai dengan beliau.

Sekitar jam 21.10 pak Pudjono melihat seperti selendang putih panjang datang dari atas ke arah di depan kami. Selendang ini agak berbeda dengan selendang sutera yang pernah kami lihat sebelumnya, walau sama berwarna putih. Kemudian suara yang terdengar sepertinya:

“Anggepen kuwi string penggerak, selendhang penggerak. Gayutan antarane bapa lan anak, antarane Sang Hyang Kudus kaliyan Ibrani. Tegesipun momongan., utawi kawula. Antarane Kang Mahakuasa kaliyan kang katon (manungsa). Manungsa kang brata. Wis, bahasen dhisik.”

Kami ngobrol kembali untuk mencoba menangkap ajaran ini. Kemudian suara terdengar lagi.

:”Allah kang Tunggal nyawiji mring sariraningsun, dhumawah dadi lejaring penggalih neng murbening dumadi, alias kowe kabeh.”

:”Sak uger isih pirsa dhumateng wedharan Dalem utawi piwucal Dalem, piwucal Hyang Rama. Ana kene ngemu pangerten sadhar, emut, eling.”

Kemudian terlihat seperti layar putih tergelar di hadapan kami, dan suara yang terdengar :”Geber kuwi tulisana welinge pak Meri utawa kata mutiara pak Meri. Sifate umum, wejangan, piwulang.”

Pak Sumeri mengucap yang kurang lebih penyadaran diri bahwa manusia itu tempatnya berbuat dosa. Namun siapa yang mau bertobat, maka Allah akan mengampuni dosa kita. Suara yang terdengar :”Dadi wakile kulawarga, tampanen Sabda Dalem Gusti, resepna kanthi penggalih lan batos, lumeber marang sanak kadang, kang amung ngugemi, kareben kecipratan berkah Dalem, ben Asma Dalem dimulyakake. Keluarga pak Sumeri bisa ngasta, bisa nggawa pangracik unen unen lan angger angger. Gampange dadia sulihe pepadhang kanggo brayat liyan. Wis, gagasen dhisik.”

Sewaktu giliran ke pak Pudjono, pak Pudjono malah menyerahkan ke Gusti saja yang ngendika memberikan wejangan. :”Ganjaran kaswargan kuwi ora tiba dhewe, ananging kudu digayuh. Ana ing Angger-angger sepuluh lan angger-angger lima, kuwi tindakna. Dalan padhang bakal diparingake, lan sembada.”

Sewaktu giliranku, aku hanya berkata bahwa pejah gesang badhe pasrah bongkokan lan ndherek dhumateng Gusti. Suara yang terdengar :”Kuwi gulawenthahen dhewe.”

:”Penggayuhing kaswargan kuwi ora mung cukup lenggah utawa jumeneng lan ndremimil, ananging kudu diucapake dening ati ditambah rasa, dadi ora kena olehe ndonga kususu. Luwih becik meneng lan manthuk manthuk. Kuwi jenenge iman kang gesang dudu iman kang nrima, iman kang mlempem. Yakuwi iman kang kuwat. Iki ora dongeng ananging nyata.”

:”Iman kang gesang kuwi kudu bisa misahake antarane kebutuhan pakaryan kang lagi koq tandangi kalawan kowe butuh connect.”

Kami bertanya bagaimana sambil kerja dan berdoa, anggaplah seperti dokter yang sedang mengoperasi. Jawabnya:”Ana kono pagaweane malah lali, sing ana amung mari. Secara mripat sing koq deleng pagaweane; ananging sakjane sing ana dongane sing muncul, sing dadi. Secara kasat mata ketok gaweane, secara paningalan batin, Allah kang ngreksa, Allah kang ana. Cekakane neng kono sing ngreksa Allah, kemurahan Tuhan, kemijizatan Tuhan.”

Tentang berdoa sambil bekerja
:”Bisa digambarake beda yen kowe ora nyelakake, bisa diwastani padha yen kowe mandheg lan merlokake. Ya becike tinggalen dhisik. Kowe rak wis ngerti, endi sing penting saat iku. Aku ora nglarang wong nyambut gawe karo ndonga.”

:”Sing isa, kata katane kaya (seperti) wagu.”

Tentang doa pendek dan panjang.
:”Manut sejarah, donga kang berhasil kuwi donga kang ora dikarang, donga kang cekak lan tulus, umume nganti mbrebes mili sebab ngemu teges rumangsa bisa ketemu, utawa ngadhep ing ngarsane Gusti, ngarsane Allah. Yen ngono kuwi kowe rak malah lali kowe kuwi sapa, kowe kuwi lagi ngapa, kowe kuwi melik apa. Dadi ora kudu dawa ora kudu pendhek, kabeh padha.”

Tentang doa pakem.
:”Kuwi kanggo pangeling-eling kembanging urip, kanggo pengrias, mundhak sepi mundhak sangli. Bapa Kami kuwi intine kudu bisa njaluk ngapura, kudu bisa ngapura. Digawe dawa kuwi karepe memuji Allah dhisik, nggugah penggalihe Allah banjur Allah paring welas. Dongamu ditampa, aturmu ditampa, ananging kowe lali yen kowe duwe kewajiban, wani noleh memburi ngenolke masalah karo kang koq gemesi, karo kang koq mangkeli, karo kang koq mereni, karo kang ..(getem-getem seperti ingin menyakiti)..Amin.”

Kami ngobrol kembali cukup panjang.
Berkisar jam 23.00 pak Pudjono melihat bendhe dan pemukulnya kemudian sepi. Setelah itu ada suara :”Tulungana, dongakna wong wong sing padha sedhih.”

Kemudian kami berdoa syafaat bersama mendoakan yang kami kenal ataupun yang membutuhkan penghiburan dan ditutup dengan doa doa yang sudah kita kenal secara umum (pakem). Selesai berdoa, yang terlihat seperti ada palang, bahwa pertemuan sudah selesai. Kami masih mengobrol karuna hujan dan pamitan pulang sudah berkisar jam satu pagi.