Selasa, 20 November 2012

Awal bulan Suro 2012 .... antara Lembang dan Subang Tanggal 14 Nopember 2012 aku main ke rumah pak Pudjono yang baru saja datang dari Yogyakarta. Aku menghubungi pak Sumeri namun teleponnya tidak diangkat. Kami ngobrol ngalor ngidul berdua. Kemudian sepertinya pak Pudjono melihat simbol kemah Allah dengan jalan seperti tangga yang menuju ke atas. Terlihat roh pak Saan sepertinya kebingungan karena tidak melihat jalan yang menuju ke kemah Allah.. Dia kelihatan kurus sekali. Sayang, aku sendiri mau ke kebun dan bersepakat bertemu sore hari untuk berdoa lingkungan di rumah pak Yadi yang akan mantu. Berdoa untuk pak Saan kami tunda malam harinya, sekalian menjelang tanggal 1 Suro bergadang semalaman bersama yang lain. Berkisar pukul delapan malam, setelah sembahyangan di rumah pak Yadi, aku bersama pak Pudjono langsung berangkat ke Pasirimpun. Kemudian datanglah pak Sumeri, pak Yohanes BP, pak Weking, pak Slamet, pak Prianto. Kemudian dibuka dengan doa yang dipimpin pak Sumeri. Pak Pudjono melihat simbol Pieta, dimana Bunda Maria memangku tubuh Tuhan Yesus, namun kepalanya terletak ditangan kiri Bunda. Tubuh Tuhan Yesus dibalut kain putih. Suara yang terdengar :”Iki tahun kemujuran utawa tahun kemakmuran. Makmur kanggo sing atine resik. Tegese abad kanggo muncul urip abadi.” Pak Pudjono bertanya apakah ini bagian dari tugas kita, dan dijawab :”Ora usah; kuwi tugase bapa pengayom, bapa pembimbing. Bisa diwakili pastor, sing nyuwargaake. Tugasmu ming reresik awake dhewe. Kulinakna berdoa kanggo awakmu, kanca-kancamu. Kulinakna kanggo awakmu dhisik, lagi sedulurmu, brayatmu, lan sapinunggalane. Dongane gampang, atur panuwun keslametan. Tinebihna saking rubeda. Sing penting didasari ngilangi ganjelan.. Gampangane, yen donga kowe kudu ngoko. Dongane ora perlu kok jlentrehake. Dasare donga kuwi ana ati, ora ana uni.” Sewaktu kami bertanya tentang pak Saan, tidak ada jawaban. Namun sewaktu pak Sumeri bertanya tentang saudaranya, katanya sudah selamat. Begitu juga waktu aku bertanya tentang pak Kuwatidjo Djojoatmodjo (mertua) ada jawaban :”Kuwi wis tak dhisikake.” Kami hanya bisa berucap terima kasih dan terima kasih. Hampir tengah malam istriku datang bersama dengan bu Sri Yohanes, bu Cucun dan Merry. Karena kami sudah berdoa, maka para ibu ini naik ke lantai atas dan berdoa bersama. Ibu-ibu menyediakan nyamikan, makanan ringan sebagai teman bergadang. Pak Pudjono merasa tidak bisa berkonsentrasi karena sepi dari penglihatan. Akhirnya kami ngobrol tentang orang meninggal, siapa yang menjemput. Malah ada suara :”Manut pengalaman, sing methuk kuwi sing uwis mulya.” Kami ngobrol macam-macam sampai nabi Abraham dan keluarganya. Aku bercerita sedikit dari hasil pengalaman rohani dulu. Dari hasil komunikasi, yang didengar pak Pudjono :”Sara kuwi tegese gumbira. Ismail kuwi tegese bibit kawit ana. Lebih bersifat kerek(?), sifat nggregetake, senengane nuntut marakake cumleng. Lha yen Iskak kuwi luwih humanis, kang tumata, menjiwai, mranani, gampangan, kedaya ana ombak umbule kahanan. Gampangane dadi pemimpin kang bisa nyawiji.” Kemudian sepi dan akhirnya kami ngobrol macam macam sampai pagi. Berkisar pukul empat pagi pak Weking, pak Slamet dan pak Prianto pamitan pulang. Pak Yohanes sekalian juga pulang ikut pak Slamet. Kamis pagi tanggal 15 Nopember 2012 pas tanggal 1 Suro pak Sumeri juga pulang.dan tinggal aku dan pak Pudjono beserta ibu-ibu yang menyiapkan sarapan indomie. Ibu-ibupun pulang duluan. Berkisar pukul sepuluh pagi, pak Prianto datang kembali, disusul pak Sumeri, pak Weking dan kemudian pak Rusdi. Kami ngobrol dan ada juga yang berkonsultasi tentang kesehatan maupun masa depan. Kami malah bersepakat untuk melanjutkan perjalanan ziarah ke gereja Karmel Lembang maupun Subang pada hari Jumat pagi. Aku bercerita tentang apa dan bagaimana beradorasi seperti yang aku ketahui, sebagai persiapan untuk besok pagi. Jumat pagi tanggal 16 Nopember 2012 kami bersembilan, aku dan istri, pak Yohaness sekalian, pak Rusdi dan bu Umi Pung dalam satu mobil berangkat ke Lembang. Kemudian pak Sumeri, pak Pudjono dan pak Prianto satu mobil. Pak Sumadi sekalian yang sedianya akan ikut, tiba tiba membatalkan diri. Kami semua mengikuti perayaan Ekaristi, menerima Tubuh Kristus yang kemudian dilanjutkan dengan adorasi. Pak Pudjono melihat simbol tabernakel dan tulisan “AVILATE PILATUT”. Kemudian Kemudian pak Pudjono melihat banyak orang (roh) ngantri maju dan berlutut di depan monstran. Maka aku dan pak Pudjono juga ikut maju berlutut, dahi menyentuh lantai, disusul pak Sumeri. Temen yang lain sudah berada di luar, mungkin sedang berdoa di taman doa. Sedangkan istri ikut beradorasi di belakang. Pak Pudjono juga melihat seorang pastor bule yang memakai sabuk hitam. Beliau mengaku bernama pastor Brouwer (?) Pak Pudjono melihat ada seorang anak sepuluh tahunan telanjang menunggu atau menjaga di dekat monstran. Katanya sedang menjaga tangga yang menuju kemah Allah. Terlihat juga pak Saan hanya memakai celana pendek yang sedang kebingungan dan tidak berani mendekat. Pak Saan sampai mengemis-ngemis agar diperkenankan ikut naik ke tangga namun ditolak. Kemudian sepertinya yang menjaga diganti oleh seseorang, dan kami meminta agar pak Saan boleh ikut, tetapi masih ditolak juga. Pak Pudjono sampai menangis melihat keadaan pak Saan. Namun kekerasan hati pak Saan masih terlihat yang sepertinya tidak mau menerima bantuan. Aku sampai menghadap kembali ke tabernakel dan berlutut di hadapan Tuhan, menungging sampai tiga kali. Tetap saja masih belum diperbolehkan. Pak Pudjono melihat simbol PX, ikan, lilin dan …. sudah tak terlihat lagi. Terlihat seperti seorang pastor namun jauh sekali. Kemudian terlihat seseorang dengan memakai ikat kepala putih sedang menaki binatang seperti kuda. suara yang terdengar :“Tumpakane kuldi putih” Kemudian terlihat barisan para suster berwajah timur tengah sedang menyembah orang yang naik kuldi putih tersebut, dengan posisi berlutur dan menungging. Kami hanya berlutut ditempat dan diam saja. Pak Pudjono kemudian melihat seseorang yang sedang lenggah siniwaka dengan tangan terentang ke atas. Terlihat seperti pak Saan yang sedang berjongkok ingin menghadap; kemudian ada seseorang berjubah putih yang sepertinya berkata kepada pak Saan, memberitahu bahwa belum bisa. Simboknya pak Sumeri malah malah sudah diperbolehkan masuk walau lewat samping. Kemudian terlihat seperti ada yang lenggah siniwaka, tetapi kedua tangannya diletakkan diatas kedua lutut, tempurung kaki, seperti sedang bersabda atau mendengarkan. Berkisar satu jam kemudian, yang berjaga sepertinya sudah berganti, seperti seorang suster. Pak Saan disini dihadapan penjaga tersebut sudah bersila, seperti menunggu. Kami juga menyelesaikan adorasi kami dan keluar dari gereja. Karena tidak bertemu dengan saudara yang lain, kami berempat bersama istri berniat untuk jalan salib dan memohon dengan cara rog-rog asem, demi keselamatan pak Saan. Doa jalan salib aku pimpin dengan sepenuh hati jiwa dan akalbudi, yang tanpa aku tahan, aku sampai menangis terisak-isak. Demikian juga pak Pudjono maupun pak Sumeri, sedangkan istriku ikut di belakang. Pada pemberhentian ke delapan, sewaktu Tuhan Yesus menghibur para perempuan, kami berdoa mengemis kerahiman. Pak Pudjono mendengar suara :”Iki tickete pak Saan, gawanen.” dan kami amat bersuka cita. Setelah kami menyelesaikan doa jalan salib, kami melanjutkan ke taman makam, gua Bunda Maria maupun melihat gambaran Golgota. Kemudian setelah sarapan, ibu-ibu pulang duluan ke Bandung dengan angkutan umum. Sedangkan mobil pak Sumeri ditinggal di Lembang karena masalah kopling. Kami berenam melanjutkan peziarahan ke gereja Subang. Kami disambut dengan hujan angin yang besar sekali, sehingga doa jalan salib kami tunda menunggu cuaca terang. Sewaktu kami akan memulai ziarah jalan salib, pak Pudjono melihat simbol bulan, kemudian buah nanas yang ukurannya besar sekali, namun diberi warna warni. Sura yang terdengar :”Sak durunge diwiwiti, saiki padha majua tak berkati dhisik.” Kami maju satu persatu menerima berkat rohani di depan pemberhentian pertama. 1. Tuhan Yesus dihukum mati Yang membikin kaget, terlihat anglo besar, kemudian seperti buku doa atau buku nyanyian. Di depan patung terlihat seperti replika orang bersila berwarna putih. Suara yang terdengar:”Kuwi replika Bapa di surga sing ana donya. Ya iki ujud nyata duniawi kang ateges sowanmu neng ngersane Gusti secara duniawi ditemoni.” 2. Tuhan Yesus memanggul salib Terlihat replika patung menjadi lebih besar. Suara yang terdengar :”Aku cekeln, kudangen.” Kemudian replika tadi berubah menjadi gambar Tuhan Yesus yang memakai mahkota duri. 3. Tuhan Yesus jatuh untuk pertama kali Terlihat patung tersebut menjadi dua. Suara yang terdengar :”Roh Tuhan Yesus yang ada di belakang replikasebagai sesembahan.” 4. Tuhan Yesus berjumpa dengan Bunda Maria ibunya Terlihat kami semua sepertinya dikelilingi oleh selendang berwarna krem. Kemudian terlihat pisang raja satu tandan. Suara yang terdengar :”Ini biasanya simbol untuk para pastor.” 5. Tuhan Yesus ditolong Simon dari Kirene Dibawah patung terlihat seperti harimau yang sedang menghadap Tuhan, seperti mengaku kalah. Suara yang terdengar :”Kuwi lambang Tuhan Yesus mengalahkan angkara murka , kebencian.” 6. Wajah Tuhan Yesus diusap oleh Veronika Terlihat pisang tadi semakin matang dan besar. 7. Tuhan Yesu jatuh untuk kedua kalinya Terlihat seperti banyak baju berwarna putih yang masih digantung dan berjejer. Suara yang terdengar :”Iki hem kanggo kowe kabeh sing uwis tak siapake. Nanging durung tak paringake saiki..” Kemudian terlihat seperti gelas ukur masih kosong dan disampingnya terlihat seperti poci atau teko yang juga masih kosong. 8. Tuhan Yesus menghibur para wanita yang menangisinya Terlihat anak kecil yang dipanggul/ dipunji oleh seseorang. Kemudian terlihat di dekat patung Tuhan Yesus ada sebuah nampan/ lepek besar yang berisi minyak. Suara yang terdengar :”Padha majua, duliten kanggo nggawe tandha salib ana bathuk, tutuk lan dada.” Kami semua antri mengambil minyak secara rohani dan membuat tanda salib. Suara yang terdengar kemudian :”Uwis jangkep. Uwis jangkep kawruhmu. Kawruh secara penalaranmu. Pemikiran lan ati uwis sawiji nanging tutuk/ mulut durung” 9. Tuhan Yesus jatuh untuk ketiga kalinya Terlihat kembali baju baju putih yang digantung tadi. Suara yang terdengar :”Mung kuatna atimu.” 10. Pakaian Tuhan Yesus ditanggalkan Yang terlihat hanya simbol nisan 11. Tuhan Yesus disalibkan Terlihat bahwa baju baju putih itu berubah menjadi berkembang-lkembang warna warni. Suara yang terdengar :”Padja jupuken, anggonen.” Kami antri satu persatu, secara rohani mengambil baju dan terus dipakai. Pak Pudjono melihat bahwa aku mendapat dua baju. baju dalam dan baju luar. 12. Tuhan Yesus mati di salib Terlihat sepertinya banyak orang yang memanjat salib, kemudian sepertinya menciumi kaki Tuhan Yesus. Aku, pak Sumeri dan pak Pudjono ikutan mencium kaki Tuhan Yesus. Pak Pudjono malah menangis. 13. Tuhan Yesus diturunkan dari salib Terlihat simbul salib dan simbol X menjadi satu. Suara yang terdengar :”Gadane utawa gamane uwong urip, kanggo ngalahake maut. Gawanen, rak menang” 14. Tuhan Yesus dimakamkan Tak terlihat apapun, dan doa kami tutup. Kemudian kami ngobrol di halaman sambil bertanya tentang simbol kami masing-masing. Simbolku : terlihat simbol tubuh orang namun tidak ada kepalanya; kemudian gubug ditengah sawah dan ada orangnya sedang ongkang-ongkang. Suara yang terdengar :”Kebak pikirane manungsa.” Pak Sumeri : terlihat seseorang yang utuh normal; kemudian lincak; orang berdiri dan menyapa yang dijumpai. Suara yang terdengar :’Digawe becik, dibales becik.” Pak Yohanes : Terlihat orang nguwot bambu, pakai topi cowboy, pohon pisang belum berbuah. Suara yang terdengar :”Tekan.” Pak Prianto : Terlihat berdiri saja; memakai medali; membawa buku doa. Suara yang terdengar :”Medhar sabda.” Pak Rusdi : Terlihat menggelar tikar dan duduk bersila; menyalami banyak orang, ada lilin menyala dan memakai jubah. Suara yang terdengar :”Aja cengeng, aja rewel.” Pak Pudjono : Terlihat orang pakai jubah bawa buku, kancing masih terbuka, jika diganti, yang terlihat malah berbaju spt misdinar dan membawa raket; orang bersemedi. Suara yang terdengar :”Jodho, gaplok.” Simbul rombongan hari itu : Terlihat seperti berdiri semua saling berdekatan, kemudian kakinya dicuci. dibash dari belakang samping. Suara yang terdengar :”Digawe resik kareben layak.” Ziarah hari itu selesai dan kami mengucap syukur dan berterma kasih kepada Tuhan Yesus. Khususnya sukacita kami demi pak Saan . Kami pulang ke Bandung dengan selamat berkisar pukul sembilan malam.