Minggu, 25 Oktober 2009

oleh-oleh Ziarah

ZIARAH DURPA 2009

12 Oktober 2009

Hari Senin pagi berkisar pukul 05.30 kami berdelapan melakukan ziarah yang dimulai dari gereja Subang. Aku, pak Mardayat, pak Pudjono, pak Sumeri, pak Andl Bukit, pak Abraham, pak Yohanes dan pak Sumadi. Berkisar pukul 08.00 kami memulai jalan salib dan aku pimpin.

Pada pemberhentian kesembilan, pak Pudjono melihat tabernakel yang berwarna gelap. Kemudian warnanya semakin terang. Setelah pemberhentian terakhir kami bersila di depan gua tempat pemakaman sambil doa penutup. Dalam penglihatan pak Pudjono, Tuhan berkenan hadir dan kami diberi komuni kemudian memberi kami setiap orang berbeda-beda. Pak Mardayat dibei rosario, aku diberi pisang (gedhang) yang sudah terbuka dan tinggal makan. Pak Pudjono diberi bakul nasi dan dijadikan topi, pak Sumeri diberi contongan yang berisi sesuatu, pak Yohanes diberi kukusan, pak Andil Bukit diberi seiris semangka, pak Abraham diberi tempat tissue dan pak Sumadi diberi salak sebuah..

Kemudian kami pamitan kepada romo Handi dan melanjutkan perjalanan ke Kuningan untuk menuju ke Cigugur. Sebelumnya kami istirahat makan siang di telaga remis.

Berkisar pukul 15.30 kami melakukan jalan salib di Totombok lewat Getsemani. Dalam penglihatan pak Pudjono, kami sudah dijemput Bunda Maria yang berpakaian serba putih. Bunda Maria kelihatan langsing tinggi dan bermahkota kemilau. Hujan deras yang membuat kami akan nekat jalan salib berhenti! Yang kami lakukan adalah doa mengucap syukur dan berterima kasih kepada yang kudus.

  1. Pada pemberhentian pertama kami berdoa mengucap syukur dan berterima kasih, semoga tidak diberi hujan karena kami datang dalam keadaan hujan. Doa tersebut dikabulkan karena hujan berhenti. Yang kelihatan, di atas seperti tempat air dari aluminium atau keramik putih yang mengeluarkan air ke bawah, namun yang terlihat gelombang air tersebut malah seperti naik ke atas.

  1. Pada pemberhentian kedua yang terlihat seperti pintu ada salibnya namun tidak ada orang yang terlihat. Tulisan seperti runnung text yang terlihat adalah :”secret of life.” Terlihat Anak domba menemani kami dalam perjalanan salib tersebut. Ia berjalan di depan kami.

  1. Pada pemberhentian ketiga pak Pudjono mengajak kami semua berdiri karena akan diberi komuni oleh seseorang yang kami tidak tahu siapa. Kami semua menerima komuni secara rohani.

  1. Pada pemberhentian keempat seperti terlihat ada gua yang mengeluarkan air ke tangga ke bawah. Hanya ikan yang bisa naik ke atas. Pak Sumeri melihat bahwa pak Pudjono ngrogoh sukma yang tidak disadarinya.

  1. Pada pemberhentian kelima anak domba tidak kelihatan dan pak Pudjono melihat dirinya sendiri membawa tongkat kuning berjalan mendahului.

  1. Pada pemberhentian ketujuh ada tulisan “I mama command (?)” Juga terlihat salib yang dikalungi seperti rosario besar. Setelah itu tidak terlihat apa-apa sampai pemberhentian terakhir. Kemungkinan karena pak Pudjono ngrogoh sukma sehingga tidak bisa konsentrasi.

Sewaktu di gua, yang terlihat Bunda Maria di atas gua, tetap berpakaian putih seperti patung Bunda yang ada di situ.

Malam itu kami menginap di Cisantana dekat gereja.

13 Oktober 2009

Pagi pukul 06.00 kami semua mengikuti misa kudus di gereja Cisantana. Setelah misa selesai dan kami ngobrol dengan pastur, tiba-tiba diberitahu bahwa ada yang pingsan di dalam gereja. Untuk sementara mobil kami pinjamkan untuk mengantar seorang bapak yang sakit tersebut ke rumah sakit di Cigugur.

Perjalanan kemudian kami lanjutkan ke Weleri ke gua Bunda Maria Ratu di Besokor Weleri. Kami sampai di Pekalongan sekitar pukul 12.00 dan istirahat sebentar sebelum melanjutkan perjalanan. Di jalan kami sudah dijemput oleh Tuhan Yesus sendiri melalui tanda tulisan PX yang menjadi satu, yang kami artikan sebagai damai Tuhan Yesus menyertai kami.

Jalan salib di Weleri ini begitu indah dan menyenangkan karena dari semua pemberhentian dikaruniai tanda-tanda, tulisan dan wejangan. Jalan salib kami mulai sekitar pukul 13.45 dan Bunda Maria seperti menuntun kami mendahului naik keledai. Kepalanya bermahkota dan sepertinya memakai pakaian motif batik.

Pemberhentian I à Kami mulai dengan doa mengucap syukur dan berterima kasih karena Bunda Maria dan Tuhan Yesus menyertai kami. Kemudian terlihat seperti buku catatan dan ada suara :”Catheten kanggo pribadimu dhewe-dhewe. Kowe rak wis tak paringi buku dhewe-dhewe, catheten miturut jiwamu lan pikiranmu dhewe-dhewe, sebab kepentingane uwong kuwi ora padha. Hubungane, penjaluke ora padha, mesthi werna-werna. Ya intine mengkono.”

“PX, Kawula-Ku tindak menyang papan padhang, papan leres. Becike nemu Gusti. Yakuwi kabeh mau simbul, kabeh nampa. Berbahagialah yang tidak melihat ananging yakin.”

Pemberhentian II à Yang terlihat selembar daun putri malu (pis kucing) dan ada suara :”Gloria in interleast (?)” yang aku terjemahkan kurang lebih kita diminta untuk bersyukur dan memuliakan Allah dalam hidup kami masing-masing. “Putri malu. Kowe aja nganti kaya ngono kuwi. Ndhak ngono we lara ati. Gloria interleast, sak ora-orane kowe isih bisa muji-muji Gusti ana ing atimu. Aku ora ngenyang karo kowe, tak arep-arep kudu muji-muji Gusti terus ana kene.”

Pemberhentian III à Simbul yang kami lihat adalah gambar hati dan sebuah lilin menyala di atasnya. Suara yang terdengar adalah :”Lilin sing koq gawa padha sumeten kene.” Aku menyalakan lilin yang ada di pemberhentian di sini. Bukan gambar hati tetapi hati betul-betul berwarna merah segar. “Atine Gusti ati menungsa, ati katon sing padha atimu. Dadi dudu Ati Allah. Lilin kuwi roh, mula roh karo ati ana kene dadi siji kang ora bisa dipisahke. Roh Allah kang hidup neng ati manusia, jenenge Yesus.”

“Simbulmu mung kupu (putih) mencok lilin. Menikmati Roh hidup, nyedhot roh hidup (gambaran kupu yang menggerakkan sayap menempel di lilin). Kupu-kupu khewan sae, mesthine nemplek ana papan kang sae. Mulakna ora tak gambarke kutis utawa laler ijo. Dadi lilinmu wis murub, atimu dadi padhang. Sumbere padhang kuwi mau saka pepadhang kang asli wus ana. Yen bisa, lilinmu kang murub genti kok tularke kanggo kang nggawa lilin sing isih mati, durung sempurna, ben ketularan hidup.”

Pemberhentian IV à Simbul huruf PX terlihat kembali dan di depannya ada lilin, kemudian lilin-lilin kami sepertinya berjejer di belakangnya. Suara yang terdengar :”Wis amor. Mung dadia kaleksanan, dongengan becik.”

“Lha ya kudu dipisah. Lilin kang asli urip madhangi, kari lilin kang nyuwun urip, kang dadi padhang lan kok tularake. Kuwi kang dadi siji. Terpisah kari PX.” (kok lilinnya kecil?) “Jarene ati Gusti Yesus mau ati menungsa, ya rohe digambarke saukurane wae. Dadi dudu ukuran kasunyatan Allah kang temen. Ora amot. Padhange pikiramu ya ming saukuran manusia. Dadia sak-emper padhange Gustimu kang manusia. Isa ngecap legi, isa ngecap lara.”

Pemberhentian V à Yang terlihat sepertinya Bunda Maria, buku besar seperti Kitab Suci dan salib. Kemudian terlihat tulisan berjalan :”Graduated complex (?)” Kemudian ada suara :”Pengakuan sing akeh.”

“Ya iki cathetanmu kabeh, ulanganmu kabeh ana kene. Bunda Maria nyerahake kepada Tuhan Yesus untuk dibaca, ingkang kawogan mbiji. Bunda rak naming ngaturaken. Ya cekake mengkono, sak-emper. Aja sumelang, Gusti ora duka, ananging becik ngati-ati. Mundhak bijimu andhap. Mundhak anggonmu kangelan ilang, ketutup kalawan awon. Mesthine rak wis padha ngerti.” Aku berterima kasih kepada Bunda namun dijawab :“Luwih becik aturna marang Gusti wae, ora karo Bunda. Pengakuan kuwi rahasia pribadi. Bunda ora pareng ndeleng lan mireng. Bunda ora campur tangan ndhak dikira usil.”

Dalam perjalanan dari pemberhentian V ke VI di depan kami ada roda besar dan kami bertanya apa maksudnya. Ada suara :”Jalma kang wus ora ana dianggo padha.”

“Jalma kang isih urip becike bisa mbayangake kahanan nek ora ana. Dadi seakan-akan wis ora ana ning isih ana. Mula rodhane ana siji, sing siji ora ana, ning sejatine loro ana. Langkepe ya ana karo ora ana, ben bisa mlaku, ben bisa jalan. Dadi sing ora ana kuwi seakan-akan ana ben bisa mlaku tumrap kang ketok kang ana. Dadi wong urip kuwi gandhengane karo wong mati, mlaku bareng, muter bareng. Ben sing urip mlaku lancar. Mula aja nganti kok jarag yen wis ngerti.”

Pemberhentian VI à Yang terlihat seperti pintu gereja atau gua yang ada salibnya. Ada banyak orang yang berbondong-bondong ingin masuk dan antri. Kemudian ada suara :”Holly-holly campagne (?)” Kemudian terlihat sepertinya semua orang yang masuk tadi dikelilingi oleh rosario, seperti yang kami lihat sebelumnya (salib yang digantungi rosario).

“Uwong padha mlebu pintu kang wus dibukak. Gambaran iki kanggo kowe uga. Dadi kowe bisa nggambarake kaya rodha kuwi mau. Urip ning ora urip mlebet.” Gusti kok mboten wonten pintu? “Sing penting pintune sing kok leboni bener dhisik. Babagan Gusti Yesus mengko. Sing penting wis ana lingkungan lingkaran, ana njero, ora usah bingung nggoleki pintu.” Koq Holly-Holly? “Mung padha sorak-sorak, njondhil-jondhil. Suci-suci Gusti, aku weruh. Hore-hore kuwi Gusti.”

Pemberhentian VII à Terlihat di depan kami seperti payung kuning yang besar sekali. Bunda Maria bermahkota sepertinya sedang membawa tongkat kebesaran. Selendang yang menutupi rambutnya tersampir di kedua tangannya ke depan. Suara yang terdengar :”Leresna.” dan pak Sumeri bertanya apa maksudnya. Dijawab :”Uwis mlakua maneh.”

“Ana njero Gusti kang kuwaos, ana njaba Bunda kang ngayomi lan kang ngampuhi. Pokoke sing tanggung jawab Bunda.” Selendang/stola dipun leresna menika menapa? “Kowe tak parengake nyawang Bunda kanthi leres, kanthi sempurna” (Pakaian Bunda biru sampai ke bawah dan selendangnya seperti sutera putih, mahkotanya putih) “Iya nek perlu gagapen tak parengake, leresna.”

Pemberhentian VIII à Terlihat Bunda Maria sekarang membawa Kitab Suci yang di atasnya terletak salib kemudian berkata :”Buku iki isine anugerah kanggo kowe kang sowan siji-siji.”

“Kitab iki dununging kabegjan. Kanggo kowe kang begja kang sowan dina iki, ora wingi. Kabegjanmu dina iki penuh. Dadi bersyukurlah, Gusti kang paring. Mesthine kowe ngerti karepe. Wis ora usah diutarakke, ndak malah kleru.”

Dalam perjalanan dari pemberhentian VIII ke IX telihat Bunda Maria berdiri memakai tudung kepala biru dan menunduk. Sepertinya beliau agak sedih dan kami melewatinya.

:”Saiki Bunda kang nyata, dudu Bunda ana swarga. Tegese Ibu Maria. Nek ana kene Bunda kang njaga kowe. Dudu Bunda kang jumeneng kaswargan, Mula ora ana ucapan Holly-holly utawa suci-suci, ananging namung Bunda Penebus. Iki gambaran Bunda kang urip ana ndonya, dudu roh kaswargan. Jelas beda. Mulane aku ngambah. Sayang, kok anggep ora ana, ming kok lewati. Ora perlu kok onceki, percayaa.” Kami mohon maaf karena tidak tahu harus berbuat apa, sebab yang lain sudah berjalan ke pemberhentian selanjutnya.

Pemberhentian IX à Telihat Bunda Maria dan di depannya seperti ada karpet yang tergelar, kemudian berkata :”Dalan ambeg, dalan sembada lan dalan lila.”

:”Ambeg ateges sombong lan ndhadha. Mlakune nggleleng lewat dalan. Sing ngerti ya awakmu. Bunda yakin kowe seneng lan bangga jroning batin. Nyatane kok niyati tekan kene (sembada). Lunas, lepas pengangen-angen (lila).”

Pemberhentian X à Terlihat ada bulan dan ditengahnya salib. Ada suara berkata :”Lalekna perkara-perkara kang cilik.” Ada tulisan berjalan :”Little memory was loose.”

:”Lalekna sing padha mateni, sing padha milara. Gantinen tebusane Gusti kang agung tumrap kita. Sing kok pikir kudu undhuh-undhuhane, aja kang nyengsarakake. Kuwi lalekna. Salib Kristus utawi tebusan utawi penebusan sampun dados setunggal kaliyan langkahipun utawi batinipun Bunda Maria. Tegese wis nyepakati, ngolehake. Gusti kasalib lan nebus. Secara kadonyan aku ora rila, secara sorgawi aku seneng, aku remen.”

Pemberhentian XI à Kemudian terlihat salib dan di atasnya bulan. Kemudian ada suara :”Kehidupan baru ada di jalan.”

:”Tegese Bunda wus berhak ngayomi kowe. Paring penuntun padhang. Ya perkembangan baru, meningkat. Kadhapuk ngawat-awati lan madhangi. Tegese sampun pikantuk dhawuh. Kepareng mutusaken lan madosi ingkang taksih tebih saking Bunda. Dadi ora mendel wae.”

Pemberhentian XII à Terlihat sekarang salib dan di atasnya cahaya yang menyinari salib. Kemudian ada suara :”Ajang kamulyan Dalem kowe melu ngrasakake.”

:”Salib Kristus wis rampung, mung kari kamulyan Dalem. Kowe kang nggoleki diparengake numpang kepenak, numpang padhang, mlaku aman ………. .. Beres.”

Pemberhentian XIII à Terlihat bulatan berputar bersinar yang sebelumnya kami kenal sebagai Tri Tunggal Maha Kudus. Kemudian ada suara :”Roh Allah wis kondur.”

:”Roh Yesus wis dadi Roh Allah Tri Tunggal Maha Kudus. Mula wujude dudu rupa menungsa ananging iki (terlihat bulatan sinar bergulung). Dadi kang mlebu awakmu dudu Roh Yesus kang ngagem dhuri, ananging …..(terlihat gambaran gulungan sinar kang cemlorot). Yakuwi sing jenenge kowe urip. Kowe bagian dari kehidupan surga, kehidupan kekal, kehidupan abadi. Mulya. Aja padha ngguyu, kuwi tenanan.”

Pemberhentian XIV à Bulatan Sinar Allah tersebut kelihatan kembali dan ada suara :”Colongen.” Kemudian kami mencoba untuk menyedotnya dengan cara kami masing-masing.

:”Gusti marengake kowe nganggo. Tegese barang colongan kok emi-emi dadi pepundhen. Nyolong tegese dhewe ora ana wong liya, ora ana kang ngerti. Sing ngerti sing kagungan karo kang njupuk. Wis bar.”

Setelah selesai doa penutup, kami ceritakan apa yang telah terlihat. Pak Abraham dan pak Mardayat bisa melihat sinar tersebut. Kemudian seperti angka tujuh dan banyak orang sepertinya menyembah di hadapannya.

Kemudian seperti terlihat liontin bauduri bulan yang sinarnya menetes dan ada suara :”Langkah sekeca.”

Aku bertanya bedanya roh dan jiwa, kemudian dijawab :”Jiwa kuwi ana neng manungsa, nek roh kuwi ana neng swarga. Roh kuwi mengko. Nek jiwa kuwi isih isa diothak-athik nganggo pikiran, akal lan usaha. Yen wis roh, lepas. Sing kagungan Gusti. Jiwa kok dongakke dadi roh kagungane Gusti. Jiwa kuwi hubungane karo wadhag, tempat, kadonyan. Roh kuwi kaya Gusti, dudu jiwa kaya menungsa.”

Bedanya dengan hati, manah. dijawab :”Kabeh kuwi isih kamanungsan, kedagingan. Dadi roh kuwi pisah antarane pengertian donya karo pengertian swarga. Roh selalu bersifat surgawi. Jiwa isih asal kamanungsane. Jiwa isih isa lara, isih isa ngrasakake, njerit panas, peteng. Roh sewalike.”

:”Awakmu, sing bekerja Roh Kudus, dudu rohmu.” (maksudnya apa yang dapat kami lihat).

:”Angka pitu jarene angka komplit, jujur, ampuh. Pitu tegese tedhak.”

:”Liontin kuwi simbul bagian Roh Kudus kang netes, kang metu.”

:”Sukma kuwi jane gambaranmu ana pengilon. Kelakuanmu kang kok tonton dhewe. Jiwa dipengaruhi akal budi, pikiran. Sukma lakune leres, Karepe sukma kuwi suci, leres. Jiwa nggendholi, menging. Jiwa isih ana unsur kadonyan. Sukma ana unsur swarga ning durung munggah swarga.”

Bisikan dari dalam itu siapa? :”Yakuwi jiwamu kang elek, dudu sukmamu. Nek sukmamu putih. Mulakna kowe sok angel mbedakake antarane bener sing bener, karo bener manut karepmu. Bener sing bener kuwi asale saka roh kang cilik. Dadi beda karo iman. Iman kuwi urusane donya kabeh. Yen kowe bisa nuruti rohmu kang cilik, jiwamu mulus. Lalu meningkat dadi sukma kang suci, kang resik, sejati. Banjur dadi roh munggah swarga.”

“Sing paling susah ngisor dhewe. Nek neraka kuwi siksa, mesthine jiwa. Nek dalan padhang kuwi mesthine jiwa kaangkat, jiwa kabersihna, jiwa kalunturna, metu dadi sukma. Oleh pangapura. Njur meningkat manteb dadi roh, caket Gusti. Langgeng.”

:”Lha kowe sumurup Bunda numpak kuldi, kuwi ana tenan apa ora? Berarti ana apa ora? Dadi ana jiwane ta?”

“Sing mlebu ana roti lan anggur kuwi Rohe Gusti, dudu sukmane Gusti. Yen sukmane Gusti berarti kudu katon manungsane.”

*** Tulisan warna merah ini kami terima dari Yang Kudus sewaktu kami di rumah bapak ibu Istiarto. Aku, pak Mardayat dan pak Pudjono bertanya untuk mohon kejelasan yang telah kami alami siang tadi.

Berkisar pukul 02.00 ngobrol dengan yang kudus kami tutup karena sudah capai dan ngantuk.

14 Oktober 2009

Gua Maria Ratu Rosari Juwono

Pukul 10.30 kami sampai ke Juwono dan kami istirahat dulu di tempat tersebut. Di ruang tunggu antara patung Bunda Maria dan Santo Yusup yang terlihat bulatan putih seperti Roh Kudus. Suara yang terdengar adalah :”Mengko dhisik, durung wektune.” Maka kami istirahat dan menunggu waktu sambil mencoba melihat atau mendengar.

Kemudian dibawah bulatan bersinar tersebut terlihat dua burung putih dengan paruh besar saling berhadapan dan menunduk. Suara yang terdengar :”Jenenge, burung kehidupanmu, kehidupanku padha. Burung ngagesang sasami.”

Kemudian burung tersebut berubah guci air warna coklat dan ada suara :”Sumber uripku padha sumber uripmu. Aku Abram Koto, aku saka Gumilar (Gumilang?), salah sawijining pulo. Didhawuhi Gusti dadi cikal bakal utara. Dununge atimu padha dununge atiku. Saka dununge Hyang Roh Suci kang siji, yakuwi Sumber Urip. Dadi papane ana atiku atimu. Sawiji ing atine Gusti kang wus mulya jumeneng nata ing swarga, kalayan jumeneng urip ana alam donya. Sing ana lan ora ana. Roh Gusti kang jengkar saking swarga sampun ngasta Sabda dhumateng kita. Ingkang kala semanten manjalma dados manungsa. Pramila sami kaliyan Sang Sabda ingkan sampun turun wonten ing donya.”

Ada suara Urbani-urbani (?) :” Kuwi tegese teka marani kowe. Kowe jenenge Umama dudu Imama. Imama roh watak, Umama wadhah watak” (ada tulisan HU)

:”Sing padha sowan kaparingan pirsa Umama kanggonan Imama à Holly.

Imama ora ana phisike, Immanuel isih ana phisike.

Kuwi mau bahasa Kaukasus, tegese amor Allah kaliyan manungsa Iki luwih kongkrit maneh. (jika dibandingkan dengan Gusti manunggala).”

Acara ngobrol rohani kami potong dulu karena sudah diajak untuk jalan salib..

Kami berdoa jalan salib bersama.

Pemberhentian pada waktu Tuhan Yesus jatuh kedua kali, kami semua diberi anggur oleh Tuhan dan kami mengambil sendiri-sendiri dan kami minum.

Pemberhentian XI à yang terlihat ada sumber air yang mengalir mancur

Pemberhentian XII à kami diminta untuk maju satu persatu dan mengunjukkan tangan untuk dicap. (Ulungna tanganmu)

PemberhentianXIII à ada suara :”Dosamu uwis luwar.”

Pemberhentian XIV à Dalam makan Tuhan Yesus terlihat seorang ibu berbaju putih memakai jarit hijau dan sabuk hitam sedang membawa air di klenthing dan berkata :”Aman lan slamet. Uwis cukup.”

Kami melanjutkan perjalanan ke Boyolali lewat Purwadadi - Gundih - Gemolong - Simo. Sesampai di gereja Boyolali kami langsung naik ke rumah keluarga Winardi di Banjarsari. Ngobrol sampai pukul 23.00 dan kemudian istirahat

15 Oktober 2009

Berkisar pukul 08.00 kami pergi ke Gua Maria Mawar diantar putera pak Win yang bernama Antonio Asep dan adiknya. Gua tersebut masih belum dikembangkan karena proses kepemilikan tanah masih berjalan. Yang ada hanya gua Bunda Maria saja.

Kami melaksanakan doa rosario bersembilan dengan ujub masing-masing. Pak Pudjono memohon dalam dua ujub sehingga menjadi 100 doa salam Maria. Sebelumnya yang terlihat oleh pak Pudjono adalah ayam jago berwarna hitam dengan gelambir besar. Sebenarnya Bunda Maria berkenan rawuh. Sewaktu doa rosario yang terlihat bulus hitam kepalanya tengadah berdiri. Pak Sumeri seperti melihat dua anak kecil sedang berjalan.

Kemudian kami melanjutkan perjalanan ke Bayat ke gua Marganingsih. Setelah beristirahat sejenak, kami melaksanakan jalan salib.

Pemberhentian I à Yang terlihat hati berwarna emas, lilin, anak domba dan gajah putih. Ada suara :”Gen endang unjukna, wektune selak entek.” Selesai kami berdoa kemudian terlihat gong dipukul.

Pemberhentian IIà yang terlihat seperti rombongan arak-arakan misdinar, di depannya ada seseorang berjubah putih seperti menuju altar di atas agak jauh. Mungkin akan mengunjukkan misa kudus.

Pemberhentian IIIà Yang terlihat seperti kepala singa warna putih menghadap rombongan kami. Terdengar suara :”Serem.”

Pemberhentian IV à Terlihat seorang yang gemuk berpakaian atau berjubah putih menaiki singa berbulu putih tersebut.

Pemberhentian V à Terlihat kembali seseorang tersebut dengan tetap menunggang singa putih seperti menghadap ke Tuhan Yesus yang berada di atas.

Pemberhentian VI à Terlihat dua piala berjejer yang sepertinya akan diberkati.

Pemberhentian VII à Kami diminta datang satu persatu dan diberi komuni dari cuilan hosti yang besar. Imam tersebut juga memakan secuil dan sisanya dimasukkan ke tabernakel.

Pemberhentian VIII à Piala sudah dimasukkan ke tabernakel, kemudian imam tersebut sepertinya mengantara kami kepada Tuhan. Dia berdiri di hadapan pak Sumeri yang sedang memimpin ibadat jalan salib. Orang tersebut mengaku bernama Ki Sadhana.

Pemberhentian IX à Yang terlihat seperti Alkitab dibuka dan Ki Sadhana berdiri di depan Alkitab.

Pemberhentian X à Yang terlihat Alkitab sepertinya sudah ditutup dan di atasnya ada lilin. Ki Sadhana juga masih berada disitu.

Pemberhentian XI à Terlihat seperti anak domba yang diikat lehernya, digantung dan dikerek ke atas. Anak domba tersebut sepertinya diam saja dan tidak meronta. Kemudian ada suara :”Tulungana, slametna yen kowe wani.”

Pemberhentian XII à yang terlihat hanya huruf PX yang menjadi satu

Pemberhentian XIII à Yang terlihat masih huruf PX, ditambah lilin dan gong. Ada suara :”Surya uwis kaping telu.”

Pemberhentian XIV à Yang terlihat sebuah lilin yang dipagar segi empat. Keempat pagar tersebut bertuliskan PX. Ada suara :”Surya wis kaping gangsal.”

Kami melajutkan perjalanan ke gua Maria Sriningsih yang cukup berat perjalanannya. Untuk itu kami makan siang seadanya di warung yang ada didekat lapangan.

Pemberhentian I à terlihat petromax dan sinar yang mungkin dari petromax tersebut.

Pemberhentian II à Terlihat lonceng dan seseorang yang sepertinya membawa tongkat bambu.

Pemberhentian III à Terlihat sekeping bulatan yang mengkilat dan huruf PX.

Pemberhentian IV à Terlihat buku dan pensil

Pemberhentian V à Terlihat lilin menyala dan huruf PX

Pemberhentian VI à Terlihat seperti jubah atau alba warna putih. Yang lainnya masih di dalam lemari. Kemudian sewaktu berjalan malah terlihat lodhong berisi air dan bunga kenanga.

Pemberhentian VII à Terlihat imam yang mengaku bernama Sasra Wardaya, berpakaian surjan berasal dari Muntilan, memberikan komuni kepada kami satu persatu

Pemberhentian VIII à Terlihat seperti minyak suci namun berwarna hijau muda dalam cepuk kecil

Pemberhentian IX à Terlihat kembali minyak suci dalam cepuk. dan ada dua pisang segandeng

Pemberhentian X à Terlihat seperti timba sumur

Pemberhentian XI à Terlihat kembali petromax

Pemberhentian XII à Terlihat kembali lonceng dan huruf PX

Pemberhentian XIII à terlihat seorang bayi

Pemberhentian XIV à suasana sepi tidak ada apa.

Sewaktu kami berdoa di hadapan Salib Tuhan Yesus, sepertinya tanah bergoyang.

Setelah itu kami menuju gua Bunda Maria dan berdoa sejenak. Sebenarnya kami ingin menginap di dekat gua, namun karena sudah ada janji maka kami langsung ke Yogyakarta. Malam itu kami menginap di mertua pak Andil Bukit.

16 Oktober 2009

Pagi hari kami melanjutkan perjalanan ziarah menuju Klepu Godean. Kami melaksanakan jalan salib di Gua Maria Ratu Perdamaian Jatiningsih. Suasananya sepi dan panas sekali. Aku merasakan sewaktu di pemberhentian XII seperti ada suara yang mengikuti doa di dekat pak Abraham. Semuanya berlutut kecuali pak Abraham yang memang tidak bisa berlutut karena kakinya sudah cacat.

Setelah selesai melakukan jalan salib, kami berdoa sebentar di Gua Maria. Kebetulan pada saat itu ada rombongan dari Depok yang dipimpin oleh romo Markus Gunadi OFM (?). Kami mohon berkat sebelum melanjutkan perjalanan..

Tengah hari kami sudah sampai di gereja Salib Suci Gunung Sempu yang masuk paroki Pugeran.

Pemberhentian I à terlihat ular belang kehitaman seperti ular weling

Pemberhentian II à Terlihat sabuk kulit laki-laki yang cukup besar

Pemberhentian III à Terlihat tiga batang pohon nanas yang sudah berbuah dan ada suara :”Buahmu uwis cedhak; Kapan maneh awakmu arep mrene? Iki kanggo kowe sing seneng ziarah.”

Pemberhentian IV à Terlihat seperti botol minyak wangi yang kecil. Kemudian di dada kami sepertinya dipasang tulisan nama.

Pemberhentian V à Terlihat buku absen yang mungkin kita diminta untuk mengisinya. Kemudian kami sepertinya diberi tanda pengenal warna merah yang dikalungkan di leher

Pemberhentian VI à Terlihat sepertinya kami diberi buku notes di tangan kiri, cepuk kecil yang ada lilin pendek di tangan kanan.

Pemberhentian VII à Terlihat lilin besar menyala yang ada hurf X di batangnya.

Pemberhentian VIII à Terlihat seperti lonceng kecil atau kelintingan dan ada suara :”Bengokana gen padha teka.”

Pemberhentian IX à Terlihat seperti pintu yang masih menutup dan kuncinya masih menempel di pintu.

Pemberhentian X à Terlihat burung putih paruhnya besar seperti yang kami lihat di Weleri namun banyak sekali, sedang berjalan menuju ke piala

Pemberhentian XI à Terlihat kursi singgasana berukir yang masih kosong, belum ada yang duduk. Di belakangnya seperti ada burung

Pemberhentian XII à Terlihat seperti piala besar sekali yang ada pegangannya dan masih tertutup. Kelihatannya terbuat dari aluminium karena mengkilat putih.

Pemberhentian XIII à Terlihat lodhong besar yang di dalamnya ada lukisan atau gambar ikan.

Pemberhentian XIV à Terlihat seperti kurungan bersegi banyak, tetapi di dalamnya ada lilin menyala.

Setelah kami selesai berdoa, kami ngobrol sebentar dengan seorang peziarah dan duduk santai di dekat salib kayu. Di sebelah selatannya ada patung pieta yang cukup besar.

Sore hari kami melanjutkan perjalanan ke rumah pak Pudjono dan menginap semalam. Hari Sabtu pagi kami melanjutkan perjalanan pulang ke Bandung.

“Tuhan Yesus, Bunda Maria, para kudus, kami mengucap syukur dan berterima kasih karena selalu didampingi sampai selesai tanpa kurang suatu apa. Dimuliakanlah Allah untuk selama-lamanya. Amin.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jagalah kesantunan dalam berkomunikasi, walaupun diselimuti kemarahan, kejengkelan, tidak puas dan sejenisnya.