Jumat, 30 Juli 2010

Pengalaman 29 Juli 2010

29 Juli 2010

Kamis malam Jumat kami berkumpul di rumah pak Mardayat. Aku, pak Pudjono, pak Yohanes, bapak ibu Siahaan, pak Sumeri, pak Hartono dan pak Sugeng dan tuan rumah. Kami ngobrol seperti biasa, sambil menunggu teman-teman.

Sekitar pukul 21.50 kami berdoa bersama menyiapkan diri apabila yang kudus berkenan mendampingi kami. Yang terlihat oleh pak Pudjono adalah simbul peniti, dan kemudian peniti tersebut berputar. Sepertinya terlihat tulisan namun kecil sekali dan tidak terbaca.
Pak Hartono seperti melihat bola berwarna hijau, yang bergerak menyebar ke arah barat sebelah utara, semua terlihat hijau. Padahal di arah lain seperti biasa. Demikian juga pak Siahaan melihat hal yang sama. Pak Pudjono melihat yang hijau tersebut adalah seperti daun kelapa.

Kemudian warna hijau tersibut menghilang, diganti seluruh ruangan seperti berkabut tipis. Setelah beberapa saat, kabut tersebut sepertinya naik ke atas dan menghilang. Pak Pudjono bertanya tentang simbul kelompok Durpa untuk malam itu. Simbul yang kelihatan adalah buah pete. Sewaktu bertanya apa maksudnya, ada jawaban :”Cupet ulate.” Kami bertanya apa yang dimaksud, dijawab :”Durung gaduk.”

Kemudian pak Pudjono melihat simbul seperti gulungan kain putih yang cukup besar. Kemudian yang terlihat satu tusuk sate yang masih mentah, tusuknya terbuat dari lidi. Kami ngobrol tentang penglihatan tersebut karena belum ada jawaban. Hijau sepertinya berkaitan dengan kesejukan, kedamaian. Menurutku warna hijau belum pernah menjumpai, jangan-jangan malah berkaitan dengan yang negatif. Kemudian jawaban yang terdengar :”Gunemmu bisa dirasakake.”
Kami bertanya mengapa berubah menjadi kabut dan ada jawaban : “Isih ragu.”

Kami berdoa kembali semoga Roh Kudus berkenan hadir menyertai kami. Yang terlihat sepertinya simbul wayang Puntadewa. Menurut mas Sugeng Puntadewa adalah tokoh pewayangan yang sangat sakti namun selalu mengalah. Merelakan segalanya dengan ikhlas. Pak Pudjono mendengar suara yang terpotong-potong
:” …….. kanggo uwong akeh
:”Amrih kamulyan Dalem
:”Amrih lestantun
:” Gedhe ganjarane.”
“Puntadewa kuwi crita pewayangan. Yen kowe isih crita pendhem. Tegese isih crita ing awing-awang, isih crita duk semana, crita kang durung dadi. Crita kang isih kok ampet, durung wani diudharake. Gampangane, isih kurang wani.”

“Roh Kudus durung mlebet, sing mlebu lagi roh mangan, roh prajan, roh kadonyan.”

Kemudian pak pudjono melihat simbul manuk panahan yang soliter, dan kami tanya apa maksudnya. Jawaban yang didengar :”Kowe isih berpikir kamulyan Dalem secara duniawi. Neng kono ngemu teges isih kudu menang, isih kudu njago, isih kudu nekakake swara-swara. Becike miturut anggepmu, yen kamulyan Dalem kuwi kudu menang.”
Kami berkomentar apa yang dimaksud dengan ajaran tersebut. Kemudian terdengar suara :” Mulya kuwi ora kudu kalah, ora kudu babak belur.”

Menanggapi pertanyaan pak Hartono, pak Pudjono kemudian bertanya kepada Tuhan, bagaimana menuju jalan ke pintu surga, bagi kami masing-masing.
Untuk pak Pudjono : ”Kudu bisa bersyukur dalam segala hal, dalane uwis ana. Aja berpikir sing ora-ora.”
Untuk aku :”Dalane uwis padhang, ning isih jireh. Tegese durung wani mlaku dhewe yen ora ana rembug.”
Untuk pak Siahaan :”Kiwakna pagaweyan tangan kiwa lan tengen, kudu wani mbanda tangane ana mburi.”
Untuk pak Yohanes :”Kudu wani nyembah. Sakjane durung bisa.”
Untuk pak Hartono :”Kudu wani sumeleh, yen bisa, didum. Donyae ana kono, kudu dibagekake.”
Untuk pak Sugeng :”Donyane isih mungkur, mula mbalika lan ndang cekelen asta Dalem Gusti. Nek tak saranke, mengko ndhak mrina.”
Untuk pak Mardayat :”Donya akherat uwis ana, gari mlaku. Muga-muga ora kesandhung.”
Untuk pak Sumeri :”Ora usah dhisik.” (Mengapa :”Bengi iki durung nyuwun.”)
Untuk bu Siahaan :”Kurang andhap asor. Masih pelayanan di atas. Tuhan masih diatur.”
Untuk bu Mardayat :”Ora usah wae.”

:”Kabeh omongan kuwi saka Gustimu. Mulane aja kowe protes menyang pak Pudjono sing nglantarake. Uwis tutup.”

Jika kami lulus bisa melaksanakan perintah-Nya, terlihat simbul lilin menyala yang lidah apinya masih bergoyang kesana kemari. Suara yang terdengar :”Lumayan.”

Pertanyaan pak Sugeng dalam syahadat para rasul tentang Tuhan mengadili orang yang hidup dan yang mati, dijawab :”Gustimu mengadili orang hidup, tegese Aku milih kowe. Ning kowe isih lunga wae, isih mloya-mlayu wae. Mengadili orang mati tegese kowe ndherek Gusti munggah swarga. Intine kaya ngono, titik.”

Kemudian kami ngobrol sharing tentang segala macam hal, termasuk kesaksian yang dialami masing-masing. Kemudian kami berdoa penutup karena waktu sudah menunjukkan pukul 02.30. Setelah itu kami pamit pulang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jagalah kesantunan dalam berkomunikasi, walaupun diselimuti kemarahan, kejengkelan, tidak puas dan sejenisnya.