Jumat, 31 Januari 2014

Pengalaman mendoakan orang yang sudah meninggal

19 Januari 2014 Sore itu pak Sumeri sudah berada di rumah bapak ibu Pudjono, yang kebetulan berada di Bandung. Kemudian menyusul mas Agus Budianto yang ingin berkonsultasi tentang bapaknya almarhum maupun kakaknya yang kena stroke di Banten. Kemudian aku menyusul datang setelah ditelpon pak Sumeri. Akhirnya datang juga mas Suharto yang kakaknya lagi infus darah di Banjar. Setelah ngobrol kesana kemari dengan suguhan bakso tahu dan wedang ronde, kami mempersiapkan diri untuk mendoakan pak Suwardi almarhum. Dalam komunikasi rohani, pak Pudjono melihat pak Suwardi yang sedang duduk, masih di sekeliling rumah keluarga. Kami berdoa kepada Tuhan dan dilanjutkan kepada Bunda Maria melalui doa Rosario. Pada perpuluhan pertama datang lagi jiwa yang mengaku bernama Neng dan minta didoakan sekalian. Pada perpuluhan kedua datang lagi jiwa yang mengaku bernama Upik dan Adi, yang juga minta didoakan. Sewaktu kami akan menyelesaikan doa, datang jiwa seorang laki laki memakai sarung dan berpeci serta berbaju koko warna putih. Sewaktu kami tanyakan, dia mengaku bernama Rahmat dari Bangkalan. Terlihat pak Suwardi membisiki pak Rahmat agar minta didoakan. Kemudian katanya :”Aku njaluk donga kaya kuwi.” Dan kami jawab sebentar lagi, biar kami istirahat sesaat. Sewaktu kami tanya koq bisa mendekati kami itu, bagaimana caranya. Jawabnya:”Aku krungu saka adoh koq ndongakake pak Suwardi, mula aku ya terus nyedhak. Jenengku koq ora disebut. Aku tetep nunggu dongamu dhisik. Aku bapake Amri lan aku dipundhut tahun 1998. Aku ora bisa bantah-bantahan, sing penting, aku durung tekan.” Sewaktu kami tanyakan, sekarang ini sedang berada dimana, dia menjawab :” Aku ora ngerti kahanane, ning aku kepengin melu kowe.” Kemudian datang kembali jiwa yang mengaku bernama ibu Praba (Purba) yang juga minta didoakan. Biar sekalian saja, maka aku tanyakan juga apakah masih ada jiwa-jiwa yang lain yang bisa didoakan. Terlihat sepertinya pak Rahmat pergi sebentar, kemudian datang lagi bersama ibu ibu tua yang jalannya membungkuk. Ibu tersebut mengaku bernama mbah Karak, yang berasal dari desa Klegon, Banyuwangi Kidul. Kami berdoa kembali seperti tadi. Kemudian kami masih ngobrol ngobrol, sebelum melanjutkan doa safaat bagi yang sedang sakit. Sebagai manusia, memang kami memohon kesembuhan, namun sebagai orang beriman, kamipun akan menerima dengan ikhlas, apa yang dikehendaki Allah. (ternyata tanggal 20 Januari 2014, salah satu keluarga ibu Pudjono menghadap kepada Sang Pencipta di Jakarta) Malam semakin larut dan dingin, maka hampir tengah malam kami semua berpamitan. Besok malam kalau tidak ada halangan akan dilanjutkan kembali.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jagalah kesantunan dalam berkomunikasi, walaupun diselimuti kemarahan, kejengkelan, tidak puas dan sejenisnya.