Jumat, 31 Januari 2014

Ziarah ke Lembang

19 Juli2013 Jumat pagi pagi kami bertujuh berangkat ke Lembang. Aku, nyonya, pak Sumeri sekalian, pak Pudjono, bu Sri Yohanes dan bu Asngadi sengaja akan mengikuti perayaan Ekaristi, yang dilanjutkan dengan Adorasi. Perayaan Ekaristi dipimpin oleh pastor Sunarto dan dilanjutkan dengan pentahtaan Sakramen Maha Kudus. Dari awal perayaan, sepertinya imam didampingi oleh seorang pastor yang mengaku bernama pastor Wang Yun Zen. Entah dia berasal dari mana, kami lupa menanyakannya. Kalau Jumat sebelumnya, yang mendampingi imam adalah pastor F.X. Sutardi yang katanya berasal dari mBoro Kulon Praga. Sambil istirahat, kami sempat ngobrol dengan pastor Sunarto yang berasal dari Puworejo. Beliau kebetulan pastor paroki di Lembang. Selesai ibadat, sepertinya para ibu kurang bergairah untuk meneruskan dengan ibadat jalan salib. Akhirnya kami hanya berkeliling di jalan salib, ada yang serius ada yang hanya ikut berjalan saja. Yang jelas, kami tidak melakukan ibadat jalan salib seperti pada umumnya. Dari awal sebenarnya kami didampingi oleh ki Wahyu Dumadi. Namun niat sudah terlanjur kendor. Kami mengajak apakah mau ibadat atau hanya jalan jalan saja, tidak ada jawaban yang meyakinkan. Ternyata di pemberhentian pertama, yang terlihat oleh pak Pudjono adalah lilin yang belum menyala. Bu Asngadi juga bisa melihat dan mendengar, walau sebagian. Di pemberhentian kedua yang terlihat Alkitab yang dibuka. Bu Asngadi mendengar bahwa itu di Injil Matius. Kemudia seseorang yang memakai sarung, yang sedang berjaga disitu. Yang terjadi malah pak Sumeri sepertinya ngrogoh sukma.. Di pemberhentian ketiga. terlihat lagi lilin belum menyala, dan bende/ gong kecil yang tengkurab. Pak Pudjono mendengar suara :”Babeku kudus.” Pak Sumeri bertanya, siapakah yang dimaksud, karena aku dirumah memang dipanggil babe. Aku menjawab bahwa ada tertulis “Abba ya Bapa.” Jawaban yang didengar :”Bapakmu sing suci.” Di pemberhentian keempat yang terlihat malah agak aneh. Seekor anak domba berbulu abu abu kehitaman, namun ekornya panjang. Ditengah diorama terlihatseperti buah atau sebutir telur, berwarna kemerahan muda agak kekuningan. Disini kita diminta hati hati, jangan jangan penglihatan tersebut adalah roh pengganggu. Sewaktu ditanya, anak domba tersebut mengaku bernama mBah Jabrang. Beberapa saat kemudian terdengar suara :”Unggahna aturmu.” Sesaat kemudian diteruskan :”Paningalmu kurang adoh.” Sejenak kemudian terlihat seperti seorang perempuan yang datang, yang kalau melihat cara pakaiannya, dia bukan dari suku Jawa. Kami hanya berjalan terus saja. Di pemberhentian kelima, yang terlihat ki Wahyu Dumadi sudah duduk disitu. Suara yang terdengar :”Pelipur lara.” Bu Asngadi mendengar :”Penghibur yang duka.” Kemudian terlihat seperti gulungan kertas atau kulit. Sesaat kemudian datanglah seseorang yang bertelanjang dada, disampingnya seorang anak kecil yang menyertainya. Seseorang tersebut mengaku bernama pak Supadi. Pak Supadi bersama anak kecil malah mendahului berjalan ke pemberhentian keenam dan berada di atas diorama.. Kemudian ki Wahyu Dumadi bersuara :”Sing jelas ora gawe gela. Mung dedongaa wae.” Di pemberhentian ketujuh, sepertinya ada suara :”Boma … Boma…” Kami bertanya apa maksudnya, lkarena seperti Jumat sebelumnya ada suara Boma juga. Suara yang terdengar :”Kanugrahan. Barang aneh dadi kanugrahan.” Di pemberhentian ke delapan sepertinya sepi walau ada bayang bayang yang tidak jelas. Selanjutnya kami menuju ke pemberhentian kesembilan. Yang terlihat sepertinya sebuah menara tinggi berpilar empat, modelnya hampir seperti menara Eifel. Kemudian terlihat lilin lilin kecil menyala yang semakin pendek. Lilin lilin tersebut dibagikan kepada kami satu persatu.. Di pemberhentian ke sepuluh, sepertinya terlihat simbul tempat minyak wangi. Beberapa orang mengatakan bahwa ada bau harum di sekitar atau didepan diorama. Pak Supadi sudah berda disitu duluan. Kemudian terlihat simbul lilin yang dikerok, kemudian diampelas. Menjawab pertanyaan kami apa maksudnya, terdengar suara :’ Diilangi reregede, diilangi murkane, angkuhe. Dadia pandhegane urip langgeng.” Setelah itu seperti terlihat simbol seperti nasi timbel yang dibungkus daun. Di pemberhentian ke sebelas. terlihat seperti aliran air dari atas, persis penglihatan yang di Totombok Kuningan. Kemudian bu Asngadi merasa kecipratan air, yang berasal dari belakang. Kemudian pak Pudjono melihat tulisan Iesu ses, dibelakang ada simbol bunga putih, piala yang tinggi, sibori tertutp kain, dan salib. Sewaktu kami menanyaka maksud simbul simbul dan air mengalir, suara yang terdengat :” Iesu ses kuwi Yesus mligi.. Lha yen air mengalir kuwi tegese berkat Tuhan yang melimpah.” Pak Pudjono melihat sepertinya banyak orang sedang mengantri ingin masuk ke sebuah pintu berwarna gelap kehitaman, yang bangunannya berkubah. Di pemberhentian keduabelas, terlihat sepertinya banyak anak domba. dibawah salib yang terlihat ada seseorang yang bersorban sedang menatap kepada para domba. Di pemberhentian ke tigabelas, pak Supadi dan sianak kecil masih menemani dan mendahului datang. Kemudian diatas terlihat simbol pisang sesisir yang sudah dipatahkan. Dipemberhentian keempatbelas terlihat sabuk ikat pinggang. Kami cukup lama berbincang di sini. Bu Asngadi malah melihat mbah kakung yang berdiri didepan banyak orang berpakaian jas hitam. Kemudian terlihat juga pak Asngadi. Kami mengucap syukur dan terima kasih kepada Tuhan, atas karunia yang kami terima selama ini. Kemudian kami kembali ke Bandung.

1 komentar:

  1. Apakah masih ada postingan terbaru? Saya sangat menikmati tulisannya

    BalasHapus

Jagalah kesantunan dalam berkomunikasi, walaupun diselimuti kemarahan, kejengkelan, tidak puas dan sejenisnya.