Senin, 02 November 2009

Tuhan Yesus datang

Tuhan Yesus datang


Hari itu hari Minggu tanggal 9 Maret 2000, dan kebetulan sedang ada sembahyangan di rumah pak Frits. Acaranya adalah pertobatan karena menjelang Paskah. Pak Frits sendiri lupa bahwa hari itu ia ketempatan acara doa bersama. Dapat dimaklumi karena sang nyonya rumah sedang ke Jakarta, sebab orang tuanya sedang sakit stroke ringan.

Dalam acara renungan pertobatan, aku membacakan renungan misteri sengsara Tuhan Yesus yang telah rela berkorban untuk dosa manusia. Renungan tersebut aku ambil dari perkataan Tuhan Yesus di buku Vassula (True life in God). Dalam mempersiapkan diri untuk pembacaan renungan, tiba-tiba pak Pudjono menyenggol aku dan berbisik bahwa Tuhan Yesus datang dalam pertemuan tersebut. Terus terang aku tidak dapat melihat-Nya, kecuali sedikit bulu roma terasa berdiri. Aku mencoba berbicara dengan-Nya bahwa aku akan membacakan renungan sengsara-Nya.

Aku membacakan renungan sengsara Tuhan Yesus dan tak tertahankan bahwa aku menangis yang membuat suaraku terdengar parau dan tidak jelas. Saat itu aku membayangkan dan merasakan betapa hancur leburnya Tubuh Tuhan Yesus karena berkorban bagi umat manusia. Namun renungan tersebut aku selesaikan dan aku tutup dengan doa mohon pengampunan-Nya. Dalam hati aku memohon agar mendapat kesempatan berziarah ke Israel dan Italia pada tahun itu.

Selesai doa bersama, Pak Pudjono mengatakan bahwa Tuhan Yesus hanya berkata : “Rencana-Ku kuwi rencana-Ku, dudu rencanamu.” Aku belum bisa menangkap maksud tersebut secara jelas. Paling yang dapat aku lakukan hanya berdoa : “ Terima kasih Tuhan Yesus, karena Engkau sudi mengunjungi kami. Gusti tinebihno kawulo saking beboyo kewirangan.”

Namun demikian pesan tersebut aku sampaikan kepada semua orang yang hadir pada saat makan malam, setelah selesai doa. Aku masih menganggap bahwa hal tersebut masih alkitabiah yang berlaku bagi kami semua. Segala rencana kita bisa kita persembahkan kepada Tuhan, namun hanya kehendak-Nya saja yang berlaku. Inilah pengalaman pertama berkomunikasi dengan Tuhan dan dijawab langsung.

Tuhan ampunilah aku orang berdosa, demikian juga dosa-dosa dunia.


Pada bulan September 2001 hal tersebut baru dapat aku tangkap maksudnya (kalau hal ini tidak salah). Permohonanku untuk berkunjung dan berziarah maupun napak tilas ke tempat Tuhan Yesus sewaktu masih menjadi manusia sejati, belum dapat dilaksanakan pada tahun 2000. Permohonanku melalui doa Novena sembilan hari berturut-turut pada bulan Mei 2001, yang kebetulan aku diminta untuk menyusunnya ternyata dikabulkan Bunda dan Bapa sendiri. “Terima kasih ya Bapa, terima kasih ya Bunda atas perkenan-Mu.”

Aku begitu yakin akan terkabulnya doa novena tersebut dan sudah mengajak isteri untuk membuat passport pada bulan Juni 2001, walaupun dia agak menggerutu dan dianggap membuang-buang uang yang belum jelas. Aku dan isteri mendapat penghargaan dari kantor dimana aku bekerja, yang berwujud dikirim ziarah ke Israel dan Italia pada bulan September 2001 selama dua minggu.

Pada bulan Oktober 2001 (antara tanggal 12 – 15) aku mencoba belajar melaksanakan Kehendak Tuhan dan Bunda. Apakah hal ini dapat disebut sebagian dari evangelisasi? Sewaktu aku pulang ke Solo dan berziarah ke Danan Baturetno, Sendang Ratu Kenyo, aku mencoba untuk menyampaikan amanat Bunda Maria yang disampaikan di Medjugordje maupun amanat Tuhan Yesus melalui Vassula kepada para peziarah yang aku jumpai. Juga hal ini aku sampaikan pada saat doa Rosario di Semanggi Solo. Penyampaian amanat secara tidak langsung, karena hanya melalui obrolan dan sharing. Dan hebatnya, mereka mau mendengarkan dengan penuh antusias, karena dianggap sebagai informasi yang pertama kali didengar.
“Tuhan Yesus, hanya sebegitu kemampuanku untuk meneruskan pesan-Mu. Ampunilah aku dan ajarlah aku untuk semakin berani membawa amanat-Mu.”

Pada tanggal 18 Oktober 2001 aku mencoba menyampaikan amanat tanggal 11 September 1991 di buku Vassula kepada saudara-saudara pemeluk Islam di kantor sewaktu ada workshop. Amanat yang berisi seperti nubuat hancurnya WTC pada tanggal 11 September 2001, sepuluh tahun kemudian. Kebetulan saat itu aku dan isteri sedang berada di Vatikan, sehari sebelum audiensi dengan Bapa Paus Yohanes Paulus kedua. Aku mengatakan bahwa kita diminta untuk berdoa bagi Amerika yang sudah menciptakan allah-allah lain.
Betulkah aku menyampaikan hal tersebut?

1 komentar:

Jagalah kesantunan dalam berkomunikasi, walaupun diselimuti kemarahan, kejengkelan, tidak puas dan sejenisnya.